Site icon Risalahnegeriku

Membawa Sejarah Brimob Agar Tetap Relevan dan Aktual Bagi Peran Penting Polri di masa depan

Brimob

Brimob (Brigade Mobil Polri) merayakan ulangtahunnya yang ke-76. Dalam usia yang panjang itu, telah banyak prestasi dan pengabdian

Pada tanggal 14 November 2021, Brimob (Brigade Mobil Polri) merayakan ulangtahunnya yang ke-76. Dalam usia yang panjang itu, telah banyak prestasi dan pengabdian yang dan diukirnya, yakni untuk berkontribusi menjaga keamanan dan ketentraman negara. Dalam sambutan di HUT nya kali ini, Kapolri Jenderal Sigit Listyo Prabowo yakin bahwa “Brimob akan terus berikan layanan terbaik untuk warga dan negara”. Dirgahayu ke-76, semakin professional, semakin modern, terpercaya dan dicintai masyarakat.Sejarah lahir, besar dan berkembangnya Brimob di lingkungan Polri menunjukkan bahwa institusi ini satu aset berhargabagi  bangsa Indonesia. Sejarah telah menunjukkan betapa Brimob selalu dapat menyesuaikan diri sesuai dengan semangat zamannya serta berhasil bertransformasi sesuai konteks dan  tantangan tugas-tugas baru mereka, kini dan masa depan. Akan dibawa ke mana sejarah Brimob ke depannya agar selalu relevan dan siap menghadapi tantangan lebih kompleks dan tidak selalu mudah diatasi itu? Apakah upaya merujuk sejarah masa lalunya sudah cukup untuk memberikan semangat kepada seluruh jajaran dan personelnya meningkatkan dharma bhakti bagi ibu pertiwi? Apakah perlu langkah-langkah-langkah pembaruan guna mengkonsolidasi pencapaian-pencapaiannya yang dihasilkan selama ini?

Jakarta, 16 November 2021.  Brimob (Brigade Mobil) adalah satuan tertua di lingkungan kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sejarah Brimob tidak saja lembaran sejarah dan bagian dari peran institusi kepolisian yang penting tapi juga bagian tak terpisahkan sejarah bangsa dan negara Indonesia. Ada rekam jejak sejarah yang amat panjang perihal pengabdian Brimob dalam rangka penjagaan keamanan bagi negara dan bangsa Indonesia. Cikal bakal Brimob ini sebenarnya juga tidak bisa dilepaskan dari konteks pendudukan Jepang yang dimulai di Indonesia sejak 1942; saat pemerintahan Kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang yang kemudian menjadikan Indonesia satu wilayah penting untuk memenangkan perang Asia Timur Raya (1942-1945).

Cikal bakal Brimob

Khususnya mengenai Brimob ini, kelahirannya tidak bisa dilepaskan dari Tokubetsu, yakni organisasi semi militer keamanan bentukan fasisme Jepang di Indonesia. Sesudah menghadapi kekalahan sebanyak dua kali, Jepang memutuskan segera melatih orang Indonesia agar mereka kemudian bisa membantu tentara Jepang mencapai kemenangan perangnya itu. Selain membentuk organisasi Seinendan (barisan pemuda untuk pengamanan garis belakang), Keibodan (barisan pemuda pembantu polisi), Heiho (pembantu prajurit) dan Pembela Tanah Air (PETA), Jepang merasa mendesak upaya penciptaan organisasi keamanan  lain, yakni cadangan polisi yang dinamakan Tokubetsu tersebut.

Organisasi ini dimaksudkan akan merekrut orang Indonesia untuk dilatih agar bisa bergerak cepat dan memiliki mobilitas tinggi, sehingga mereka bisa menjadi tenaga yang membantu pertempuran-pertempuran Jepang. Pada April 1944, organisasi yang kemudian dinamakan sebagai Tokubetsu Kesatsu Tai sudah mulai terbentuk di setiap karesidenan di Jawa, Madura dan Sumatra. Organisasi ini difungsikan untuk menambah tenaga bantuan militer dari tenaga-tenaga muda terlatih dan disiplin dan  bisa bekerja pada organisasi yang rapi.

Berbeda dengan polisi pada umumnya, mereka diperlengkapi dengan persenjataan yang jauh lebih lengkap. Mereka juga ditempa dengan pendidikan dan pelatihan model militeristik yang langsung didapat dari tentara Jepang. Mereka pun diwajibkan masuk asrama. Diketahui ada 60 hingga 200 polisi muda dan pemuda polisi yang masuk dan mendaftarkan diri dengan organisasi ini di setiap karesidenan. Bahkan kekuatan mereka dikabarkan cukup besar pada 1944, yakni dilaporkan sudah   mencapai 6200 orang.

Menjadi polisi Istimewa Indonesia

Tiga tahun sesudah berhasil menguasai Indonesia, Jepang kemudian kalah dan menyerah kepada sekutu. Sementara itu, Indonesia juga sempat memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.   Dengan jatuhnya Jepang, seluruh satuan semi militer dan militer ciptaan Jepang pun dibubarkan. Pimpinan polisi khusus Jepang yaitu Sidookan Takata dan Fuko Sidookan Nishimoto digantikan oleh orang Indonesia, yakni oleh seorang Inspektur Polisi Kelas Satu yang bernama Mohammad Jasin.

Bertempat di markas kesatuan Polisi Istimewa itu, pada 21 Agustus 1945, Mohammad Jasin pun membacakan teks deklarasi polisi khusus itu dengan ikrar yang berbunyi: “Oentoek bersatoe dengan rakyat dalam perjuangan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 dengan ini menyatakan Polisi sebagai Polisi Repoeblik Indonesia.”Tindakannya jelas untuk mempertegas status polisi Indonesia yang kini dalam suasana merdeka dan hanya akan bekerja di alam merdeka. Mereka juga mau menunjukkan mereka tidak mau terikat dengan sistem polisi istimewa seperti ketika di bawah kekuasaan Jepang.

Langkah ini sesungguhnya juga ditempuh sebagai antisipasi kemungkinan Jepang melucuti senjata yang dimiliki anggota-anggota polisi istimewa ini. Jepang sudah berhasil melakukannya terhadap para tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Heiho. Dengan diperbolehkannya bekas anggota Tokubetsu Keisatsu Tai memegang senjata maka besar sekali ini artinya bagi upaya mereka mempertahankan kemerdekaan Indonesia kemudian. Setelah membacakan proklamasi kepolisian itu, para polisi khusus pun tidak lupa kemudian menyebarluaskan teks manifesto. Teks tersebut mereka pasang di berbagai tempat. Tujuannya agar dapat mudah dibaca khalayak. Selain menempelkan teks, mereka tidak lupa pula  menyertakan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Jasin: Bapak Brimob

Harus diingat bahwa Inspektur Polisi I Moehammad Jasin adalah sosok yang begitu berjasa. Pria kelahiran Baubau Buton, 9 Juni 1920 itu selalu hadir sejak awal.  Jasin mula-mula adalah satu produk dari pendidikan militer ala Jepang seperti dijelaskan di atas. Sesudah lulus pendidikannya, ia bertugas sebagai instruktur pendidik calon-calon anggota Tokubetsu Keisatsu Tai (Kesatuan Polisi Istimewa) di Sekolah Polisi Surabaya. Selain itu ia juga diketahui pernah bekerja sebagai pelatih Seinendan, organisasi barisan pemuda yang dibentuk tentara Jepang pada 9 Maret 1943.

Selama masa pendudukan Jepang, Jasin telah berperan dalam perebutan senjata di Don Bosco dan markas Kempetai Jepang. Ia juga memimpin pasukan Polisi Istimewa untuk turut serta berjuang dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Istilah Special Police Force atau Polisi Istimewa ini antara lain disinggung dalam terbitan Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944-1946 karya sejarawan mashur Benedict Anderson.

Baik Jasin maupun para bawahannya berperan menjadi pelopor dan ikut perjuangan bersenjata dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah setahun lebih berkiprah di garda depan dalam berbagai perebutan fasilitas militer dan tempat-tempat strategis di Jawa dan Sumatera, pada 14 November 1946 seluruh kesatuan Polisi Istimewa, Barisan Polisi Istimewa dan Pasukan Polisi Istimewa pun dilebur menjadi Mobiele Brigade (Mobrig).

Penggantian polisi istimewa menjadi Mobrig terjadi saat Indonesia di bawah Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Presiden Soekarno kemudian merubah nama satuan ini menjadi Brigade Mobil (Brimob) dan menetapkannya sebagai Hari Brimob. Karena namanya tidak dapat dipisahkan dengan Korps Brimob Polisi Indonesia serta sumbangsihnya, tokoh Jasin sampai sekarang dikenang sebagai Bapak Brimob.

Menumpas berbagai pemberontakan dan aksi separatisme

Guna menghadapi tantangan baru di masa awal kemerdekaan Indonesia, sekitar 1954-1959 pembentukan Pasukan khusus yang akan kemampuan khusus, yaitu Ranger mulai dirintis. Hal ini merupakan antisipasi Mobrig guna menghadapi semakin banyaknya  pemberontakan dan munculnya seperatisme di tanah air.

Setelah mencapai angkatan ke 6 nya pada1961, nama Ranger pun diganti menjadi Pelopor. Pada 13 Maret 1961 Kompi Pelopor dikembangkan menjadi Batalyon Pelopor dan selanjutnya berkembang menjadi Resimen Pelopor (Menpor). Korps Brimob Polri diketahui mempersiapkan sejumlah Resimen Tim Pertempuran (RTP) di pulau-pulau di Provinsi Keliruku yang dekat dengan Papua sebagai respon perintah Presiden Soekarno dalam perebutan Irian Barat dari Belanda.

Untuk melaksanakan Perintah Tri Komando Rakyat (Trikora) itu, Korps Brimob bergabung dalam Komando Mandala pimpinan Mayjen Soeharto yang kemudian akan menjadi Presiden dalam era Orde Baru.

Salah satu tim Brimob pimpinan Hudaya Sumarya diketahui mendarat di Fak-Fak Irian Barat. Dari Fak-Fak pasukan ini kemudian masuk ke pedalaman Irian Barat guna mengibarkan Bendera Merah Putih. Pada masa olah Yudha sebelum pendaratan di Papua, Brimob sempat dimasukkan kedalam daftar unit untuk operasi Naga, namun dibatalkan karena terbatasnya kualitas Parasut yang dimiliki anggota Brimob saat itu.  Operasi Naga habis dilakukan oleh RPKAD dibawah komando Jend (purn) Benny Moerdani yang berhasil mendapatkan penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Soekarno.

Mendapat penghargaan

Berdasarkan surat order Y. M. Menteri Kepala Kepolisian Negara No. Pol. 23 /61/ tanggal 12 Agustus 1961, pada 14 November 1961 hari Mobile Brigade ke-16 ditetapkan Pemerintah. Saat itu, Presiden Soekarno selaku Inspektur upacara menganugerahkan pataka  “Nugraha Cakanti Yana Utama“ sebagai penghargaan atas atas pengabdian dan kesetiaan Mobile Brigade. Pada waktu yang bersamaan, Sukarno juga mengubah nama Mobile Brigade menjadi Brigade Mobile. Pengubahan nama ini demi penyesuaian nama Brigade Mobile dalam tatanan bahasa Indonesia.

Brimob selanjutnya ditugaskan untuk menjaga keamanan dalam negeri dan ancaman yang bersifat tinggi. Brimob ditugaskan memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia (HAM) serta menegakkan hukum guna terpeliharanya keamanan dalam negeri  terutama dalam kultur polisi sipil.

Peran di era Kontemporer Tetap Menonjol

Dari perjalanan sejarahnya hingga masa Orde Baru, jelas sekali Brimob lahir dari suatu proses yang tidak biasa dan tidak terduga. Sejak embrio-nya berupa organisasi sei militer di masa Jepang, ia kemudian tumbuh dan berkembang hingga menjadi Brimob yang terbukti berhasil menempatkan diri sebagai pejuang negara yang bekerja bahu-membahu dengan rakyat demi menciptakan keutuhan bagi NKRI.

Bila andil menonjol dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan dan juga berusaha menciptakan stabilitas di masa-masa awal republik, kiprah Brimob sebagai bagian integral Polri semakin juga tampak mantap di masa-masa kemudian, lebih-lebih sejak digulirkannya Reformasi 1998 hingga masa sekarang. Menurut laman Korps Brimob Polri, fungsi Brimob sebagai satuan pamungkas Polri (Striking Force) yang memiliki kemampuan spesifik penanggulangan keamanan dalam negeri berkadar tinggi dan penyelamatan masyarakat.  Korps Brimob Polri merupakan bagian tidak terpisahkan dari tugas utama Polri menjaga keamanan dan ketertiban di dalam negeri.

Brimob adalah pelaksana utama Mabes Polri  dengan penugasan khusus penanganan kejahatan berintensitas dan berkadar tinggi. Peran ini demikian sentral dalam upaya penanggulangan berbagai gangguan kamtibmas berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa hingga kejahata-kejahatann terorganisasi, bersenjata api, bom bahan kimia, biologis, radioaktif dan seterusnya.

Brimob melakukan manuvernya dengan cara membantu, melindungi, melengkapi, memperkuat, atau menggantikan satuan kepolisian yang ada.  Brimob melakukan manuver, baik secara individual atau kelompok dengan mengoptimalkan daya gerak, daya tembak, dan daya sergap untuk melumpuhkan sekaligus menangkap pelaku kejahatan beserta saksi dan barang buktinya.  Brimob juga sudah mempunyai kemampuan Search and Rescue (SAR) untuk tugas kemanusiaan membantu dan mengevaluasi korban bencana alam. Akhir-akhir ini, Korps Brimob Polri tampak banyak berpartisipasi dalam pencegahan, penanggulangan, dan usaha mempercepat vaksinasi Covid-19 sesuai canangan pemerintah. Selain itu, masih banyak aksi bakti sosial dan kegiatan-kegiatan Brimob lainnya yang dianggap membanggakan.

Dalam pemberantasan Korupsi

Ketua KPK Firli Bahuri baru-baru ini telah memuji keterlibatan anggota Brimob terutama dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Menurutnya, setiap kali penyelidik-penyidik KPK terjun ke lapangan Brimob selalu memberikan pengawalan untuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Brimob berperan pada semua proses mulai dari penyelidikan, penyidikan, penggeledahan, bahkan penangkapan oleh KPK.

“Brimob adalah ‘tameng hidup’, garda terdepan yang melindungi segenap insan-insan KPK saat menjalankan tugas menangani berbagai kasus korupsi, yang tidak tidak dapat dipungkiri memiliki risiko besar bagi keselamatan raga dan jiwa para punggawa pemberantas korupsi,” jelas Firli (15/11/2021).

Disebutkannya bahwa Brimob meyakinkan pihak-pihak tertentu yang berkeberatan, mencoba menghalang-halangi atau menghambat proses kerja penanganan kasus korupsi di berbagai tempat dan daerah. Anggota Brimob akan mengambil tindakan tegas terukur sesuai undang-undang, hukum, dan peraturan bila langkah preventif tidak bisa diterapkan.

Tantangan Brimob

Untuk menjalankan fungsinya, satuan Brimob jelas selalu dituntut untuk meningkatkan profesionalitasnya dari waktu ke waktu. Brimob semakin lama semakin dianggap sebagai kekuatan penggerak dan pelaksana yang harus benar-benar mencerminkan tugas seorang Bhayangkara sejati.

Selain aksi dan tindakan mereka mesti mencerminkan keteladanan seperti yang ditunjukkan pendahulunya, mereka juga dituntut agar bisa mengaktualisasikan tindakannya agar relevan dengan tugas mereka mendharmabaktikan diri bagi bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Artinya, bagaimana nilai-nilai perjuangan dan nilai patriotisme mereka yang teruji dapat selalu relevan dengan masa kini.

Selama ini petinggi di lingkungan Polri selalu bangga menyatakan bahwa kehadiran Brimob berhasil meneduhkan suasana atau situasi yang kurang/tidak kondusif karena anggotanya yangsudah amat terlatih, memiliki kepemimpinan yang solid, serta sudah memiliki peralatan dan perlengkapan dengan teknologi modern. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, menurut Kapolri, setiap insan Bhayangkara dalam Korps Brimob, memang selalu mengedepankan kaidah “Salus Populi Suprema Lex Esto” yaitu keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi sehingga wajib dan selalu mereka utamakan dan dikedepankan. Sebagai insan Rastra Sewakotama, mereka abdi utama nusa dan bangsa.

Memang bukan pemandangan aneh melihat sosok-sosok anggota Brimob bersenjata lengkap selalu tampak hadir di tengah-tengah masyarakat. Pemandangan ini selalu dihubungkan dengan tugas khas mereka melindungi atau mengamankan situasi yang penuh profesionalitas untuk mengejawantahkan peran anggota Brimob sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat di mana ketegasan, keberanian dan keikhlasan mengemban tugas penegakan hukum menjadi syarat mutlaknya. Namun apakah jajaran Brimob selama ini memang sudah benar-benar mencerminkan kualitas-kualitas seperti yang di-klaim di atas? Apakah pembenahan-pembenahan bagi kemajuannya sesungguhnya masih banyak yang mesti dilakukan?

Pekerjaan Rumah

Membaca pemberitaan media massa terutama yang melibatkan oknum-oknum Brimob sebenarnya masih banyak sisi negatif selain sisi yang positif. Masih segar di ingatan banyak orang tentang persoalan kericuhan Mako Brimob beberapa waktu lalu. Selain itu tidak sedikit kasus-kasus mengenai anggota Brimob yang main hakim sendiri dan menyalahgunakan kekuasaannya ketika berurusan dengan masyarakat.

Lebih jauh lagi, tidak sedikit pula yang memperlihatkan persoalan politik dan keamanan yang lebih serius. Kasus-kasus penjualan senjata ilegal dan amunisi oleh oknum Brimob kepada KKB di Papua sudah terjadi lebih dari kali. Sesudah kasus Oktober 2020 lalu, aksi serupa terjadi lagi awal tahun ini. Persoalan-persoalan semacam ini sampai sekarang menjadi perhatian besar tidak saja di kalangan masyarakat di dalam negeri tapi juga di luar negeri.  Ini adalah pekerjaan rumah bagi Polri. Bagaimana Polri bisa membuktikan bahwa penyalahgunaan-penyalahgunaan kekuasaan yang serius ini bukanlah masalah gunung es di tubuh Brimob.

Di luar negeri seperti Australia misalnya, citra dan profesionalitas Brimob sudah semakin baik. Akhir-akhir ini  Brimob sudah sering dipuji dan dilaporkan media asing dianggap pasukan penting di lingkungan Polri dalam membantu Indonesia mengatasi masalah-masalalh terorisme. Wartawan Australia, David Lipson secara khusus beranggapan bahwa peran Brimob sebagai pasukan elit paramiliter Polri demikian penting karena berada di lini terdepan melindungi Indonesia dari terorisme yang membahayakan keutuhannya. Brimob menurutnya pasukan profesional, terlatih dan dipersenjatai lengkap (ABC News, 22 Juli 2018).

Lebih jauh lagi, popularitas Brimob dalam budaya populer juga semakin berkibar. Sesudah munculnya film kepahlawanan mengenai polisi dalam konteks terorisme yang tergambar  dalam film ’22 Menit’,  kini sebuah tayangan film berjudul Red Notice yang dibintangi aktor Hollywood Dwayne Johnson, Gal Gadot dan Ryan Reynolds muncul di Netflix dengan memunculkan peran Korps Brimob di era modern.

Tentu saja hal-hal seperti itu membanggakan. Namun profesionalitas Brimob yang mulai dipuji dan dilaporkan media dalam negeri dan asing harus diimbangi pula dengan perilaku jajarannya. Sampai sekarang, terutama di luar negeri, bila Brimob dihubungkan dengan persoalan Papua, maka yang sering muncul adalah jajaran Brimob yang identik dengan kekerasan dan penyalahgunaan HAM yang serius.

Restrukturisasi demi peningkatan profesionalisme?

Sebagai organisasi kebanggaan Polri karena pengabdian dan dharma baktinya selama ini,  peningkatan personelnya agar bisa berlaku lebih profesional, transparan dan terukur jelas akan selalu penting sebagai prioritas yang difikirkan. Yang jelas, agar dapat menangani persoalan-persoalan seperti, huru-hara atau unjuk rasa anarkis, terorisme, gangguan kelompok separatis dan kejahatan terorganisir bersenjata api, pihak Polri telah mulai memikirkan pengembangan keorganisasian Brimob ini.

Restrukturisasi Korps Brimob tengah dilakukan Polri. Pernyataan itu kembali ditegaskan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam keterangan pers seusai memimpin Upacara HUT ke-76 Brimob di Mako Korps Brimob Depok Minggu 14 November 2021 lalu. Restrukturisasi ini jelas merupakan bagian dari aktualisasi dan penyempurnaan tugas Brimob yang makin menantang di masa depan. Diharapkan dengan adanya restrukturisasi ini, upaya penanganan kejahatan dan gangguan keamanan berintensitas tinggi  dapat makin ditingkatkan.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol. Ahmad Ramadhan telah menyatakan bahwa restrukturisasi ini akan didukung dengan keberadaan Markas Komando (Mako) Brimob baru di tiga wilayah guna meningkatkan pelayanan terkait dengan tugas pokok Polri. melindungi, melayani, dan mengayomi masyarakat.

“Kami melihat ada Brimob Nusantara sehingga ketika ada diperlukan apakah itu pengamanan suatu objek, kami akan mengirim sehingga dengan adanya Danpas I, II, III, dan komandonya itu lebih memudahkan pergerakan pergeseran pasukan dari satu titik ke titik lain. Direncanakan, ada tiga danpas Brimob, yakni Danpas I wilayah Indonesia barat, Danpas II wilayah Indonesia tengah, dan Danpas III wilayah Indonesia timur. Restrukturisasi ini akan dipimpin Dankopbrimob dengan pangkat jenderal bintang tiga (komjen polisi). Sedangkan Wadankorpsbrimob dipimpin jenderal bintang dua (irjen polisi)”.(Isk – dari berbagai sumber)

Exit mobile version