Menkes Budi Gunadi Sadikin menyatakan, pihaknya meminta bantuan KPK untuk mengawasi risiko-risiko apa saja dalam pengadaan dan distribusi vaksin Covid-19.
“Sejak awal beberapa risiko yang kami diskusikan dengan KPK adalah pertama, vaksin ini pembeliannya sifatnya khusus, perusahan penyedianya tidak banyak di dunia, akibatnya tender, bidding, open document susah dilakukan, negosiasi harga juga susah dilakukan karena sifatnya terbatas di seluruh dunia,” kata Budi Gunadi.
Akibatnya, terjadi perebutan negara-negara untuk membeli vaksin dari para produsen vaksin.
“Butuh 9 miliar dosis vaksin, padahal kapasitas produksi hanya 6 miliar, jadi betul-betul perebutan sehingga pengadaan yang berbeda dan harga yang juga beda dengan kondisi biasa,” kata Budi menjelaskan.
Masalah kedua, pengadaan vaksin Covid-19 dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu pembelian langsung ke produsen, antara lain ke Sinovac, AstraZenica, Pfizer, dan Novavax, serta secara multilateral WHO dan Aliansi Vaksin Dunia (Covax-GAVI).
“Yang mekanisme bilateral biasa kami beli melalui biofarma, sedangkan multilateral itu gratis karena kerja sama internasional padahal barangnya sama. Di daftar GAVI ada vaksin Novavax dan AstraZenica, jadi kenapa kita juga beli multilateral? Karena barangnya tidak cukup untuk memvaksin 182 juta orang Indonesia,” ungkap Budi.