Inanegeriku – Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga Rabu (14/12/2022), pemerintah telah berhasil menarik utang sebesar Rp 531,4 triliun melalui penerbitan surat berharga negara (SBN). Penarikan utang ini turun 26,5 persen atau lebih rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
“Kita lihat penerbitan SBN mengalami penurunan sangat drastis, dalam hal ini tahun lalu Rp723,3 triliun, tahun ini mengeluarkan SBN Rp531 triliun, maka turun 26,5 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Selasa (20/12/2022).
Sri Mulyani mengatakan, penurunan jumlah penarikan utang pemerintah ini menandakan kinerja APBN berjalan ke arah yang lebih sehat dibandingkan sebelumnya. Hal ini juga diakui oleh lembaga rating utang internasional.
“Nah ini adalah penurunan yang cukup baik dan konsisten dari yang tadi kita sampaikan APBN nya tetap sehat, makanya rating agency menunjukkan bahwa APBN negara kita dalam posisi ratingnya stable outlook,” jelasnya.
Sementara itu, penarikan pinjaman secara netto mencapai Rp 8,9 triliun atau kontraksi Rp 192,5 triliun. Dengan demikian pembiayaan utang telah mencapai Rp 540,3 triliun atau turun 24,3%.
Lebih lanjut, penarikan utang melalui SBN ini juga termasuk yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) selama masa pandemi covid-19.
BI sendiri bisa membeli SBN negara di pasar utama sebagai standby buyer. Melalui SKB I, BI telah membeli SBN pemerintah sebanyak Rp49,107 triliun dan SKB III sebesar Rp95,42 triliun.
“Dalam hal ini kita sampaikan SKB ini akan berakhir di tahun ini, karena kita memang sudah menganggap situasi krisis akibat pandemi sudah berakhir, sehingga kita dalam jaga independensi BI, kita akan kembali kepada kondisi normal, yaitu di mana pemerintah jaga sisi APBN dan BI dari sisi moneternya,” jelas Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, kinerja pengelolaan pembiayaan utang pemerintah dijaga dalam menghadapi kondisi pasar keuangan yang volataile, dengan tren suku bunga meningkat dan nilai tukar rupiah yang fluktuatif.
Baca Juga: Jokowi: Indonesia Pernah Masuk dalam 5 Negara Rentan Terpuruk