Beberapa Kapolres diberitakan secara luas baru-baru ini telah dicopot oleh Kapolri. Pencopotan mereka merupakan perintah langsung. Paling tidak ada 7 perwira menengah (pamen) Polri yang menempati posisi strategis di tingkah wilayah yang telah dicopot dari jabatannya. Ketujuh pejabat yang dicopot yakni, Kombes Pol Franciscus X Tarigan, Dirpolairud Polda Sulbar ke Pamen Yanma Polri; AKBP Deni Kurniawan, Kapolres Labuhan Batu Polda Sumut ke Pamen Yanma Polri; AKBP Dedi Nur Andriansyah, Kapolres Pasaman Polda Sumbar ke Pamen Yanma Polri; AKBP Agus Sugiyarso, Kapolres Tebing Tinggi Polda Sumut ke Pamen Yanma Polri; AKBP Jimmy Tana, Kapolres Nganjuk Polda Jatim ke Pamen Yanma Polri; AKBP Saiful Anwar, Kapolres Nunukan Polda Kaltara ke Pamen Yanma Polri; dan AKBP Irwan Sunuddin, Kapolres Luwu Utara Polda Sulsel ke Pamen Yanma Polri. Polri selalu menyatakan bahwa pergantian atau mutasi jajarannya adalah hal biasa di institusinya. Hal itu dilakukan semata-mata demi penyegaran dan alasan karir. Mutasi adalah bagian dari proses yang internal dan tidak semata-mata karena alasan kerumunan viral atau persoalan yang terkait lainnya. Sebagian besar pencopotan Kapolres sesungguhnya berkaitan dengan munculnya kejadian viral yang akhir-akhir ini mengemuka. Begitu besarnya animo masyarakat mengikuti kasus-kasus mereka telah membuat Kapolri perlu menegaskan perlunya kualitas pemimpin Polri ditegakkan kembali dalam rangka Polri yang Presisi. Mengapa soliditas Polri menjadi faktor yang sangat sentral? Bagaimana cara mensukseskan menggalang soliditas yang kuat dalam menghadapi tantangan Polri yang makin sulit dan kompleks?
Jakarta, 4 November 2021. Ada beberapa latarbelakang menarik di balik pencopotan Kapolres-kapolres tersebut. Seagai contoh, pertama, pencopotan Kapolres Nunukan AKBP Saiful Anwar jelas berkaitan dengan viralnya video yang memperlihatkannya tengah memukuli anak buahnya. Penganiayaan terhadap anak buahnya terjadi karena ia dinilai tidak melaksanakan tugas dengan baik. AKBP SA kemudian dinonaktifkan dari jabatannya. Perintah nonaktif tersebut tertuang dalam Sprin bernomor 952/X/KEP./2021.Pencopotan Kapolres Nunukan secara resmi kemudian dilakukan oleh Kapolda Kalimantan Utara (Kaltara), Irjen Bambang Kristiyono. Posisi Kapolres Nunukan yang kosong disebutkan bakal diisi oleh AKBP Ricky Hadiyanto berdasarkan Sprin/953/X/KEP./2021. AKBP Ricky Hadiyanto, yang akan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kapolres Nunukan, juga menjabat Kasubbidpaminal Bidpropam Polda Kaltara.
“Perkembangan sementara, mantan Kapolres Nunukan SA sudah diberikan sanksi berupa pencopotan jabatan Kapolres oleh Kapolda Kaltara,” kata Kabid Humas Polda Kaltara Kombes Budi Rachmad Selasa (26/10/2021). Dijelaskan bahwa AKBP SA sudah diperiksa Propam bersama dengan Brigadir SL. Budi dan mengatakan pihaknya masih membutuhkan pendalaman di kasus video viral pemukulan tersebut. “Ini masih berproses (pemeriksaan SL), kita tunggu perkembangannya dari Bidpropam Polda Kaltara,” jelas Budi.
Kedua, Kapolres Tebing Tinggi, AKBP Agus Sugiyarso dicopot oleh Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra. Pencopotan itu ditengarai akibat kemunculan video viral yang menampilkan istrinya, Eci Agus Sugiyarso tengah memamerkan segepok uang di media sosial. Dijelaskan bahwa cuplikan video yang diambil saat ia arisan rutin di Polres Tebing Tinggi. Video dan foto kegiatan yang diupload oleh stafnya ke akun instagramnya akhirnya menjadi viral dan mendapat sorotan dari masyarakat.
“Meskipun bukan dia yang mengupload tapi kita melihat dia tahu bahwa perintah pimpinan Polri tidak boleh menunjukkan gambar-gambar yang menampilkan hedonisme terkait harta benda, meskipun bukan miliknya,” demikian penjelasan Panca. “Sebagai tanggungjawab suaminya, Kapolres Tebing Tinggi ditarik ke Polda Sumut dalam evaluasi dan barusan saya sudah serah terima jabatan,” kata Panca di Mapolda Sumut (1/11).
Panca menuturkan, saat ini istri Kapolres Tebing Tinggi masih dalam pemeriksaan Propam. Dengan demikian pencopotan Kapolres Tebing Tinggi itu jelas merupakan tindak lanjut perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar anggotanya yang tidak bijaksana dalam bermedia sosial dikenakan sanksi.
Kasus pencopotan AKBP Dedi Nur Andriansyah sebagai Kapolres Pasaman juga dianggap sebagai buntut dari acara konser yang abai protokol kesehatan di area kolam renang Ambun Waterpark Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman pada Minggu (31/10/2021). Namun Kabid Humas Polda Sumatra Barat Kombes Pol Satake Bayu pada 2 November berkilah bahwa sebenarnya ini berkait dengan persoalan internal yang sudah lama berlangsung.
Pengamalan Presisi
Dari contoh latarbelakang pencopotan kapolres-kapolres di atas, antara lain telah menunjukkan adanya ketegasan Kapolri dalam menindak jajarannya yang dianggap telah terbukti menyimpang dari cita-cita menciptakan polisi yang presisi. Pesannya sangat jelas bahwa pencopotan adalah demi mendisiplinkan anggota Polri yang bermasalah termasuk mereka yang menjadi pimpinan di daerah. Kapolres adalah pemimpin yang harus memberikan teladan bagi bawahannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Mereka juga dituntut dapat menunjukkan sikap tegas dalam mengevaluasi dan memberikan reward dan punishment.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono menegaskan bahwa pencopotan tujuh pejabat menengah itu menunjukkan komitmen Kapolri untuk melakukan pembenahan internal agar menjadi jauh lebih baik. Lebih jauh dia juga menekankan bahwa pencopotan tersebut merupakan buah dari hasil evaluasi kepemimpinan di daerah menyangkut kualitas keteladan dan perilaku mereka. Sesuai penegasan Kapolri, setiap pemimpin haruslah selalu menjadi teladan, bijaksana, memahami, mau mendengar, tidak mudah emosi dan juga saling menghormati. Kualitas yang mumpuni ini pada akhirnya berhubungan dengan masyarakat. Hanya dengan kepemimpinan yang sesuai dengan standar tersebut, ke depannya kepercayaan rakyat bisa semakin ditingkatkan.
“Ya ini tentunya sebagaimana komitmen dan pernyataan pak Kapolri, soal ‘ikan busuk mulai dari kepala’, kalau pimpinannya bermasalah maka bawahannya akan bermasalah juga serta semangat dari konsep PRESISI,” tegas Argo (2/11). Pencopotan tersebut dapat dilihat sebagai komitmen tegas Kapolri mewujudkan Polri yang lebih baik, dekat, dan dicintai masyarakat. “Komitmen ini jelas untuk melakukan perubahan dan perbaikan untuk menuju Polri yang jauh lebih baik lagi,” ujar Argo.
Wakil ketua Komisi III DPR Ri Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni menilai pencopotan terhadap beberapa Kapolres dan pejabat Polda di daerah jelas membuktikan penyelesaian secara hukum bagi mereka yang terbukti melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri. Ini menunjukkan sikap tegas Kapolri menyikapi berbagai kontroversi belakangan ini yang menunjukkan oknum Polri yang buruk.
Sanksi yang diutarakannya jelas bukan sekadar isapan jempol atau obral janji belaka. Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti menilai bahwa pencopotan tujuh pejabat ang terkait dugaan pelanggaran aturan, merupakan bentuk ketegasan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. “Pencopotan tersebut wujud ketegasan Kapolri. Kompolnas melihat hal ini sebagai momentum Polri melaksanakan reformasi kultural Polri secara konsekuen,” katanya (2/11/2021).”Sebagai pimpinan, mereka telah gagal memberikan teladan atau mengawasi anggota untuk tidak melakukan pelanggaran yang mengakibatkan protes masyarakat,” tambah Poengky Indarti.
Mengamalkan Konsep Presisi
Sebelum tindakan pencopotan-pencopotan tersebut, Kapolri memang sudah menyatakan ia tak segan untuk menindak tegas pimpinan yang dinilai tak mampu mengelola anak buahnya dengan baik. Penegasan soal janji ‘memotong kepala yang bermasalah’ diungkapkan saat penutupan pendidikan Sespimti Polri Dikreg ke-30, Sespimen Polri Dikreg ke-61, dan Sespimma Polri angkatan ke-66 di Lembang, Jawa Barat, Rabu (27/10/2021) lalu.
Ia melukiskan dengan tepat sekali mengenai aspek kinerja dan kualitas pemimpin Polri yang sesuai Presisi, lewat peribahas Ikan busuk mulai dari kepala. Kapolri pada kesempatan itu menyatakan siap memotong ‘kepala ikan yang tak mampu bersihkan ekor’ sebagai bentuk komitmen tegas untuk yang terbukti melakukan pelanggaran. Pernyataan potong kepala itu, jelas mengasosiasikan suatu filosofi bahwa bila pimpinannya bermasalah, masalah akan merembet dan berkaitan ke bawah.
Karena itu perlu ketegasan mengenai posisi mereka. Seorang pimpinan yang bermasalah menurutnya, tidak akan mampu menjadi teladan bagi jajarannya.Pemimpin seperti itu harus ditindak karena tidak memiliki kemampuan meneladani. Keteladanan adalah sesuatu yang harus diimplementasikan dan bukan sekadar teori. Keteladanan harus dijalankan dengan penuh sikap keihklasan. Hanya dengan sikap keikhlasan hasilnya akan memiliki nilai keikhlasan pula.
Segera sesudah dilontarkan, banyak dukungan dan apreasiasi yang datang dari berbagai pihak dengan komitmennya. Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyatakan bahwa pernyataan Jendral Sigit Listyo Prabowo telah menunjukkan usaha Polri menjadi tumpuan rakyat unntuk menjaga keamanan dan ketertiban “Peringatan tegas yang diberikan Bapak Kapolri patut kita apresiasi. Sebagai pengayom dan pelayan masyarakat, polisi harus berhati-hati dalam bersikap.
Rakyat menaruh harapan besar ke Polri,” kata Puan, Jumat (29/10/2021). Puan menilai pernyataan Kapolri sebagai komitmen menindak tegas oknum-oknum polisi yang terbukti melakukan pelanggaran. Dia pun sangat berharap agar komitmen ini juga diikuti seluruh jajaran Polri hingga tingkat terendah. “Sehingga tidak ada lagi warga masyarakat yang mendapatkan ketidakadilan dari oknum-oknum polisi yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik.”
Bagian konkrit soliditas Polri
Serangkaian pencopotan itu menunjukkan bahwa sanksi terhadap pemimpin yang membahayakan soliditas Polri memang diperlukan.”Ya ini tentunya sebagaimana komitmen dan pernyataan pak Kapolri soal ‘ikan busuk mulai dari kepala’, kalau pimpinannya bermasalah maka bawahannya akan bermasalah juga, serta semangat dari konsep Presisi. Komitmen ini jelas untuk melakukan perubahan dan perbaikan untuk menuju Polri yang jauh lebih baik lagi,” jelas Argo.
Tugas pokok menjaga keamanan, melayani dan mengayomi masyarakat perlu lingkungan dengan soliditas tinggi. Pencopotan itu upaya konkrit dan ketegasan menyikapi penyimpangan-penyimpangan oleh oknum personel Polri beberapa waktu belakangan ini. Proses evaluasi tampaknya berjalan demi upaya pembenahan diri. Hanya dengan ketegasan, maka pemantapan konsep Presisi (prediktif, responsibilitas dan transparansi dan berkeadilan) yang diusung Jenderl Sigit bisa memenuhi kemaksudannya.
Pesannya adalah, tidak ada kata kompromi atas suatu pelanggaran yang mengganggu atau memberi distraksi keseluruhan cita-cita Presisi. Berbagai kontroversi oleh oknum-oknumnya itu, telah mengganggu imej kepolisian. Pihak Polri berkepentingan untuk lebih mempromosikan prestasi-prestasi polisi baik yang jumlahnya lebih banyak, ketimbang kerja oknum-oknum yang hanya bertujuan mencari popularitas.
Polri yang solid adalah modal utama bagi perwujudan polisi Presisi. Solidasi adalah kata kunci upaya melanjutkan keberhasilan Reformasi Polri yang sudah dirintis selama ini. Setiap pejabat ditunjuk sebagai pemimpin, diharapkan mampu mewujudkan kinerja positif sesuai arahan Presisi. Pemimpin yang mengutamakan soliditas dituntut meningkatkan kerjasama dengan stakeholder demi peningkatan kemampuan pelayanan prima bagi masyarakat.
Kritik terhadap presisi
Soliditas internal di lingkungan Polri jelas tantangan yang harus dihadapi sebelum mereka dituntut untuk mampu menghadapi kejahatan konvensional yang dihadapinya. Karenanya, usaha ini perlu senantiasa dipupuk guna mengurangi friksi-friksi internal, sehingga situasi di tubuh Polri lebih kondusif dan dilandasi aspek kekompakan.
Jajaran Polri dituntut paham dan mampu menggunakan pedoman tugas, wewenang dan tanggungjawab (TWY) selaku anggota Korps Bhayangkara untuk memberikan pengayoman, perlindungan dan pelayaan terhadap masyarakat serta penegakan hukum dan pemeliharaan keamaan dan ketertiban masyarakat. Meskipun tampaknya ideal, penerapan konseo Presisi yang sungguh-sungguh adalah sesuatu yang menantang dan juga kompleks. Ini antara lain ditunjukkan dengan masih banyaknya jumlah polisi nakal yang kerap melakukan pelanggaran. Sementara janji untuk memberi sanksi yang adil bagi semua pelanggaran masih harus benar-benar ditingkatkan dari sekadar wacana.
Harus diakui mereka yang melakukan pelanggaran seringkali memang tidak menyadari perilaku mereka. Selain menjadi sorotan dan mudah diketahui masyarakat luas, perkembangan teknologi komunikasi yang sulit dikontrol makin membuat semua pelanggaran dapat terkuak tanpa disadari. Dari kasus-kasus di atas, tampak tidak saja mereka sendiri yang melakukan tindakan-tindakan bodoh, tapi juga seringkali dilakukan oleh orang dekat mereka yang dituntut memiliki kualitas yang sama. Misalnya kasus di medsos dari istri mantan Kapolres. Tampaknya sudah waktunya jajaran kepolisian kembali diinsyafkan mengenai batasan antara kehidupan privat mereka dan ketokohan mereka di ruang publik karena pekerjaan sebagai aparat hukum senantiasa disorot dengan ekspektasi yang tinggi.
Dengan kata lain, untuk menjadi polisi yang profesional, modern, terpercaya dan dapat diandalkan, tidak hanya bisa mengharapkan dari usaha mereka sendiri, namun juga harus dimulai sejak masa perekrutan, pelatihan-pelatihan tambahan dan keteladanan yang sungguh dicerminkan dalam budaya kepolisian Indonsia yang disesuaikan dengan kondisi sekarang ini. Ini antara lain untuk menjawab harapan dari anggota Kompolnas di atas. Selain itu, banyak hal yang harus dibenahi untuk konsistensinya. Misalnya, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) no 10/2017, dijelaskan anggota kepolisian dan keluarga harus dapat menghindari gaya hidup mewah karena bila tidak akan ada konsekuensi bagi anggotanya.
Dalam kenyataannya, tidak semua anggota kepolisian yang menunjukkan gaya hidup mewah seperti dalam kasus di atas yang mendapat sanksi. Mereka hanya menjadi kasus ketika menjadi viral karena media sosial, sementara gaya hidup hedonisme di kalangan oknum pejabat kepolisian sudah menjadi rahasia umum. Dalam hal ini, banyak suara-suara yang menginginkan adalah suatu konsistensi sanksi untuk persoalan yang sama.
Juga perihal perintah untuk hati-hati dan waspada kepada anggota kepolisian dalam penggunaan sarana media sosial, masih perlu penjabaran lebih lanjut mengenai bagaimana menggunakan media sosial yang amat dan efektif serta tidak merugikan citra dari institusi yang selalu dijaga. Di luar negeri, berbagai pelatihan-pelatihan menggunakan penggunaan teknologi di lingkungan jajaran kepolisian seringkali diadakan untuk meng-update perkembangan teknologi dan bagaimana mengantisipasinya.
Peran Divisi Propam
Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri menampung berbagai laporan pelanggaran oleh angota Polri serta melakukan proses penaganannya. Meskipun demikian, masih banyak persoalan pelanggaran tidak masuk atau dilaporkan dan baru diketahui oleh pihak ketiga misalnya lewat konten viral media social. Propam tampaknya masih harus terus meningkatkan kinerjanya menjadi lembaga yang tegas dan disegani dan tidak lagi ragu-ragu menindak personel polisi yang terduga melanggar aturan. Kerja Propam tidah hanya harus memfokuskan pada pengawasan kinerja internal, tapi juga harus menggandeng insitusi internal semacam Komnas Ham demi kepastian bahwa kepolisian telah bekerja sesuai koridor hukum yang berlaku.
Menurut Ridwan Basri Daeng Manakku, Direktur Eksekutif Celebes Intelectual Law konsep prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan (PRESISI) kepolisian masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini diukur dengan melihat kritikan dan sorotan yang masuk dari masyarakat sebagai barometer. Isi kritikan dan sorotan itu pun amat beragam, menunjukkan betapa masalahnya meluas, misalnya akhir-akhir ini mengenai soal dugaan rudapaksa, kekerasan, kasus pemerkosaan oknum Kapolsek, polisi membanting mahasiswa sampai pingsan, premanisme dan narkoba serta masih banyak lagi. Banyak pihak juga menilai pemahaman konsep Presisi Polri adalah kunci. Namun tampaknya ia masih harus dijabarkan dan diinsyafi jajaran kepolisian. Bila tidak, pelanggaran-pelanggaran oknum polisi selama ini, bahkan yang dilakukan pemimpin suli untuk diminimalisir. Lirik Polri Presisi terdengar ideal dan bersemangat tinggi:
“Kami Polri Presisi setia melayani masyarakat Indonesia, selalu berinovasi memajukan teknologi kepolisian modern demi bakti pada negeri darah setiaku untuk Indonesia: Prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan setia berbakti bakti untuk negeri. Polri Presisi Polri Presisi wujud dari aspirasi harapan masyarakat semua terhadap kami. Kami Bhayangkara melangkah dengan pasti wujudkan harapan bakti setia kami pada negeri Polri Presisi untuk Indonesia”.
Namun menurut sosiolog Dr. Lina Nope dari University of Newcastle, alih-alih mengutamakan keadilan dan penegakan hukum, berbagai kasus selama ini masih berpusat pada persoalan arogansi yang dilakukan oknum polisi yang justru bertentangan dengan konsep presisi. Ini jelas ironis membandingkan dengan pernyataan kepemimpinan Polri ideal dan diinginkan. Artinya, sloganisme masih harus dikikis dengan reformasi mental dan budaya yang hidup di dalam institusi kepolisian di Indonesia.
Selama ini Propam Polri tampaknya sudah menerapkan berbagai strategi preemtif dan preventif untuk mencegah pelanggaran anggota Polri. “Upaya pencegahan dan mitigasi pelanggaran anggota seperti upaya preemtif berupa penguatan soliditas internal, membangun kapasitas, uji kompetensi, dan sharing problem/knowledge/experience. Sedangkan upaya preventif berupa perhatian dari pimpinan, SOP, dan prosedur, validasi status, mutasi karena diskresi pimpinan, dan sistem pengambilan keputusan,” kata KadivPropam Irjen Ferdy Sambo
Tingkat pelanggaran anggota Polri menurun bila ada upaya pengawasan maksimal. Propam juga sudah bekerja sama dengan POM TNI, Kompolnas, Ombudsman, Komnas HAM, dan akademisi untuk memperkuat komunikasi, koordinasi kegiatan, kolaborasi kegiatan terpadu dan pelayanan terintegrasi.
Penguatan fungsi pengawasan oleh Propam telah dilakukan melalui penataan regulasi di lingkungan Propam Polri, peningkatan pelayanan pengaduan terintegrasi dan berbasis TIK, penguatan keberadaan fungsi Propam pada tempat rawan pelanggaran, peningkatan kegiatan operasi bersih, optimalisasi program whistle blowing system (WBS), patroli Siber Propam, percepatan penanganan kasus menonjol, penguatan sistem pengendalian berbasis TIK, penataan sarana-prasarana pendukung, dan peningkatan kompetensi SDM fungsi Propam. “Aplikasi Propam Presisi sebagai media pengaduan yang dapat diakses seluruh lapisan masyarakat, sistem pengawasan dalam genggaman,” demikian kata Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Meskipun masih ada pelanggaran di sana-sini, menurutnya ada kecenderungan bahwa anggota polisi yang melakukannya jumlah menurun dibandingkan tahun 2020 lalu, sesuai data terakhir sampai periode Oktober 2021.”
Harapan
Komitmen Polri menuju institusi yang prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan jelas sudah mendapat dukungan luas dari masyarakat. Seperti halnya TNI, tugas dan tantangan Polri ke depannya diakui akan semakin berat. Menyangkut persoalan sinergitas, kedua institusi ini masih perlu mengukatkan demi soliditasnya. Hal ini diperlukan guna menghadapi segala macam tantangan dan ancaman bersama, tidak saja di lingkungan Polri tapi juga bersama-sama dengan TNI sebagaimana sudah diketengahkan selama ini.
Soliditas personel TNI dan Polri harus dipupuk sejak dini sebagai kata kunci bagi kesuksesan dalam menghadapi berbagai ancaman terhadap NKRI. Dengan soliditas yang tinggi antar-lembaga, Polri diyakini dapat lebih banyak melindungi rakyat. Persoalannya sekarang adalah mengenai transparansi pelaksanaan yang menjamin keamanan untuk mendukung program pembangunan nasional. Masih banyak kerja besar bersama yang harus dilakukan sebagai bagian dari pembenahan yang terus menerus guna meningkatkan profesionalitas kepolisian. Soliditas di kalangan Polri jelas merupakan aspek sentral yang harus dikuatkan lebih dahulu. (Isk – dari berbagai sumber)