Tidak adanya penilaian yang seragam mengenai kinerja Kapolri selama100 hari masa kerjanya tersebut. Penilaian tergantung siapa yang menilai dan dalam konteks apa. Suatu evaluasi dan penilaian seksama sesungguhnya dapat dilakukan untuk menghasilkan penilaian yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.
Namun yang jelas, adanya kritik dan harapan besar dari masyarakat menunjukkan bahwa kehadiran Polri demikian penting di masyarakat untuk memberikan kepastian hukum bagi semua rakyat Indonesia.
Jakarta 12 Mei 2021. Tanggal 9 Mei 2021 yang lalu, genap sudah 100 hari Jenderal Listyo Sigit Prabowo menduduki jabatannya sebagai Kapolri, yang rerhitung sejak ia dilantik secara resmi pada 27 Januari 2021. Saat menjalani fit and proper test calon Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah dengan berani melontarkan suatu jargon baru yang kemudian dikenal sebagai Presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi dan berkeadilan) yakni suatu kebijakan yang akan direalisasikannya bila terpilih menjadi Kapolri menggantikan Idham Azis.
Jenderal Listyo berjanji akan menerjemahkan presisi sebagai suatu langkah trobosan alternatif guna meningkatkan kinerja kepolisian RI setinggi-tingginya. Ia akan mematahkan mitos yang selama ini berlaku bahwa hukum di Indonesia lebih tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Ia juga akan memastikan bahwa penindakan hukum akan memiliki spirit akan transparansi keadilan. Khusus dalam usaha meningkatkan pelayanan masyarakat, penggunaan teknologi akan dimaksimalkan dan dioptimalkannya lewat 3 agenda aplikasi yakni e –dumas (Elektronik Pengaduan Masyarakat) yang membuka pintu bagi masyarakat melaporkan penyalahgunaan-penyalahgunaan wewenang anggota Polri.
“Dumas Presisi” diciptakan untuk mewujudkan transparansi dan handling complain bagi masyarakat luas. Aplikasi ini membentuk sistem pengawasan oleh masyarakat dengan cepat, mudah, dan terukur. Kesemuanya dijalankan dengan semangat Presisi (Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan). Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono menjelaskan, peluncuran aplikasi tersebut menjadi bagian dari program 100 hari kerja Kapolri, sebagai komitmen Polri dalam rangka menghadirkan pelayanan kepolisian yang semakin modern, prima, dan menjawab kebutuhan masyarakat sesuai perubahan dan perkembangan sosial dan budaya.
“Peluncuran aplikasi tersebut memberikan alternatif bagi masyarakat yang sudah semakin akrab dengan dunia digital dan sangat menekankan pada kecepatan dan kemudahan mendapatkan pelayanan,” jelas Argo (8/5/2021). Argo menjelaskan pula bahwa peluncurkan aplikasi tersebut merupakan bagian dari 16 program prioritas Kapolri tentang penataan kelembagaan. Perubahan sistem dan metode organisasi, menjadikan SDM Polri yang unggul di era police 4.0. Kemudian pemantapan kinerja pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta penguatan fungsi pengawasan. “Pada prinsipnya Polri akan lebih siap menerima kritik. Bagaimana Polri ke depan bisa menjadi Polri yang adil, Polri yang jujur, Polri yang siap untuk dikritik dan Polri yang transparan,” tutur Argo.
Penilaian Positif Prestasi 100 hari
Sejak programJenderal Listyo diluncurkan, berbagai sokongan dan dukungan mengalir dari anggota DPR, tokoh masyarakat, pemuda, jurnalis dan sebagainya. Upaya Listyo langsung membentuk Posko Polri Presisi yang dikomandoi Brigjen Slamet Uliandi di hari ke-33 misalnya, tampak mendapat banyak sambutan positif. Posko ini bertugas untuk menjamin program-program yang dicanangkan oleh Kapolri.
Posko ini juga bertanggung jawab untuk memastikan agar program 100 Hari Kerja selesai dengan tepat waktu. Politikus Hinca Pandjaitan XIII menyatakan, “Saya pribadi telah menyaksikan langsung betapa canggihnya sistem yang dibangun oleh Posko Polri Presisi untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh,”
Ahmad Latupono, Ketua Umum PB HMI menyatakan, “Kami mendukung penuh beberapa program yang menjadi tugas utama kapolri Jenderal Listyo Sigit, terkhusus menyoal 16 rumusan prioritas yang menjadi tugas kapolri saat ini, dan kami sangat menantikan kinerja baik institusi Polri,”. Selain memberikan dukungan terhadap program unggulan Kapolri, Ahmad pun berharap polri dapat mengembalikan trend positif dan citra baiknya di tengah anggapan miring masyarakat saat ini terhadap aparat kepolisian. “Kami pun berharap institusi polri saat ini bisa kembali membawa trend positif, dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian,” jelasnya. Menilai kinerja selama 100 hari yang terukur jelas dan akurat adalah sulit.
Hinca Pandjaitan XIII menyebutkan bahwa 100 hari itu merupakan waktu yang sempit untuk menilai secara utuh kinerja suatu kepemimpinan. Tetapi lebih dari cukup untuk melihat kapasitas seorang pemimpin dalam membawa perubahan. Menurutnya, Polri di bawah komando Listyo telah meletakkan pondasi awal dalam membangun institusi Polri yang modern. Semakin modern lembaga kepolisian, semakin sedikit pula kecenderungan bagi para personil polisi untuk melakukan penyelewengan. “Karena semakin modern lembaga polisi artinya semakin terbuka pula ruang publik untuk memberikan masukan. Saya berharap kecenderungan baik ini diteruskan agar citra Polri semakin baik dan kinerja penegakan hukum semakin efektif. Bravo Polri!” jelasnya.
Ketua Umum GMKI, Jefri Gultom juga menilai bahwa tidaklah mungkin menilai itu dalam waktu 100 hari saja, karena masalahnya menyangkut luasnya cakupan wilayah geografis dan kompleksitas masalah ang beragam, lebih-lebih dengan adanya situasi pandemi Covid-19. Namun beberapa pihak tidak ragu-ragu memberi penilaiannya yang amat positif dalam waktu yang singkat tersebut. Direktur Al Mentra Institute, Karman BM menilai bahwa langkah-langkah taktis dan tidak sekadar berwacana benar-benar ditunjukan Kapolri Listyo dalam 100 hari kinerjanya. “Kita patut apresiasi pencapaian yang sudah terlihat dalam 100 hari kinerja Kapolri. Jenderal Listyo sudah menampilkan gebrakan-gebrakan yang luar biasa,” jelasnya (10/5/2021).
Optimalisasi penggunaan teknologi dalam pelayanan Polri melalui virtual police merupakan menurutnya sesuatu hal kreatif dan sangat inovatif. “Setidaknya virtual police telah memberikan peringatan atau teguran kepada 419 konten di media sosial yang dinilai melakukan pelanggaran UU ITE. Ini juga mereduksi kasus-kasus ITE dan memberikan edukasi ke publik,” jelasnya. Dengan optimalisasi, potensi dan penerapan teknologi baru bagi pelayanan masyarakat, aplikasi, ada usaha untuk peningkatan kinerja Polri agar lebih profesional. Adanya aplikasi memperpanjang SIM sangat membantu dan sangat adaptif terhadap situasi yang masih dalam suaasana pandemi Covid-19. Ketua Bidang Keorganisasian Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (DPP-PGK) Karman BM menyatakan bahwa pemanfaatan teknologi tidak hanya dilakukan dalam virtual police, namun juga dalam pelayanan masyarakat, seperti peluncuran sim online, tilang online, hingga pengaduan online.“Ini menunjukkan Polri yang transformatif dan adaptif terhadap perkembangan zaman,” jelasnya.
Bagi tokoh pemuda Jefri Gultom Kinerja 100 hari Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo cukup baik. Menurutnya Listyo berhasil mendorong transformasi Polri menuju Presisi atau Prediktif, responsibilitas, transparan, dan berkeadilan. Sejumlah gebrakan Jenderal Listyo mengoptimalisasiman pemanfaatan teknologi, dan upaya-upaya humanis telah mendorong restorative justice menjadi salah satu keberhasilannya. Dalam 100 hari kepemimpinannya, ia telah menunjukkan transformasi kepolisian yang lebih maju dan modern dengan memaksimalkan penggunaan teknologi.
Menurut anggota Komisi II DPR RI Eva Yuliana (9/5/21) upaya Kapolri Mengedepankan fungsi polsek sebagai pemelihara kamtibmas, adalah salah satu bukti prestasinya. Di bawah arahannya, polsek tidak lagi berperan sebagai polisi yang melakukan penindakan hukum namun ujung tombak dalam pelayanan dan pemberi rasa aman kepada masyarakat. Kepolisian sektor juga mendorong konsep dialog melalui pendekatan budaya bagi Polsek menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat, bersamaan dengan pembukaan taman baca untuk masyarakat di Polsek-Polsek terkait. Ketua Umum Pengurus Besar Inisiator Perjuangan Ide Rakyat (PB INSPIRA), Rizqi Fathul Hakim juga menilai prestasi hebat Jenderal Listyo secara khusus lewat prestasi kepolisian dalam menangani jaringan narkoba terbesar sepanjang sejarah Polri (11/5/2021).Rizqi kagum dengan kemampuan Polri menekan laju peredaran narkoba dengan keberhasilan pengungkapan penyelundupan 2,5 ton narkoba jenis sabu senilai 1,2 triliun pada 10 April dan 15 April 2021.
Bidang lain dari prestasi dilihat dari kerjasama yang membaik antara Polri dan TNI. Banyak pihak yang mengapresiasi langkah Kapolri yang dengan sikap responsive terhadap peristiwa bencana yang terjadi melalui peningkatan sinergisitas dan soliditas TNI-Polri, serta bekerja sama dengan kementerian/lembaga untuk mendukung dan mengawal program pemerintah. Membaca komentar-komentar Netizen di media massa, prestasi lain yang menonjol dan dibicarakan adalah pendekatan kapolri baru adalah di bidang penanganan teroris. “Paling keren … tampak cepat bergerak sehingga teroris dapat cepat tertangkap dan perayaan Paskah umat Kristiani bisa berjalan aman.” Demikian tulis seorang pengguna twitter. Dalam masa pandemi Covid-19 ini, kata dia, sejumlah program Polri telah berhasil menekan dan mencegah penyebaran Covid-19, sekaligus menjaga perekonomian masyarakat tetap berjalan.
Kebijakan-kebijakan humanis Polri saat ini, menurutnya, menjadi salah satu point keberhasilan Kapolri Listyo, termasuk dalam upayana mengatur kebijakan mudik Lebaran tahun ini. “Di sini kita bisa melihat, ada ketegasan-ketegasan namun dengan pendekatan yang tetap humanis. Kita berharap Polri ke depan benar-benar berhasil menjadi Polri yang Presisi,” tuturnya. Salah satu indikator yang menunjukkan prestasi positif adalah kepuasan dari masyarakat yag diayomi oleh Kepolisian. Survey Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (LEMKAPI) membuktikan bahwa 84,2 persen masyarakat Indonesia dinilai merasa puas dengan program kerja 100 hari kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo. Angka ini tampak naik dibandingkan hasil survei tahun 2020 yang hanya menunjukan 82,9 persen ,” kata anggota Komisi III DPR RI Moh Rano Alfatch (9/5/2021).
Kritikan
Di samping kinerja Kapolri dianggap positif dan penuh dengan inovasi dan terobosan maupun hasilnya yang telah menampakkan diri, tidak sedikit pula yang menilai bahwa prestasi itu belum ada, atau masih terlalu dini untuk dinilai. Rangkuman beberapa komentar netizen di media sosial menyatakan Jenderal Listyo dan Idham Aziz sebenarnya sama saja, karena Kapolri baru tidak memiliki perestasi yang lebih menonjol.
“Apalagi ada kasus dimana anggota polisi yang di -KPK, polisi yang terbukti menjadi pemasok senjata ke KKB di Papua maupun masih banyaknya kasus-kasus yang melibatkan polisi nakal seperti yang sudah-sudah”. Demikian tulis seorang pengguna twitter. Seorang netizen lain, masih soal kritikan, menulis bahwa janji Kapolri membuat Divisi Humas Polri lebih humanis dan presisi masih belum terbukti sesudah 100 hari Listyo menjadi Kapolri. Ketika Sri Yanti seorang aktivis perempuan yang tinggal di kota Sorong Papua Barat ditanyai kesannya mengenai Kapolri yang baru, ia juga ikut mengkritik. Pertama, ia masih merasakan bahwa Kapolri masih kurang memikirkan daerah. Apalagi tersangkut dengan Papua yang selalu identik dengan kasus-kasus KKB.
Yang kedua ia menganggap bahwa Kapolri baru seharusnya mulai memperhatikan lebih serius persoalan-persoalan menyangkut jender dan wanita di daerah selama ini. Tingginya kasus-kasus KDKRT seperti di daerah tidak dibarengin dengan proses-proses penanganansecara hukum. Isu perempuan tampaknya perlu mendapat perhatian Kapolri sesudah meninggalkan masa 100 harinya. Pertanyaannya adalah bagaimana juga berusaha memajukan polisi wanita ke depannya. Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, mengatakan bahwa kinerja Polisi Wanita (Polwan) dalam berkiprah di Korps Bhayangkara memang masih perlu diperhatikan.
“Kami berharap kebijakan Kapolri ke depan juga akan bisa memberikan perhatian lebih kepada Polwan. Perbanyak posisi strategis untuk Polwan, termasuk kemungkinan Polwan menjabat sebagai Kapolda dan menambah banyak Jendral perempuan,” kata Poengky kepada pewarta Berita HUKUM (9/5). Peran Polwan terutama dalam membantu penanganan-penanganan masalah jender dan sosial terbukti sangat signifikan demi terciptanya Polri yang semakin dicintai masyarakat, seperti yang telah ditunjukan insitutusi kepolisina kelas dunia di negara lainnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai
bahwa selama 100 hari kepemimpinannya, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit tidak melakukan perubahan signifikan dalam perbaikan kinerja institusi Korps Bhayangkara. Menurut koordinator Kontras, Fatia Maudiliyanti, program Kapolri di era police 4.0 pada virtual police justru menjadi alat represi baru di dunia digital. “Operasi virtual police justru bersifat menindak dan mengatur ekspresi warga negara. Padahal penindakan seharusnya dilakukan kepada mereka yang melakukan tindakan kriminal lewat media sosial,” jelasnya pada 6 April 2021. Dalam program pemantapan kinerja kamtibmas, Kapolri dinilai justru melakukan simplifikasi dengan penjagaan pada program investasi negara yang tidak memerhatikan dampaknya ke masyarakat.
Pada program dukungan penanganan COVID-19, Kepolisian dirasa sangat diskriminatif dalam penanganan kerumunan. Penanganan COVID-19 jadi dalih penangkapan sewenang-wenang dan pembubaran aksi massa. Tapi, sikap polisi berbeda terhadap kerumunan kedatangan Presiden Jokowi. Polisi tidak menindaklanjuti dan menerapkan sanksi atas kejadian tersebut. Dalam program penguatan fungsi pengawasan justru tidak tercermin karena carut marutnya penegakan etik kepolisian. Jenis pelanggaran baik itu disiplin, etik dan pidana terus mengalami kenaikkan. Belum sampai 4 bulan, sudah ada sebanyak 536 pelanggaran disiplin, 279 pelanggaran KEPP, dan 147 pelanggaran pidana,” jelasnya.
“Selama 100 hari kepemimpinan Jenderal Listyo, kondisi penegakan hukum dan HAM kepolisian tak kunjung membaik. Kami melihat praktik-praktik tersebut semakin masif dilakukan, baik di ruang publik maupun digital. Hal ini kami khawatirkan sebagai pola yang akan terus kembali terjadi sepanjang kepemimpinan Jenderal Listyo Sigit selama beberapa tahun ke depan,” ujarnya.
Harapan ke depan
Dapatlah disimpulkan tidak adanya penilaian yang seragam mengenai kinerja Kapolri selama100 hari masa kerjanya tersebut. Penilaian tergantung siapa yang menilai dan dalam konteks apa. Suatu evaluasi dan penilaian seksama sesungguhnya dapat dilakukan untuk menghasilkan penilaian yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun yang jelas, adanya kritik dan harapan besar dari masyarakat menunjukkan bahwa kehadiran Polri demikian penting di masyarakat untuk memberikan kepastian hukum bagi semua rakyat Indonesia. Sebagian orang menyatakan bahwa “secara umum prestasi sudah cukup baik, namun perlu lebih tegas lagi. Usahakan jangan terjebak pada isu-isu agama.”
Tokoh GMKI Jefri Gultom amat menaruh harapan kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan keluarga besar Polri agar menjalankan tugas dan tanggung jawab sejarah dengan baik ke depannya. Menurutnya penanganan Covid-19 selama ini telah dijadikan dalih bagi penangkapan sewenang-wenang dan pembubaran aksi massa di beberapa wilayah, integrasi sistem pelayanan terpadu masih belum steril dari pungutan liar, terutama di tingkat menengah ke bawah. Dalam masalah terorisme dan tantangan disintegrasi nasional, pihaknya berharap agar Polri melakukan pendekatan humanis dalam proses pencegahan tidak hanya mengandalkan penindakan. Deradikalisasi dan sosialisasi mengenai wawasan kebangsaan harus lebih mengedepankan pendekatan berbasis budaya lokal dengan mengajak masyarakat ikut terlibat dan berpartisipasi memperkuat pemahaman mengenai Pancasila. Isu-isu lain adalah dalam hal kerja sama dan kolaborasi intensif dengan organisasi, LSM, institusi agama, tokoh-tokoh bangsa, sikap independensi Polri dan kasus Ham termasuk di Papua yang hangat baru-baru ini.
Prestasi konteks dunia?
Patutlah digarisbahawi lagi bahwa Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam 100 hari pertama masa jabatannya berkiprah dalam suasana pandemi Covid-19 yang menyulitkan itu. Karenanya, tidaklah mengherankan ada banyak catatatan, apreasiasi dan komentar beragam, yang antara lain menunjukkan harapan di tengah-tengah sulitnya kehidupan karena pandemi Covid-19. Semua sendi-sendi kehidupan tidak berjalan normal sehingga yang sudah akut menjadi lebih kompleks lagi, termasuk soal meningkatnya persoalan sosial, gender, kemiskinan dan sebagainya di mana-mana termasuk di Indonesia. Seperti juga tugas-tugas penegakan hukum di tempat lainnya, begitu banyak tantangan dan halangan korps kepolisian agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, ideal dan tepat sasaran. Suatu terobosan pendekatan dan kebijakan menjadi tuntutan bagi para kepala kepolisian.
Institusi Polri di bawah Jenderal Listyo tampaknya tidak hanya melakukan inovasi atas kebijakannya tetapi juga mengembangkan pola pendekatan dan komunikasi publik lewat penguatan literasi digital, serta sosialisasi kebijakan yang diharapkan tepat sasaran. Sulit mengukur keberhasilan dari kebijakan yang baru diaplikasikan dalam waktu 3 bulan. Namnu sangat diharapkan dengan makin diberlakukanya TLE (Elektronik Traffic Law Enforcement) di beberapa provinsi, pungli di jalan pun bisa diminimalisir. Dengan makin diterapkannya tilang secara online yang lebih melus layanan bisa transparan dan akuntabel; dengan semakin mengedepankan restorative justice, pelanggaran-pelanggaran minor dan penerbitan pedoman mekanisme penanganan kasus berkaitan dengan UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) dapat makin terlaksana dengan prima.
Harus diakui bahwa unsur inovasi dan terobosan ide-ide harus dihargai sebagai awal dari prestasi yang baik. Meskipun sesungguhnya penggunaan teknologi dalam pelayanan pemolisian sudah menjadi sesuatu yang mengglobal. Namun demikian, gebrakan Kapolri untuk segera memulainya patut dicatat sebagai penting di sini. Dengan penerapan hukum yang jelas dan penerapan restorative justice telah menunjukkan upaya untuk penanganan dan penindakan hukum yang lebih humanis dan terukur.
Di Australia, ukuran yang paling pas untuk melihat prestasi dari kepolisian dan kepemimpinan kepalanya tak lain adalah bagaimana mereka dapat secara tepat, tegas dan terukur langkah-langkahnya mengatasi persoalan Covid-19 di atas semua persoalan-persoalan penegakan hukum dan ketertiban masyarakatnya pada umumnya. Bila persoalan covid dapat tertangani dengan baik, secara otomatis semua persoalan lain dapat dikelola dengan baik. Keberhasilan Australia sebagai salah sebuah negara yang kemudian diakui tersuksses dalam mengatasi persoalan pandemi Covid-19 antara lain adalah dikontribusikan oleh sikap kepolisiannya yang tegas, konsisten, terukur selama ini dalam melakukan pendampingan terhadap negaranya.
Dalam konteks ini tampaknya prestasi Kapolri Listyo cukup cemerlang, terutama bagaimana mengoperasikan kepolisian dalam konteks Covid-19 yang membutuhkan kepemimpinan yang tegas, cepat tanggap dan profesional dan mengayomi. Dunia internasional juga selalu memonitor gerak gerik kaum penegak hukum di Indonesia utamanya persoalan-persoalan yang berkaitan dengan HAM. Tantangan utama Polri dan Kapolri sesudah 100 hari ke depan adalah bagaimana mulai memfokuskan dan menyeimbangkan penyelesaian antara persoalan-persoalan dalam negeri yang lebih terkontrol dengan menjadi reputasi Indonesia di luar negeri utamanya yang menyangkut persoalan-persoalan KKB, terorisme dan HAM yang menjadi sorotan utama mereka. (ISK – dari beberapa sumber)