Site icon Risalahnegeriku

Natal, Tahun Baru dan PPKM Level 3

Natal, Tahun Baru dan PPKM Level 3 2

Natal, Tahun Baru dan PPKM Level 3 2

Natal dan tahun 2022 mendatang bukan saat yang tepat untuk berpesta pora. Justru saatnya menahan diri untuk keadaan yang lebih baik. Momentum penuruan angka penyebaran Covid-19 harus tetap dipertahankan.

Jakarta – (26/11/2021). Menjelang Natal dan tahun baru 2022 semua pihak sibuk terlebih yang akan memanfaatkan dan mengisinya dengan liburan di luar kota bersama keluarga. Namun yang pasti, Kepolisian Republik Indonesia justru akan lebih sibuk mengingat arahan kebijakan pemerintah mengimbau masyarakat agar tidak melakukan perjalanan keluar daerah untuk mencegah terjadinya penyebaran virus corona menjelang dan pasca liburan akhir tahun.

“Jika ada warga yang nekat untuk pulang kampung atau mudik, maka ia wajib melapor ke posko PPKM mikro setempat,” kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, seraya menambahkan, warga yang akan mudik diberikan surat keterangan yang berisikan identitas, sertifikat vaksin dosis dua, dan hasil swab dalam rangka melakukan pengendalian Covid-19.

Penguatan Posko      

Berbagai antisipasi dilakukan, salah satunya, kata Sigit, yakni penguatan posko pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) setempat. Untuk warga yang sudah sampai ke lokasi tujuan mudik, jajaran kepolisian akan melakukan penanganan dengan tepat. “Mulai dari lapor ke posko PPKM, memberikan hasil swab antigen, menyerahkan sertifikat vaksin dosis dua, dan menyiapkan tempat isolasi terpusat (isoter) jika ada warga yang dinyatakan positif Covid-19,” jelasnya.

Sigit mengatakan, hal tersebut merupakan bagian dalam Kegiatan Rutin yang Ditingkatkan (KRYD) yang akan dilakukan jajaran kepolisian. Ia menjelaskan, KRYD akan diterapkan pada saat sebelum dan sesudah Operasi Lilin guna mengimplementasikan kebijakan PPKM level 3 pada 24 Desember 2021.

Dalam hal ini, Sigit menyebut TNI-Polri dan stakeholders terkait harus memperkuat sinergi untuk memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, serta penanganan dan pengendalian Covid-19. “Melakukan sosialisasi pembatasan PPKM level 3 pada saat Nataru (Natal dan Tahun Baru) sehingga masyarakat dapat mempersiapkan diri dari jauh hari. Memasang banner, spanduk, baliho yang berisi imbauan kepada pemudik terkait prokes, kewajiban isoman, dan standar isoman yang baik,” tutur dia.

Tak hanya itu, Sigit juga meminta jajaran kepolisian melakukan pengendalian Covid-19 di jalur moda transportasi darat, udara, dan laut. Menurut Sigit, segala antisipasi dan upaya untuk mencegah lonjakan Covid-19 saat libur Nataru harus benar-benar terlaksana dengan baik. Pasalnya, Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara Indonesia dalam kategori zona hijau dalam hal penanganan Covid-19 dan berdasarkan pusat pengendalian dan pencegahan penyakit (CDC) Amerika Serikat. “Tingkat penularan kasus berada di level 1 sehingga aman untuk dikunjungi. Tren positif itu harus dipertahankan,” tegas eks Kabareskrim Polri itu.

Sebab itu, pemerintah bakal menerapkan status PPKM Level 3 di semua daerah guna mengantisipasi penyebaran Covid-19, termasuk varian baru AY.4.2. Meski demikian, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah tidak akan memberlakukan penyekatan antarwilayah. Sebaliknya, aktivitas di pusat perbelanjaan, gereja, dan tempat wisata akan diperketat. Muhadjir menyampaikan, aturan ini akan mulai diberlakukan pada 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022.

Tuan Rumah Event Internasional

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo lebih lanjut menyampaikan, Indonesia akan menjadi tuan rumah di beberapa agenda internasional. Karena itu, sebagai salah satu yang berada di garda terdepan, Polri harus memastikan untuk mencegah gangguan kamtibmas dan lonjakan Covid-19. “Capaian ini perlu dipertahankan, dengan penguatan prokes, 3T dan meningkatkan capaian vaksinasi. Hal ini penting sebagai langkah antisipasi guna mencegah terjadinya gelombang ketiga Covid-19,” tutur Sigit.

Tugas Polri makin kompleks, selain harus melindungi, mengayomi dan melayani, mantan Kadiv Propam Polri itu masih juga menerima laporan dari Divisi Propam Polri soal pelanggaran oknum anggota kepolisian. Hal itu yang memengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap kepolisian saat ini. Untuk itu, kata Sigit, dengan adanya laporan rapor merah terkait pelanggaran anggota tersebut, harus dijadikan bahan evaluasi guna kembali meningkatkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri. “Jadi sekali lagi itu adalah potret yang muncul dari apa yang terjadi di masyarakat. Ini menjadi masukan bagi kami semua untuk kami perbaiki. Saya yakin hal-hal tersebut juga akan membuat masyarakat lebih memahami kami, Polri berusaha terus melakukan perubahan internal untuk jadi lebih baik,” kata Sigit.”Kita harus selalu optimis bahwa kepercayaan publik akan terus meningkat dengan terus melakukan perbuatan yang baik,” tegasnya.

Kurang Efektif

Betapapun Polri melakukan upaya totalitas pencegahan penyebaran Covid-19, polemik pro kontra selalu saja mewarnai. Sebut misalnya Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunus Miko Wahyono menilai, kebijakan pemerintah soal Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 saat libur Natal-Tahun Baru kurang efektif menekan mobilitas dan kerumunan.Jika pemerintah ingin menerapkan kebijakan yang tegas, mestinya menerapkan kebijakan seperti PPKM Darurat. “Kalau mau pakai PPKM, pakailah PPKM Darurat. PPKM darurat itu tegas, harusnya begitu untuk membatasi mobilitas jadi jangan PPKM level 3, itu berdasarkan jumlah kasus,” kata Tri.

Ia menilai, pemerintah terlihat kebingungan dalam menerbitkan aturan selama periode natal dan tahun baru. Apalagi, dalam kebijakan tersebut tidak ada penyekatan.”Saya tahu kenapa enggak pakai itu (penyekatan) takutnya semua airline, perusahaan bus memprotesnya kan, jadi bingung kali pemerintah buat kebijakan,” ujarnya.

Berbeda dengan Tri, Epidemiolog Indonesia untuk Griffith University Australia, Dicky Budiman meminta pemerintah melakukan tiga hal ketika menjalankan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 saat libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru). Dicky menegaskan faktor utama yang harus diperhatikan pemerintah adalah menjamin imunitas atau daya tahan tubuh masyarakat. “Maksudnya disini adalah vaksinasi yang harus dikejar capaiannya setidaknya mengarah ke angka 80 persen dari total penduduk,” tuturnya.

Menurut Dicky, apapun status PPKM, pemerintah harus menggunakan status sudah divaksinasi Covid-19 sebagai syarat masyarakat melakukan perjalanan. “Langkah ini bisa mendorong cakupan vaksinasi,” kata dia.

Kedua, pemerintah harus memastikan masyarakat yang bepergian, berinteraksi dan melalukan mobilitas tidak membawa virus Corona. “Pertama selain divaksinasi, dia harus melalui screening yang ketat. Pemerintah harus tahu apakah orang itu baru saja melakukan kontak erat, atau berasal dari lingkungan yang rentan,” jelas Dicky.

“Lalu beberapa fasilitas atau event kecil harus menerapkan screening, minimal dengan tes rapid antigen. Jadi proses screening ini yang penting,” tegasnya. Terakhir pemerintah diminta memberikan komunikasi yang tepat, demi menumbuhkan kepercayaan publik. “Caranya dengan menyampaikan secara terbuka semua data dan situasi pandemi Covid-19. Jangan ada yang ditutup-tutupi, sampaikan jika memang ada potensi-potensi perburukan,” tegasnya.

Tak Perlu PPKM

Polemik terus berlanjut. Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono misalnya, berdebat dengan Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM Level 3 pada periode libur Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 (Nataru).

Pemerintah akan memberlakukan PPKM Level 3 di seluruh wilayah Indonesia mulai 24 Desember 2021 hingga 3 Desember 2022 untuk menekan mobilitas masyarakat pada saat libur Nataru. Menanggapi kebijakan tersebut, Pandu Riono menyebut tidak perlu ada peningkatan PPKM di Bali selama Nataru. Bahkan, perlu pertimbangan bebas karantina bagi pelancong mancanegara, bila diterapkan persyaratan vaksinasi lengkap dan tes PCR saat ketibaan di Bandara Ngurah Rai.

“Para Ahli dari UI, UGM, dan UNAIR yg selama ini membantu Pak Luhut dan Pak Budi Sadikin sepakat tidak perlu ada Kebijakan Peningkatan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia hanya sekedar adanya kecemasan yang berlebihan terhadap ancaman lonjakan kasus yg tinggi @kemenkomarves @KemenkesRI,” jelasnya Pandu dikutip dari akun Twitternya.

“Saat ini belum ada varian baru yg lebih “ganas” dari delta,” sambung Pandu. Pandu juga mengatakan bahwa PPKM Level 3 yang diterapkan pemerintah saat libur Natal dan tahun baru hanya berlaku di atas kertas. Menurutnya, publik sudah tidak percaya lagi dengan aturan-aturan yang tidak masuk akal.

“Kenyataan tidak mungkin diimplementasikan seperti biasanya. Publik sudah tidak peduli dan cenderung tidak percaya lagi dengan aturan-aturan yang tidak masuk akal,” ujar Pandu. Dia berpandangan bahwa kebijakan peningkatan PPKM Level 3 tidak berbasis akal sehat dan data yang ada. Menurutnya, kebijakan PPKM Level 3 yang diserahkan kepada Kemenko PMK hanya bentuk kekhawatiran yang sifatnya paranoid.

“Tahun lalu @Kemenkopmk gagal, karena membagi dua liburan Natal dan Liburan Tahun Baru, ternyata ada 2 pola kerumunan, lahir Gelombang Pertama. Tahun ini diberi wewenang lagi, dan tentunya tidak mau gagal lagi, dipaksakan kebijakan PPKM Level 3 yg berbeda dengan kriteria epidemiologi,” tuturnya.

Ketua Satgas Covid-19 IDI Profesor Zubairi Djoerban tidak sependapat dengan Pandu. Menurutnya, banyak negara yang sudah mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok. Tapi tetap alami lonjakan kasus. “Saya tidak setuju jika peningkatan PPKM tidak diperlukan. Apalagi atas alasan herd immunity yang sudah terbentuk. Lihat Singapura, Amerika dan Inggris. Mereka sudah capai herd immunity? Secara teoritis sudah. Tapi nyatanya jumlah kasus mereka masih tinggi banget,” tegas Zubairi. Menanggapi cuitan tersebut, Pandu meminta Zubairi untuk berargumentasi dengan menggambarkan kondisi Indonesia, bukan negara lain. “Tidak setuju, tidak apa2, hanya gunakan argumentasi kondisi Indonesia bukan negara lain, Mas Zub,” ujar Pandu.

Djoerban tetap pada pendiriannya. Baginya, PPKM level 3 dinilai sebagai langkah yang tepat untuk menghindari perburukan situasi COVID-19 seperti masa krisis Juli lalu, meski positivity rate Indonesia kini tercatat rendah. “Jangan sampai kita masuk krisis lagi. Mari kita bersimpati kepada orang-orang yang sekarat karena COVID-19 bahkan meninggal ketika itu, atau saat ini,” tegasnya.

Berubah Setiap Saat

Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, berkaca pada pengalaman Indonesia dan dunia maka situasi Covid-19 dapat berubah dalam hitungan hari atau Minggu. Sehingga keputusan akhir tentu baiknya dilakukan ke lebih dekat dari waktu pelaksanaannya.

Jika diumumkan sekarang, supaya masyarakat jangan terlanjur beli tiket, maka perlu diwaspadai juga kemungkinan tingginya mobilitas pada Kamis 23 Desember atau sebelumnya. “Sekali lagi, sejauh ini tentu kita belum tahu pasti tentang bagaimana situasi epidemiologik nanti di hari-hari akhir Desember 2021. Covid-19 sendiri juga masih banyak aspek unpredictibilitynya, termasuk misalnya ada atau tidaknya varian baru, walau memang sampai sekarang belum ada laporan yg jelas tentang varian baru yang amat mengkhawatirkan,” ujar Prof Tjandra.

Adapun yang harus dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi diri agar tidak tertular Covid-19 pasca libur Nataru. Tetap melakukan protokol kesehatan 3M dan 5M, memeriksakan diri kalau ada kecurigaan sakit (ada gejala misalnya, atau ada kemungkinan kontak, atau sesudah bepergian dari negara yang sedang tinggi kasusnya). “Untuk yang belum divaksinasi agar segera divaksinasi,” pesannya. Sementara, untuk pemerintah maka ada  lima hal yg perlu dilakukan.

Pertama, Mengatur PPKM sesuai level yang ada. Kedua, Meningkatkan jumlah test.”Sekarang memang terkesan jumlah total seperti sudah memadai, tapi ada provinsi-provinsi yang tinggi dan cukup banyak Kab/Kota yang belum mencapai target untuk test dan trace,” imbuh Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini.

Ketiga, meningkatkan pemeriksaan whole genome sequencing untuk mendeteksi kemungkinan varian baru. Sampai 18 November 2021, Indonesia sudah memasukkan 8.839 sampel WGS virus SARS CoV2 penyebab COVID-19 ke GISAID yang memang mengkompilasi data dari seluruh dunia. Singapura sudah memasukkan 9.652 sampel, Filipina 12.742 sampel dan India dengan 78.442 sampel. “Yang paling tinggi adalah Amerika Serikat yang pada 18 November 2021 sudah memasukkan 1.608.136 sampel WGS virus COVID-19 ke GISAID, disusul oleh Inggris dengan 1.238.935 sampel,” jelasnya.

Keempat, vaksinasi harus terus digalakkan, apalagi karena sekitar 60 persen penduduk Indonesia (dari angka target, bukan dari total populasi) belum mendapat vaksinasi lengkap dan lansia bahkan sekitar 70 (dari angka target) belum dapat vaksinasi lengkap.

Terakhir, mobilitas orang dari luar negeri perlu dikendalikan dengan baik. Pengetatatan pemeriksaan di pintu masuk negara, di Kantor Kesehatan Pelabuhan,  pemberlakuan masa karantina yang memadai, serta pemantauan bagi mereka yang sudah selesai karantina, setidaknya sampai 7 atau 14 hari kemudian,” jelasnya.

Terkendali

Menurut Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Ari Fahrial Syam, pada prinsipnya penanganan wabah COVID-19 di Indonesia memang terkendali. Padahal, negara di dunia kasus virus Corona kembali naik dengan istilah gelombang keempat atau gelombang kelima. “Kuncinya, saat ini kondisi didalam negeri kita bilang stabil. Kita tidak menghadapi kondisi dimana April, Mei, Juni dan Juli yang tidak terkendali. Dari hasil surveilance yang ada saat ini di Indonesia, kita ketahui ternyata tidak ditemukan varian baru yang memang berbahaya,” kata Ari.

Menurut dia, pemerintah harus menekan dan mengendalikan terus penyebaran virus corona sampai akhirnya hilang kasusnya. Kuncinya, bagaimana menjaga pintu-pintu masuk ke Indonesia secara ketat. Jangan sampai, kata dia, ada lagi virus varian baru yang masuk ke Indonesia nantinya.

“Misalnya, orang yang masuk ke Indonesia itu harus PCR dan dilakukan karantina selama 5 hari, itu harus ditegakkan dulu. Terpenting, protokol kesehatan harus diperhatikan. Syarat standar naik pesawat misalnya, sekarang bicara Jawa-Bali tidak perlu pakai PCR tapi swab antigen. Yang penting itu tegak dan PeduliLindungi,” ujar Pakar Kesehatan UI ini.

Konsistensi Pemerintah Adalah Keharusan  Jadi, kata dia, pemerintah harus konsisten menegakkan aturan menerapkan protokol kesehatan secara ketat untuk menekan laju penyebaran kasus corona lagi. Misalnya, dalam PeduliLindungi ketika belum vaksin dua kali itu harus ditegaskan tidak boleh berangkat. “Intinya adalah law enforcement dan pengawasan protokol kesehatan harus konsisten, kalau tidak konsisten jebol kita. Kalau itu tidak dijaga dengan baik, ya jebol terutama pintu-pintu masuk ke Indonesia. Jangan sampai ada varian baru masuk. Selama pintu-pintu masuk dijaga ketat, Insya Allah kasus-kasus yang dicurigai itu tidak masuk di Indonesia,” jelas dia.

Pemerintah menyiapkan langkah-langkah strategis guna menekan potensi lonjakan kasus diakibatkan meningkatnya mobilitas masyarakat pada periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Di antaranya, penerapan PPKM Level 3 di seluruh Indonesia pada 24 Desember 2021 – 2 Januari 2022. Pemerintah menekankan, masyarakat tetap dapat merayakan Nataru namun dengan menaati aturan-aturan yang berlaku. Terkait penerapan PPKM Level 3 tersebut, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, bahwa aturan tersebut diberlakukan bukan karena situasi COVID-19 di Indonesia yang mewajibkannya. Kebijakan tersebut ditetapkan dengan tujuan mengatur mobilitas masyarakat pada Nataru agar gelombang ketiga tidak terjadi. “Secara umum, kondisi penanganan COVID-19 kita sangat baik, bahkan apresiasi luar negeri sangat bagus terhadap Indonesia, dan kondisi ini harus kita pertahankan,” ujar Muhadjir.

Apa yang disampaikan Muhadjir ada benarnya. Pemerintah tidak mungkin menyusahkan warganya. Kebijakan PPKM Level 3 melulu untuk mengatur mobilitas saat Nataru dan menjamin keselamatan semua pihak. Kebijakan pemerintah ini jelas harus dijaga dan yang menjaga dan mengamankannya tentu ada di tangan Kepolisian Republik Indonesia. Untuk itu mari saling jaga dan menghargai upaya semua pihak agar Indonesia segera terbebas dari pandemi. (SAF).

Exit mobile version