Site icon Risalahnegeriku

Mengenal Perairan Selayar yang Dulu Rute Dagang ke Pusat Rempah di Maluku

Jakarta

Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mendadak jadi sorotan setelah temuan seaglider di perairan Pulau Bonerate. Temuan itu kini diusut oleh TNI.

Menengok ke belakang, Kepulauan Selayar punya sejarah yang panjang. Mengutip dari situs resmi kepulauanselayarkab.go.id, Senin (4/1/2020), Kabupaten Kepulauan Selayar ternyata pernah menjadi jalur perdagangan menuju pusat rempah-rempah di Maluku.

Di Pulau Selayar inilah para pedagang singgah untuk mengisi perbekalan sembari menunggu musim yang ideal untuk berlayar. Dan dari aktivitas ini juga muncul nama ‘Selayar’.

Kabupaten Kepulauan Selayar terdiri atas 2 sub-area wilayah pemerintahan, yaitu wilayah daratan yang meliputi Kecamatan Benteng, Bontoharu, Bontomanai, Buki, Bontomatene, dan Bontosikuyu, serta wilayah kepulauan yang meliputi Kecamatan Pasimasunggu, Pasimasunggu Timur, Takabonerate, Pasimarannu, dan Pasilambena.

“Nama Selayar berasal dari kata cedaya (Bahasa Sanskerta) yang berarti satu layar, karena konon banyak perahu satu layar yang singgah di pulau ini,” tulis situs tersebut.

Dalam kitab hukum pelayaran dan perdagangan Amanna Gappa (abad ke-17), Selayar disebut sebagai wilayah strategis untuk transit, baik pelayaran menuju timur maupun ke barat. Itu sebabnya daerah ini juga menjadi salah satu tujuan berniaga.

Pada naskah tersebut juga dikatakan, bagi orang yang berlayar dari Makassar ke Selayar, Malaka, dan Johor, biaya sewanya 6 rial dari tiap seratus orang.

Pada 1739, Belanda mulai memerintah Selayar yang kemudian ditetapkan sebagai sebuah keresidenan. Pada saat itu, residen pertamanya adalah W Coutsier yang menjabat dari 1739 sampai 1743.

“Berturut-turut kemudian Selayar diperintah oleh orang Belanda sebanyak 87 residen atau yang setara dengan residen, seperti Asisten Resident, Gesagherbber, WD Resident, atau Controleur. Barulah Kepala pemerintahan ke 88 dijabat oleh orang Selayar, yakni Moehammad Oepoe Patta Boendoe. Saat itu telah masuk penjajahan Jepang sehingga jabatan residen telah berganti menjadi Guntjo Sodai, pada tahun 1942,” lanjut situs kepulauanselayarkab.go.id.

Pada masa kolonial Belanda dulu, ada yang namanya Reganschappen, jabatan pemerintahan di bawah keresidenan. Reganschappen merupakan wilayah setingkat kecamatan yang dikepalai oleh pribumi dengan gelar ‘Opu’.

Setidaknya ada saat itu ada 10 Reganschappen di Selayar. Di bawah Regaschappen, ada lagi kepala pemerintahan dengan gelar Opu Lolo, Balegau, dan Gallarang. Kekuasaan Selayar dari tangan Belanda akhirnya bisa direbut 19 hari setelah Indonesia merdeka. Tepatnya pada 29 November 1945 seusai insiden Hotel Yamato di Surabaya.

Pada saat itu, sekumpulan pemuda sekitar 200 orang dari beberapa kelompok berkumpul. Pemimpinnya pemuda bekas Heiho bernama Rauf Rahman. Para pemuda itu masuk ke kantor polisi kolonial dan mengambil alih kekuasaan Selayar dari Belanda. Sejak saat itu, pada 29 November dijadikan hari Jadi Kabupaten Selayar.

Selain itu, hari jadi Selayar diambil dari tahun masuknya agama Islam di Kabupaten Kepulauan Selayar. Saat itu ajaran Islam dibawa oleh Datuk Ribandan yang ditandai dengan masuk Islamnya Raja Gantarang, Pangali Patta Radja, yang kemudian bernama Sultan Alauddin, pemberian Datuk Ribandang. Peristiwa itu terjadi pada 1605, sehingga ditetapkan Hari Jadi Kabupaten Kepulauan Selayar adalah 29 November 1605.

Awal mula penemuan seaglider, simak halaman berikutnya.

Exit mobile version