JAKARTA – Menjelang pengesahan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), gelombang kritik terus berdatangan dari berbagai elemen masyarakat. Sejumlah kelompok masyarakat sipil dan mahasiswa menyatakan penolakan terhadap revisi UU TNI yang dinilai kontroversial.
Berdasarkan catatan detikcom, Kamis (20/3/2025), kritik terhadap RUU TNI datang dari berbagai pihak, termasuk Koalisi Masyarakat Sipil. Meskipun menuai banyak kritik, DPR RI tetap melanjutkan proses legislasi dan dijadwalkan mengesahkan RUU TNI dalam rapat paripurna hari ini.
DPR Pastikan Pengesahan RUU TNI
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mengonfirmasi bahwa RUU TNI akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
“Yes (dibawa ke paripurna hari ini),” ujar Dave Laksono.
Rapat paripurna pengesahan RUU TNI dijadwalkan berlangsung di ruang paripurna Gedung Nusantara II, Jakarta Pusat, pada pukul 09.30 WIB.
Gelombang Kritik terhadap RUU TNI
Sebelum pengesahan, revisi UU TNI mendapat berbagai kritik dari masyarakat sipil. Berikut beberapa poin utama kritik tersebut:
- Koalisi Masyarakat Sipil Ajukan Petisi Penolakan
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari berbagai organisasi, seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Imparsial, Amnesty International Indonesia, Greenpeace Indonesia, Kontras, dan Transparency International Indonesia, mengajukan petisi menolak revisi UU TNI. Petisi ini disampaikan di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, pada Senin (17/3/2025).Dalam petisi tersebut, mereka menilai bahwa revisi UU TNI tidak memiliki urgensi dalam meningkatkan profesionalisme TNI. Sebaliknya, revisi ini justru dianggap berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI yang pernah terjadi di masa lalu.
“Terdapat pasal-pasal yang akan mengembalikan militerisme (dwifungsi TNI) di Indonesia. Kami menilai agenda revisi UU TNI tidak memiliki urgensi transformasi TNI ke arah yang profesional. Justru akan melemahkan profesionalisme militer,” ujar Dosen UI, Sulistyowati Irianto, saat membacakan petisi.
Dalam petisi tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil juga menekankan bahwa TNI dipersiapkan untuk fungsi pertahanan negara, bukan untuk mengisi jabatan sipil. Oleh karena itu, mereka mendesak agar perwira aktif TNI yang menjabat di posisi sipil segera mengundurkan diri.
- Aksi Demonstrasi dan Penggerudukan Rapat
Selain melalui petisi, kritik juga disuarakan dalam bentuk aksi protes langsung. Sejumlah anggota Koalisi Reformasi Sektor Keamanan menggeruduk rapat pembahasan RUU TNI yang digelar di salah satu hotel di Jakarta, Sabtu (15/3/2025).“Kami dari Koalisi Reformasi Sektor Keamanan meminta agar rapat Panja RUU TNI dihentikan karena tidak dilakukan secara terbuka,” ujar seorang peserta aksi bernama Andrie.
Para demonstran menilai bahwa revisi ini dapat mengembalikan dwifungsi ABRI dan meminta proses pembahasan dilakukan secara lebih transparan. Mereka meneriakkan penolakan terhadap upaya menghidupkan kembali peran militer di sektor sipil.
Tuntutan untuk Merevisi UU Peradilan Militer
Selain menolak revisi UU TNI, Koalisi Masyarakat Sipil juga menekankan bahwa yang lebih mendesak untuk direvisi adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Menurut mereka, revisi UU tersebut lebih diperlukan untuk memastikan reformasi sektor keamanan berjalan sesuai prinsip demokrasi.
Meski menuai banyak kritik, DPR RI tetap melanjutkan proses legislasi RUU TNI dan dipastikan akan mengesahkannya dalam rapat paripurna hari ini.
Baca Juga : IHSG Menguat Tipis, Berpotensi Rebound pada Perdagangan Hari Ini