Untuk mengatasi banyaknya pelanggaran kecepatan lalu lintas yang masih sering terjadi di jalan, Korlantas Polri akan memasang alat audit kecepatan untuk meningkatkan keselamatan berkendara bagi masyarakat. Apa dan bagaimana penerapan serta manfaatnya ?
Jakarta. 25/2/2/2021. Audit kecepatan berguna untuk mengetahui pola dan algoritma perilaku pengemudi. Alat ini akan membantu Korlantas Polri dalam mengambil kebijakan troublespot, atau daerah yang memiliki masalah perlambatan juga kemacetan, serta blackspot atau daerah rawan kecelakaan lalu lintas. Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri Brigjen Chrysnanda Dwilaksana, mengatakan, audit tersebut menjadi bagian dari manajemen kecepatan pengendara untuk meningkatkan keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan. “Karena dengan memanajemeni kecepatan kita bisa menganalisa, memiliki algoritmanya. Sehingga untuk rekayasa lalu lintas, membangun budaya tertib dan juga untuk penegakan hukum bisa dilakukan,”ujar Chrysnanda, dilansir dari laman NTMC Polri.
Rencananya, Korlantas Polri akan memasang alat audit kecepatan di jalur-jalur yang menjadi lokasi blackspot atau troublespot. Menurut Chrysnanda, seluruh jaringan jalan tol penting dipasang alat audit kecelakaan. Dari sistem ini nantinya bisa dikaitkan dengan pemasangan sistem-sistem Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) atau penegakan hukum secara elektronik. Chrysnanda juga menambahkan, tingkat fatalitas korban kecelakaan di Indonesia masih harus ditekan. Karena sebelum kondisi pandemi, sekitar 60-80 nyawa melayang tiap harinya karena kecelakaan lalu lintas.
Amanat Undang-undang
Amanat dalam undang-undang lalu lintas angkutan jalan adalah mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib dan lancar. Oleh karena itu, Korlantas harus meningkatkan kualitas keselamatan, menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan, membangun budaya tertib dan memberikan pelayanan yang prima di bidang lalu lintas angkutan jalan.Konteks yang mendasar pada lalu lintas adalah Jarak Tempuh = Waktu X Kecepatan. Itu artinya waktu tempuh dan kecepatan menjadi bagian penting berkaitan dengan Road Safety. Pelanggaran kecepatan kendaraan dapat mengakibatkan permasalahan lalu lintas.
Pelanggaran melebihi batas kecepatan maksimal mengakibatkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dengan tingkat fatalitas yang tinggi, atau pelanggaran dibawah kecepatan minimal yang menimbulkan perlambatan arus lalu lintas bahkan kemacetan. Secara teknis, audit kecepatan digunakan untuk mengkaji atau menganalisa dan mengetahui pola dan algoritma perilaku pengemudi kendaraan. Alat audit kecepatan yang dipasang pada ruas jalan berpotensi pelanggaran kecepatan, kelak akan sangat membantu Polri dalam mengambil kebijakan terkait troublespot, atau daerah yang memiliki masalah perlambatan juga kemacetan serta blackspot atau daerah rawan kecelakaan lalu lintas. Ini semua merupakan bagian yang sangat penting dan mendasar yang harus kita bangun bertahap.
Pada konteks ini Korlantas akan memasang alat audit kecepatan di jalur-jalur yang menjadi lokasi blackspot dan troublespot. Pertama, ada di seluruh jaringan jalan tol. Ini menjadi sangat penting, karena jalan tol ketika jalan lancar, kosong, kebanyakan atau rata-rata pengemudi akan memacu kendaraannya melampaui batas kecepatan maksimal. Atau, ketika ada perlambatan, jalan tol yang memiliki kecepatan minimal tidak terjawab, tidak tercapai batas minimumnya. Oleh karena itu dari sistem inilah, kata Chrysnanda, kita akan melihat perilakunya, apa yang ada pada sistem audit kecepatan nantinya bisa dikaitkan dengan pemasangan sistem-sistem ETLE atau penegakan hukum secara elektronik. Di sini kita bisa melihat bagaimana sistem kamera, sistem gate di jalan tol tadi.
Yang kedua, adalah yang berkaitan dengan angkutan sungai danau dan penyebrangan karena ini merupakan bagian penting. Lalu lintas itu adalah urat nadi kehidupan. Dan ini kita juga harus memikirkan bagaimana sistem perpindahan, sistem pergerakan ini dapat dengan aman, selamat, tertib dan lancar. Adapun yang ketiga adalah yang berkaitan dengan sistem-sistem transportasi angkutan umum yang saling kait-mengait seperti kereta api di stasiun atau terminal atau juga pelabuhan dan bandara.
Selain itu, Korlantas juga memikirkan bagaimana untuk kawasan. Kawasan ini kita melihat ada kawasan perlintasan, kawasan perkotaan, kawasan industri dan kawasan pariwisata. Dan, ini semua nanti juga akan dikembangkan sampai ke kawasan perbatasan bahkan di kawasan-kawasan yang rawan bencana. Audit Kecepatan dengan sendirinya akan melengkapi program Road Safety, memberikan pelayanan prima dibidang lalu lintas angkutan jalan, yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. “Oleh sebab itu, untuk meningkatkan kualitas keselamatan dan menekan fatalitas korban kecelakaan lalu lintas, sistem-sistemnya harus didukung dengan IT. Makanya kami dari Korlantas mengembangkan IT for Road Safety,”katanya.
Implementasi Road Safety Policing
Manajemen kecepatan merupakan bagian mendasar dalam mengimplementasikan Road Safety Policing untuk mencapai lalu lintas yang aman selamat tertib dan lancar. Selain itu juga meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat fatalitas korban kecelakaan serta memberikan pelayanan prima. Manajemen kecepatan, sebagaimana dijelaskan pada laman Road Safety Korlantas RI, selain untuk menganalisa dan menemukan algoritma kecepatan dan perilaku berlalu lintas juga untuk menjawab manajemen kebutuhan, manajemen kapasitas, manajemen prioritas dan manajemen kedaruratan.
Audit kecepatan merupakan bagian pendukung program IT for Road Safety yang dapat dikaitkan dengan: Pertama SSC (Safety and security centre) khususnya pada penanganan rekayasa lalu lintas pada ruas atau penggal jalan yang menjadi black spot atau rawan kecelakaan dan trouble spot atau daerah rawan perlambatan sampai dengan kemacetan. Kecuali itu juga sangat mendukung dalam hal penindakan lalu lintas pada e-tilang maupun ETLE. Audit kecepatan, demikian Chrysnanda menegaskan, akan menjadi upaya pencegahan atau Trafic Accident Early Warning dan sebagai salah satu sarana Traffic Attitude Record yang mencatat perilaku seseorang dalam berlalu lintas, terutama dalam hal kecepatan.
Kedua, PSC (Public Safety Centre) program kegawatdaruratan yang saling kait mengait pada sistem penanganan korban dari TKP (tempat kejadian perkara) sampai dengan rumah sakit. Program ini dikaitkan dengan program Dinas Kesehatan dan Ambulan. Ketiga, Smart City untuk mendukung program RSPA (Road Safety Partnership Action) dalam sinergitas antar pemangku kepentingan membangun sistem terpadu maupun pencapaian tujuan smart city melalui smart living dan smart mobility.
Keempat Penanganan manajemen rekayasa lalu lintas pada Kawasan (pariwisata, antar moda transportasi angkutan umum, angkutan sungai danau dan penyeberangan, kawasan industri, kawasan perbatasan, jalur lintasan tol maupun arteri dan lain-lain. Adapun kelima adalah Program Algoritma road safety sebagai sistem Big Data, Analisa dan produk yang berupa infografis, info statistik, info virtual yang merupakan prediksi antisipasi dan solusi real time, any time dan on time.
Langkah-langkah untuk implementasi audit kecepatan sebagai bagian dari manajemen kecepatan yang sinergi dengan program IT for Road Safety lainnya meliputi sembilan langkah penting. Kesembilan langkah tersebut adalah, pertama, pemetaan survey lokasi yang dapat dijadikan sampel atau sesuai dengan program pemantauan kecepatan pada black spot di jalur toll maupun arteri (koordinasi dengan Polda dan Polres). Langkah kedua, pengadaan peralatan yang statis maupun portabel disiapkan dengan pedoman dan petunjuk pengoperasiannya. Berikutnya Langkah ketiga adalah, melatih petugas yang akan mengawaki secara virtual maupun pelatihan secara aktual bertahap dan berkesinambungan. Langkah Keempat, sementara itu, Tim IT akan menyiapkan model aplikasi pengoperasionalan dan sinergitas dengan IT for Road Safety lainnya.
Berikutnya langkah kelima adalah, kesiapan dan mulai implementasi dan mulai inputing data uji coba. Keenam panduan dan pelaksanaan hingga SOPnya disiapkan. Ketujuh monitoring dan evaluasi dan menyiapkan tim transformasi sebagai back up system. Kedelapan menyiapkan pola pengembangan program dari tahun ke tahun. Dan Langkah terakhir yakni yang Kesembilan, adalah membuat timeline implementasi dan auditnya. Setidaknya, demikian katra Chrysnanda, sembilan langkah tersebut menjadi landasan dasar penggunaan alat dan sistem audit kecepatan yang mampu mendukung implementasi manajemen kecepatan dan sinergitas dengan sistem IT for Road Safety (Road Safety Policing) secara virtual maupun aktual untuk mencapai tujuan road safety.
Pemasangan Audit Kecepatan di Sulsel
Menarik mengikuti survei untuk uji coba pemasangan alat Audit Kecepatan di wilayah hukum Polda Sulawesi Selatan. Seperti dipaparkan oleh Kasi Jemenopsrek Ditlantas Polda Sulawesi Selatan, Kompol H. Darwis, pihaknya telah menentukan dua titik Blackspot di wilayah Polres Maros Jl Poros Maros – None KM 9 -10 Kabupaten Bone dan di Polres Bantaeng sekitar KM 135 -136 dari arah Makassar, Sulawesi Selatan.
Meskipun sistem Audit Kecepatan ini merekam data secara digital, namun betapapun dibutuhkan data analog sebagai bahan dasar pertimbangan penempatan alat. Darwis menjelaskan Anatomi Blackspot Polres Bantaeng itu permukaan jalan beraspal rata, lurus dan menikung, bila hujan licin, pembatas jalan tidak ada. lingkungan sekitar terdapat permukiman dan stasiun Bulk Elpiji SPBE tempat kendaraan keluar masuk. Jalan besar untuk beban 10 ton. Arus lalu lintas sepi, minim lampu penerangan dan minimnya rambu lalu lintas (Rambu Batas Kecepatan), kendaraan kecepatan tinggi. Data survei tersebut menunjukkan betapa detail data yang dibutuhkan sehingga dapat dipastikan bahwa lokasi ini perlu dipasang mengingat seringnya terjadi kecelakaan.
Namun demikian, lanjut Darwis, selain penempatan alat audit yang otomatis, juga diperlukan rambu-rambu lalu lintas manual. Sehingga selain merekam data kecepatan kendaraan, rambu-rambu manual, penerangan jalan dan lainnya akan juga membantu pengendara untuk lebih berhati-hati di lokasi tersebut. Kasi Audit Subdit Audit & Inspeksi Ditkamsel Korlantas Polri, AKBP Hendro Purwoko, SIK, M.H, menyambut baik pemaparan dan hasil survey yang di wilayah hukum Polda Sulawesi Selatan ini. “Survey ini sangat diperlukan dan harus dilakukan selengkap mungkin,”katanya.
Lebih lanjut Hendro menjelaskan, diskusi dan survey mendalam ini perlu terus dilakukan, karena pihaknya tidak menginginkan bahwa alat Audit Kecepatan tersebut hanya sekedar dipasang tapi tidak memberikan manfaat yang optimal untuk keselamatan pengendara. “Jadi kami ingin pastikan alat ini manfaatnya sangat optimal,” tegasnya. Di bagian akhir diskusi, Hendro menyampaikan harapannya bahwa alat Audit Kecepatan ini akan bermanfaat untuk menekan angka kecelakaan di wilayah Sulawesi Selatan dan mengubah perilaku atau behavior pengemudi. Kalau misalkan, kata Hendro, dalam bulan pertama, dari 1 juta kendaraan yang lewat dan terjadi pelanggaran kecepatan sebanyak 30 persen, berarti mulai bekerja sistemnya. Setelah dilakukan sosialisasi penggunaan alat ini dan para pengemudi sudah mengetahui, sehingga bulan berikutnya diharapkan terjadi penurunan ke angka 20 persen atau 10 persen. “Bahkan bisa jadi dalam 6 bulan sejak pemasangan alat ini kelak, akan terjadi penurunan angka pelanggaran di angka 10 persen saja atau kurang,” tuturnya. Angka Kecelakaan tentunya akan menurun seiring menurunnya angka pelanggaran batas kecepatan di sana.
Pemanfaatan Speed Gun di Jalur Tol
Kecuali audit kecepatan, guna menekan angka kecelakaan, di beberapa wilayah juga memanfaatkan speed gun. Direktorat Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Lampung pada akhir Januari 2021 mencoba memanfaatkan speed gun (pistol radar) dan mampu mengantisipasi angka kecelakaan lalu lintas di Jalur Tol Trans Sumatera. Kasat PJR Ditlantas Polda Lampung Kompol Azizal Fikri mengatakan, terhitung beberapa pekan kemarin sudah ada 28 kendaraan yang melakukan pelanggaran lalu lintas. Dan telah ditindak. “Juga 50 orang yang hanya diberikan imbauan. Para pengendara melakukan pelanggaran ini 70 persennya berasal dari luar Lampung,” katanya.
Menurutnya, rata-rata para pelanggar mengendarai kendaraannya di atas ambang maksimal yang sudah ada. Yakni maksimal 100 kilometer per jam dan minimum 60 kilometer perjam. “Jadi para pelanggar itu kalau memacu kendaraannya di atas 100 kilometer perjam, yakni 120 kilometer lebih,” kata dia. “Pelanggar sendiri memang yang kami tindak itu di jalur B. Hendak menuju ke Bakauheuni, Lampung Selatan (Lamsel),” tambahnya. Fikri menambahkan, untuk itulah pihaknya terus menerapkan tilang speed gun ini untuk memberikan efek jera kepada para pengemudi yang melanggar. “Ini tentunya agar para pengemudi tidak terlalu melebihi batas kecepatan, ketika menjalankan kendaraannya,” ucapnya. Ruas jalur tol yang sering terjadi pelanggaran dan terkena speed gun ini ialah Tol Bakter (Bakauheni-Terbanggi Besar).
“Penjaringan pelanggar di wilayah ini memang cukup tinggi. Karena memang pengemudi ini mengejar jadwal kapal laut. Apabila ketemu pengendara yang melanggar kita lakukan penindakan di Gerbang Tol Bakauheni Selatan,” jelasnya. “Karena kalau kita hentikan (pelanggar) ini di jalur tol bebas agak sulit. Makanya kita tindak di sana (Gerbang Tol Bakauheni Selatan),” lanjutnya.
Dalam sehari, lanjut dia, ada 5 orang pengendara yang terjaring melanggar batas maksimum kecepatan kendaraan ini. “Tetapi ini akan kita lakukan terus menerus supaya masyarakat nanti paham. Bahwa mengendarai mobil batasnya yakni 100 kilometer per jam,” bebernya. Namun, tak semua pengendara dilakukan penindakan. Apabila kilometer kendaraan itu di bawah 110 km per jam, masih akan bisa ditoleransi. “Apabila di atas itu langsung kita tilang dan langsung disuruh bayar ke bank yang sudah kita tunjuk,” ujarnya. Sedangkan untuk penempatan personel melakukan penindakan speed gun ini terus akan diacak. “Apabila ada pelanggaran tercatat di speed gun akan kita teruskan ke para petugas yang berada di Gerbang Tol Bakauheni Selatan,” jelasnya.
Namun, pihaknya masih mengalami kendala dalam melakukan penindakan melalui speed gun di jalur A, menuju Bakauheni ke Kayu Agung. “Ini dikarenakan tidak ada tol yang di tengah untuk menempatkan personel. Tidak seperti di Gerbang Tol Bakauheni Selatan,” katanya. “Sementara memang kami melakukan penindakan untuk di jalur A ini mengkategorikan kendaraan yang low speed –di bawah 60 kilometer perjam. Maka dari itu kami pun menempatkan sejumlah personel di rest-rest area yang ada,” kata dia.
Memang, kata dia, selama melakukan penerapan speed gun ini banyak efek positif yang dirasakan. Seperti tidak ada kecelakaan lalu lintas. “Speed gun ini kita terapkan pada siang hari saja. Kalau malam itu kami melakukan patroli. Apabila melaksanakan penerapan speed gun ini malam hari agak sedikit ada kendala,” pungkasnya. Memang, untuk di jalan tol sebagaimana dijanjikan Direktur Keamanan dan Keselamatan (Dirkamsel) Korlantas Polri Brigjen Chrysnanda Dwilaksana, pemasangan alat audit kecepatan akan menjadi prioritas utama. Karena umumnya pengguna jalan tol akan tergoda untuk memacu kendaraannya. Kalau menggunakan speed gun masih ada kelemahan dan tidak bisa 24 jam, maka dengan alat audit kecepatan nanti, pihaknya bisa mencatat setiap kendaraan yang lewat dan melakukan tindakan pencegahan pelanggaran yang pada gilirannya akan berujung pada turunnya angka kecelakaan.(Saf)