Tawuran antar warga di wilayah Jakarta seakan tak pernah sirna. Selalu saja terjadi meski waktunya acak. Namun di awal bulan Ramadan umumnya dapat terjadi seperti tawuran antar warga di Johar Baru, Jakarta Pusat beberapa hari lalu. Bahkan sekarang ini tawuran dimulai dari saling ejek di media sosial. Padahal polisi acapkali melakukan tindakan pencegahan seperti patroli di jalanan, patroli di dunia maya, hingga mengadakan pertemuan antar warga. Namun masalah ini tak kunjung usai. Jadi, akar permasalahan sesungguhnya apa? Apa kata pakar masalah sosial? Bagaimana solusinya?
Jakarta, 22 Desember 2021 – Polda Metro Jaya, Kodam Jaya dan Pemprov DKI melakukan kegiatan patroli gabungan untuk mencegah aksi tawuran, termasuk mengantisipasi terjadinya kerumunan sebagai bagian memutus mata rantai penyebaran Covid-19, selama bulan Ramadan, di Jakarta. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Yusri Yunus mengatakan, tim preventif strike gabungan TNI-Polri dan Pemprov menggelar patroli bersama setiap hari di Jakarta dan sekitarnya.”Tujuannya adalah bagaimana bisa memutus mata rantai, ditambah lagi Operasi Keselamatan yang digelar tanggal 12 hingga 25 April. Apa yang kita lakukan? Pertama adalah Kamseltibcarlantas, kedua protokol kesehatan yang harus dipatuhi masyarakat, yang ketiga gabungan bersama-sama dengan TNI patroli preventif terhadap kemungkinan terjadinya, memang marak setiap puasa ini adalah tawuran,” ujar Yusri, Kamis (15/4/2021).
Menurut Yusri, para pelaku tawuran biasanya memancing kelompok lain untuk tawuran melalui media sosial. Polisi akan lakukan patroli bersama terus dan akan tindak tegas apapun yang sifatnya kerumunan apalagi tawuran. Polisi terus berpatroli di daerah rawan tawuran. Misalnya Jakarta Timur, Depok, Jakarta Selatan, maupun di tempat lain. Poisi akan melakukan patroli dengan skala lebih ketat lagi.Sebelumnya Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran meminta kepada seluruh jajarannya untuk mengantisipasi kegiatan sahur “on the road” pada bulan Ramadhan . “Tidak beberapa lama lagi akan datang bulan suci Ramadhan, tentu akan ada ancaman atau tantangan sahur ‘on the road’, mengingat saat ini dalam masa situasi pandemi, saya kira ini perlu kita diskusikan bersama bagaimana agar ini mampu kita antisipasi bersama dengan baik,” kata Fadil di Lapangan Presisi Ditlantas Polda Metro Jaya.
Fadil mengingatkan bahwa saat ini pandemi COVID-19 belum berakhir dan pemerintah masih memberlakukan kebijakan PPKM Mikro, yang salah satu poin utamanya adalah melarang masyarakat untuk berkerumun demi mencegah penyebaran virus COVID-19. Sedangkan kegiatan sahur “on the road” hampir bisa dipastikan akan menimbulkan kerumunan yang rentan memicu kemunculan klaster COVID-19. Terkait hal itu, Fadil meminta kepada seluruh jajarannya untuk segera mempersiapkan kebijakan dan solusi untuk mengatasi sahur “on the road’.
Memulai Tawuran dari Medsos
Selain membentuk tim khusus, polisi juga melakukan patroli siber untuk mengantisipasi atau mencegah terjadinya tawuran yang marak belakangan ini. Saat ini, modus pelaku tawuran adalah saling ejek dan janjian berkelahi secara massal di media sosial (medsos). Polda Metro Jaya akan meningkatkan patroli siber untuk mencegah tawuran di bulan Ramadan. Menurut Yusri Yunus mengatakan, saat ini aksi tawuran disebabkan oleh perdebatan ataupun perselisihan di media sosial. Itulah alasannya polisi tidak hanya meningkatkan patroli di titik rawan tawuran, namun juga meningkatkan patroli di ranah siber menggunakan polisi virtual.
Seperti yang diketahui, video aksi tawuran anak remaja di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan viral di media sosial. Dari kejadian ini, Yusri mengatakan ajakan tawuran tersebut berawal dari media sosial. Untuk itu, pihaknya akan lebih gencar dalam melakukan upaya preventif atau pencegahan agar aksi tawuran bisa dihindari. Bahkan pada tahun lalu, Kapolsek Palmerah Kompol Supriyanto menyebutkan tawuran yang melibatkan anak-anak SMP di Kota Bambu Utara disebabkan keinginan para pelaku agar bisa eksis di media sosial Instagram. Pelaku yang terlibat tawuran, menurut Supriyanto, merupakan anak-anak dari RW8 dan RW3 Kota Bambu Utara, Palmerah, Jakarta Barat. Supriyanto mengatakan, sebanyak 16 anak di bawah umur itu mengaku bangga, ketika video tawuran diviralkan oleh akun media sosial ternama. Tawuran tersebut dilakukan pada Sabtu (29/8/2020) dini hari, dan berlangsung selama lima menit.
Saat diperiksa, anak-anak tersebut berusia antara 12-14 tahun. Tawuran tersebut ditujukan untuk direkam dan diviralkan ke media sosial. Anak-anak tersebut sudah dipulangkan ke rumah orangtua masing-masing, lantaran masih di bawah umur. Kendati demikian, mayoritas dari anak-anak itu sudah tidak bersekolah sehingga tidak takut ketika diancam akan dilaporkan ke pihak sekolah. Selain itu, pihaknya masih mencari barang bukti berupa senjata tajam yang dipakai pelaku tawuran. Diduga senjata tajam mereka telah dibuang, ketika dikejar oleh aparat polisi. Supriyanto mengakui tawuran di Kota Bambu Utara sudah sering, dan membuat warga terbiasa. Dia mengaku tengah mencari solusi agar dapat meredam tawuran yang diinisiasi anak-anak labil itu. Namun pihak Polsek Palmerah butuh dukungan dari para orang tua pelaku tawuran dan tokoh masyarakat setempat agar tawuran tidak terus berulang.
Akar Permasalahan Tawuran Menurut Pakar
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Indonesia Imam B. Prasodjo menilai akar permasalahan tawuran antarwarga di wilayah Manggarai, Jakarta Selatan, dan sekitarnya sudah kompleks dan laten. Menurut Imam, kesadaran masyarakat muda di sana telah terbentuk dalam kondisi bermusuhan. Imam mengatakan, dirinya bersama satu tim pernah meneliti fenomena kekerasan di Manggarai dan sekitarnya pada 2015. Hasilnya, ujar Imam, jaringan aktor komunitas kekerasan di sana ada empat lapis, mulai dari tingkat SMP hingga geng-geng kampung. Pada lapisan pertama, kata Imam, ada pentolan dari anak-anak SMP. “Mereka yang sudah tersosialisasi untuk menjadi aktor utama dalam tawuran. Merekalah yang seringkali dalam tawuran itu paling aktif,” ucap Imam.
Lapisan kedua, para alumni SMP yang terbagi ke dalam dua bagian, yakni alumni yang melanjutkan sekolah dan yang tak melanjutkan sekolah. Di lapisan terakhir, ada geng-geng kampung. Menurut Imam, motif tawuran sulit disimpulkan. Kadang, kata Imam, pemicu kecil pun bisa menjadi motif utama tawuran. Menurutnya, mereka itu sudah dibangun kebanggaan identitas kelompoknya yang sudah mengkristal dan selalu memandang kelompok lain sebagai musuh. Itu sudah tersosialisasi. Alasan mereka berkumpul pun berbeda-beda. Mulai dari susana rumah yang tak kondusif, hingga kebutuhan untuk mencari perlindungan dari ancaman kelompok lain. Meski begitu, Imam optimistis masyarakat di sana masih dapat berubah. “Caranya, dibutuhkan ruang dan pembinaan rutin yang terus diawasi oleh pemerintah,” kata Imam. Imam mencoba metode ini pada dua geng di sana. Hasilnya, dua geng dinilai sudah bisa mengubah pola pikir menjadi agen perdamaian. Namun, Imam menyayangkan, dalam penelitian terakhir ia tidak dapat menjangkau semua geng. Alasannya, pendanaan dan waktu yang terbatas.
Penyebab Tawuran dan Solusinya
Berdasarkan data yang ada dpat diidentifikasi beberapa faktor penyebab terjadinya tawuran seperti kecemburuan sosial, merasa terejek atau diejek (saling menghina), memperebutkan wilayah kekuasaan, terpaksa karena situasi dan kondisi, arogansi kelompok (merasa kelompok tersebut lebih hebat dari kelomok lain), faktor senior (kekuasaan individu dalam kelompok), dan hura-hura atau iseng mengisi waktu kekosongan saat nongkrong.
Faktor-faktor penyebab terjadinya tawuranyang tersebut sudah diidentifikasi oleh berbgai pihak baik pakar masalah sosial, pemprop DKI, tokoh masyarakat, warga yang terlibat hingga kepolisian. Hal ini tentunya perlu beberapa komponen baik itu kelompok, organisasi masyarakat, tokoh ulama atau masyarakat, maupun pihak-pihak lainnya, dan pemprop membuat suatu Badan Legislasi yang khusus mengatasi hal ini, agar terkontrol lebih baik untuk para penerus bangsa ini. Untuk mencegahnya sebaiknya melakukan beberpa langkah sebagai berikut:
Baca Juga : Antisipasi Polri Hadapi Kerawanan Kejahatan Jelang Nataru
Perbanyak Silaturrahmi.
Bisa dikatakan poin ini adalah poin yang sangat berpengaruh pada setiap terjadinya tawuran, dimana ketika suatu kelompok maupun individu itu sendiri tidak mengenal anatar satu sama lain dan tidak ada ikatan yang erat maka akan terjadi sebuah kesalahpahaman antara kedua belah pihak yang ujung-ujungnya akan terjadi tawuran besar dengan melibatkan setiap individu dengan modal memprovokasi.
Saling berkunjung mengajak kerja sama atau membahas sesuatu yang positif, misal membuat acara yang sifatnya melibatkan sekloh-sekolah, perbanyak ektra kulikutes yang mewajibkan semua siswa mengikutinya (dalam konteks anak sekolah).”
Dalam konteks masyarakat, memerlukan adanya sebuah kegiatan-kegiatan positif lainnya. Seperti kegiatan Bakti Sosial, musyawarah dalam mengambil suatu tindakan, mengadakan kegiatan rutinitas pengajian yang bersifat silaturahmi.
Adanya Perwakilan Masyarakat yang Kuat.
Hal ini perlu dilakukan agar ketika adanya sebuah permasalahan maka delegasi itu lah yang memperkuat akan pengambilan kesimpulan masalah tersebut. Terlebih dalam membuat jera para pelaku tawuran itu sendiri dengan hukuman yang akan membuatnya jera dan enggan mengulanginya lagi dikemudian hari.
Mediasi untuk Membuka Komunikasi.
Hal ini sangat diperlukan karena tanpa mediasi jalur komunikasi yang bertikai takkan terjalin jalur perdamaian. Sebaiknyamediator adalah pihak yang netral, obyektik, dan dihormati oleh kedua belah pihak. Biasanya adalah tokoh masyarakat, perwakilan pemerintahan, hingga kepolisian.
Memperluas Pengetahuan Agama.
Konteks ini akan menjadikan pertimbangan bagi pelaku tawuran tersebut sebelum melakukan tawuran itu sendiri. Dimana ketika suatu kelompok ataupun individu akan berpikir secara rasional maupun religus dalam tindakannya yang mengakibatkan dia enggan untuk melakukan hal itu, tersebab dilarangnya oleh agama karena mempunyai banyak kemudharatan ketimbang manfaatnya sendiri.
Perbanyak Patroli Virtual di Medsos.
Kepolisian sebaiknya memperbanyak patroli virtual di media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, YouTube hingga grup-grup WA (WhatsApps) yang mencurigakan sebagai pemicu pecahnya tawurang. Karena sejak beberpa tahun terakhir uga telah diteukan bukti bahwa tawuran dimulai dari salaing ejek antara individu atau kelompok yang memicu pertikaian.
Menumbuhkan Karakter Bangsa yang Seutuhnya.
Kurangnya karakter bangsa pada masyarakat menjadikan pemicu terjadinya tawuran. Ketika suatu individu maupun masyarakat tidak memahami bagaimana karakter bangsa maka si pelaku tawuran tidak akan mempertimbangkan keputusannya untuk tindakannya. Sebab dia tidak memahami karakter bangsanya sendiri.
Jika hal ini diterapkan pada setiap individu maupun masyarakat, niscaya kedamaian dalam menjaga nilai kemerdekaan di tengah keberagaman akan sangat kuat. Karena karakter bangsa Indonesia adalah bangsa yang mencintai perdamaian tanpa kekerasan.
Solusi Menanggulangi Tawuran
Karena tawuran itu sendiri sudah bisa dikatakan sebagai budaya yang menjadikan perubahan kepada hal negatif. Maka hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja oleh negara maupun warga yang masih peduli terhadap anti kekerasan dan mencintai perdamaian.
Beberapa solusi sebagai cara menanggulangi tawuran itu sendiri, sebagai berikut:
Memberikan Efek Jera. Bisa dikatakan dalam poin ini akan sedikit keras dan memaksa maupun mempermalukan pelaku tawuran tersebut. Tapi itu tidak ada salanya untuk memebrikan efek jera kepada si pelaku agar dia merasa enggan untuk mengulanginya kembali perbuatannya dikemudian hari.
Memberikan Penyuluhan Secara Efektif. Penyuluhan terkadang terabaikan oleh segelintir para petugas keamanan yang mengamankan dan menagkap para pelaku tawuran. Mereka hanya memebrikan penyuluhan kepada pelaku di kala pelaku menjadi tersangka dalam tawuran itu saja, namun selepas itu maka dia akan dibebaskan dan hanya diberikan beberapa penyuluhan yang hanya beberapa menit saja.
Tentunya hal ini bukalah menjadi sebuah penyuluhan yang efektif untuk menyadarkan para pelaku. Semestinya para aparat dalam memeberikan penyuluhan tersebut mencoba menumbuhkan kesadaran dalam jangka yang bisa dikatakan lama, agar dia sadar akan apa yang dialakuakannya itu tidak benar dan merugiakan banyak orang disekelilingnya.
Menyediakan Ruang Positif. Ruang ini lah yang menjadi penampung mereka sebagai mantan pencinta tawuran. Dalam fasilitas ini akan mengembangkan potensi pada diri mereka yang matanya telah tertutup gelap oleh gemerlap dunia tawuran. Seperti; Adanya fasilitas atau lembagai yang menyediakan atau menampung para mantan pecinta tawuran, dengan menggali potensi dalam dirinya dan meng implementasikannya pada masyarakat luas agar bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Memberikan Pemahaman tentang HAM (Hak Asasi Manusia) terhadap Remaja. Tawuran sebagai bentuk konflik salah satu akar penyebabnya adalah pemahaman HAM yang kurang di kalangan remaja. Pemahaman HAM, perlu ditanamkan kepada remaja agar mereka menyadari adanya jaminan perlindungan hak-hak setiap warga negara oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan.
Pemahaman HAM yang baik adalah satu cara mencegah agar konflik tidak berujung pada kekerasan. Kuncinya adalah mendengar apa aspirasi pihak lain. Dengan modal “mendengar” itu, maka remaja bisa berperan menjadi mediator atau bahkan juru damai agar tidak terjadi tawuran.
Itulah beberapa diantaranya yang bisa dilakukan dalam mencegah dan solusi menanggulangi tawuran. Sehingga beberapa masukan diatas dapat menjadi masukan yang berharga bagi berbagai pihak yang terlibat tawuran. Terutama pihak yang berwenang seperti kepolisian dan pemprop DKI Jakarta. (EKS/berbagai sumber)