Site icon Risalahnegeriku

Bikin Geger, Diam-Diam RI Sempat Mau Bikin Bom Atom

InanegerikuPengembangan nuklir untuk keperluan sumber listrik di Indonesia timbul tenggelam dan sering memantik kontroversi hebat. Belakangan rencana menciptakan sumber listrik dari nuklir muncul lagi. Pengembangan atom di Indonesia cukup panjang.

Pemantik terkini munculnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir, pemerintah membuka pintu bagi pelaku usaha yang ingin membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Hadirnya aturan tersebut menjadi titik terang perkembangan teknologi nuklir Tanah Air yang sejak beberapa dekade terakhir cenderung stagnan.

Di Indonesia, pembahasan ihwal urgensi nuklir memang sudah ada sejak cukup lama. Sukarno adalah orang pertama yang memunculkannya. Kondisi politik global yang memanas akibat persaingan senjata nuklir membuat presiden pertama itu ingin pula mengembangkan teknologi nuklir.

Maka, dibentuklah Lembaga Tenaga Atom (LTA) yang diketuai G.A Siwabessy pada 1958. Lembaga ini memiliki tujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan energi nuklir. Melalui LTA, Sukarno ingin nuklir yang digagas Indonesia dapat mengubah dunia menjadi lebih damai.

Mengutip Robert M. Cornejo dalam “When Sukarno Sought the Bomb: Indonesia Nuclear Aspiration in the mid-1960s” (Thesis, 1999), dijalankanlah kerjasama dengan Amerika Serikat untuk merealisasikannya pada 1960.

AS yang menggagas Atom for Peace menerima Indonesia dengan tangan terbuka. Lantas, dikirimkanlah bantuan dana sebesar 350 ribu dollar dan 6 kg plutonium untuk
pembangunan reaktor nuklir di Bandung. Jumlah ini adalah bantuan maksimal yang bisa diberikan Paman Sam.

Sebab, mereka pun takut kalau Indonesia akan menyalahgunakan nuklir apabila diberi bantuan berlebih. Hasil bantuan ini terlihat pada berdirinya reaktor nuklir pertama Indonesia bernama Triga Mark II berdaya 250 kW pada 1965.

Empat tahun setelah kerjasama itu, situasi politik dalam dan luar negeri berubah. Dari dalam negeri Sukarno mulai galak kepada AS. Dampaknya, kerjasama dua negara terhambat. Pada saat bersamaan, Cina, yang mulai dekat dengan Indonesia, melakukan uji coba bom atom pertamanya pada Oktober
1964.

Uji coba ini sebetulnya merusak tatanan global karena melanggar Perjanjian Larangan Senjata Nuklir. Dikhawatirkan langkah Cina ini bakal ditiru negara lain. Dan benar saja, Indonesia terpukau oleh hasil kerja Cina dan akan mengikuti jejaknya. Dari sinilah Indonesia menjalin kerjasama dengan Cina yang mendorong terjadinya perubahan persepsi nuklir oleh para pejabat Indonesia.

“Pada pertengahan November 1964 Kepala Gudang Senjata Angkatan Darat RI mengatakan bahwa Indonesia juga akan memiliki bom atom nuklir pada tahun 1965. Pada akhir bulan November Menteri Luar Negeri Cina berkunjung ke Jakarta dan mengumumkan akan mengadakan kerjasama, termasuk
pelatihan teknologi nuklir dan peledakan nuklir di Indonesia,” tulis M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (1999)

Tak lama berselang, diterbitkan UU No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom dan peningkatan status LTA menjadi organisasi pemerintah bernama Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada 1965. Adanya perubahan ini bertujuan untuk mendukung penggunaan nuklir dalam penyelesaian revolusi nasional dan sebagai penguatan sistem persenjataan untuk mempertahankan kedaulatan.

Mimpi Indonesia membuat bom atom sirna. Cina tidak suka terhadap tekanan Sukarno yang mendesak Beijing mengirimkan bom atom. Sedangkan Sukarno sendiri kekuasaanya rontok di Oktober 1965. Artinya, mimpi mengembangkan nuklir pun terpaksa terkubur dalam-dalam. Terlebih, kepemimpinan selanjutnya oleh Soeharto memandang nuklir bukan hal yang harus dikejar secara ambisius.

Melansir laman resmi BATAN, pengembangan nuklir di era Orde Baru, di bawah Menteri Riset Habibie, murni untuk ilmu pengetahuan bukan untuk senjata, seperti pembukaan klinik kedokteran nuklir, pendirian reaktor nuklir, dan berbagai instalasi keteknikan nuklir. Ini semua dilakukan dalam skala kecil, tidak ada proyek besar.

Pengembangan seperti ini nyatanya terus berlangsung sampai sekarang. Pembangunan PLTN adalah salah satu wacana yang selalu menggema, tetapi tidak kunjung terjadi. Pro dan kontra PLTN biasanya berada perdebatan bahaya nuklir itu sendiri.

Memang nuklir terbukti ampuh sebagai energi alternatif di masa depan, tetapi di sisi lain Indonesia adalah negara rawan gempa. Jika gempa terjadi, dikhawatirkan akan berbahaya terhadap PLTN dan penduduk sekitarnya. Apalagi, bisa dikatakan, masyarakat Indonesia pun masih memiliki kesadaran minim terhadap kebencanaan.

Baca Juga: Keren! Penarikan Utang Pemerintah Turun 26,5 Persen

Exit mobile version