Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tepat menjalankan tugas pada 100 hari pertama setelah dilantik Presiden pada 27 Januari 2021. Banyak prestasi, inovasi serta terobosan baru Kapolri menggunakan teknologi dalam pelayanan publik di lingkungan kepolisian. Tak sedikit pula kekurangan yang disorot berbagai pihak.
Jakarta – (10/05/2021). Sejalan dengan lahirnya terobosan tersebut, ungkapan apresiasi terus mengalir dari masyarakat. Namun demikian, tentu saja itu belum cukup. Masyarakat terus mendukung dan mengharapkan kinerja Polri semakin baik lagi ke depannya. Di sana-sini Polri masih banyak kekurangan dan perlu pembenahan menuju Polri yang Presisi sesuai program Kapolri.
Hasil Survey
Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) melakukan survei terhadap tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja Polri di bawah kendali mantan Kabareskrim Polri ini. Hasilnya, sebanyak 84,2% masyarakat mengaku puas atas program Presisi Kapolri 100 hari yang sudah diimplementasikan di tengah masyarakat. Lemkapi melihat ada kenaikan cukup signifikan bila dibanding dengan 2020, di mana tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan polri berada pada angka 82,9%.
Banyak alasan kenapa masyarakat puas dengan program 100 hari kerja Kapolri yang bertepatan pada hari ini. Publik melihat pada 100 hari pertama Kapolri banyak melahirkan inovasi pelayanan publik. Mulai dari inovasi tilang elektronik (ETLE) dan perpanjangan SIM online yang dinilai transparan dan tanpa diskriminasi dalam pelayanan kepada masyarakat.
“Terobosan Kapolri ini dinilai sangat berani karena sudah berang tentu menghapus penyalahgunaan kewenangan oknum yang selama ini banyak disorot publik. Selain itu, kebijakan Kapolri menetapkan polsek yang tidak lagi mengurus perkara dan kini kedepankan penyuluhan dan pembinaan keamanan disambut positif,” kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan.
Mantan anggota Kompolnas ini menjelaskan, riset Lemkapi dilakukan pada periode 21 April sampai dengan 4 Mei 2021 dengan 800 responden di 20 polda melalui sambungan telepon. Survei menggunakan purposive random sampling dengan usia 20-50 tahun dan human of error sebesar 3,5%.
“Sistem tilang elektronik disuka masyarakat karena di dalamnya ada penegakan hukum yang transparan dan sistem ini akan memiliki edukasi yang kuat agar masyarakat patuh dalam berlalu lintas di jalan,” kata pakar hukum kepolisian Universitas Bhayangkara Jakarta ini.
Terobosan lain yang juga cukup diapresiasi adalah peluncuran sistem pengawasan masyarakat terhadap polri yakni Propam Presisi dan TV Polri. Masyarakat mengaku senang karena Kapolri telah memunculkan saluran baru untuk menyampaikan segala keluhan masyarakat atas kinerja Polri.
Edi yakin, dengan terobosan program Presisi Kapolri ini akan membawa perubahan besar terhadap kinerja dan perilaku anggota Polri. Prestasi lain yg cukup mendapat sorotan publik adalah pemberantasan dan penanganan terorisme yang dinilai banyak pihak humanis dan kecepatan polisi dalam mengungkap berbagai kejahatan, seperti sindikat jaringan narkoba internasional yang dirilis Kapolri baru-baru ini dengan barang bukti sabu 2,5 ton Kemudian kehadiran polisi virtual dinilai banyak pihak membuat masyarakat merasa nyaman dan menghilangkan kecurigaan ada kriminalisasi. Kemudian, kehadiran virtual polisi dinilai banyak pihak membuat masyarakat merasa nyaman dan menghilangkan kecurigaan ada kriminalisasi.
Selain puas, ada sekitar 10,3% responden mengaku belum sepenuhnya puas atas pelayanan polri. Publik memberikan keluhan masih ada oknum yang menyalahgunakan kewenangan dalam penanganan perkara pidana, baik itu pidana umum maupun pidana narkoba.
Selain itu, publik juga menginginkan agar penanganan korupsi di kepolisian diperkuat. Selain puas dan kurang puas, ada sekitar 5,5% publik tidak memberikan komentar karena masih mempelajari dan memberikan waktu kepada Kapolri terus bekerja.
Berbagai Komentar Positif
Tentu saja, kinerja Polri sangat disorot, dan untuk menilai secara objektif harus melalui riset yang menggunakan metodologi yang benar sehingga hasilnya bisa dipertangungjawabkan. Terlepas dari objektivitas riset, lazimnya penilaian kinerja, tentu ada yang positif maupun negatif, Mari kita lihat beberapa pihak yang menilai positif terhadap kinerja 100 hari pertama Kapolri. Salah satunya dari Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Hinca Panjaitan yang menilai positif seratus hari kerja Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memimpin Korps Bhayangkara.
“Sebagai Anggota Komisi III DPR RI saya senantiasa mengawal kinerja beliau dalam menuntaskan Program Polri Presisi yang dicanangkan termasuk sudah banyak perubahan positif Polri yang saya saksikan sendiri,” ujar mantan Sekjen Partai Demokrat ini.
Berbagai Aplikasi dan Modernisasi Sistem telah dibuat sebagai basis untuk memberikan pelayanan dan penegakan hukum menjadi lebih efektif.
Sebut saja Aplikasi Dumas Presisi (sebuah aplikasi internal untuk memonitor pengaduan dari masyarakat) yang sudah dikeluarkan sejak Februari 2021 kemarin.
Juga ada Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) telah diluncurkan 2 tahap pada Maret dan April lalu. Tidak lupa Program Layanan SIM Online yang memudahkan masyarakat untuk mengurus dan memperpanjang SIM ditengah situasi Pandemi.
Virtual Police juga sudah dijalankan dengan pendekatan Restorative Justice, meskipun masih ada beberapa kritik yang masuk bahwa Virtual Police dianggap membungkam kebebasan berekspresi masyarakat akan tetapi berdasarkan laporan yang saya terima mereka melakukan berbagai tahapan dan verifikasi.
Setidaknya Dittipidsiber telah menegur 419 Akun Medsos yang terindikasi menyebarkan berita tidak valid. ”Saya pribadi memiliki harapan lebih terhadap Virtual Police ke depan juga diberdayakan untuk melacak tindak pidana penipuan di Media Sosial yang marak terjadi,” ucap Hinca.
Kemudian, lanjut dia, pada hari ke-33 saja Polri sudah membentuk Posko Polri Presisi yang dikomandoi oleh Brigjen Pol Slamet Uliandi. “Posko ini bertugas untuk menjamin program-program yang dicanangkan oleh Kapolri dijalankan oleh seluruh jajaran Polri baik tingkat pusat maupun daerah. Saya pribadi telah menyaksikan langsung betapa canggihnya sistem yang dibangun oleh Posko Polri Presisi untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh,” jelasnya. “Posko ini pula yang bertanggung jawab untuk memastikan agar program 100 Hari Kerja selesai dengan tepat waktu,” ucapnya.
Lebih lanjut ia mengatakan sebenarnya jika kita ingin jujur 100 Hari itu merupakan waktu yang sempit untuk menilai secara utuh kinerja kepemimpinan, tetapi lebih dari cukup untuk melihat kapasitas seorang pemimpin dalam membawa perubahan.
Polri di bawah komando Jenderal Listyo Sigit Prabowo, tegas dia, telah meletakan pondasi awalnya untuk membangun institusi Polri yang modern. Semakin modern lembaga kepolisian semakin sedikit pula kecenderungan bagi para personil polisi untuk melakukan penyelewengan. Karena semakin modern lembaga polisi artinya semakin terbuka pula ruang publik untuk memberikan masukan. “Saya berharap kecenderungan baik ini diteruskan agar citra Polri semakin baik dan kinerja penegakan hukum semakin efektif. Bravo Polri!” tegasnya.
Humanis Berkeadilan
Senada dengan Hinca Panjaitan, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menilai semangat perubahan dalam institusi Polri yang ditawarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam 100 hari pertama kerjanya layak diapresiasi. Semangat perubahan yang dimaksud Dasco adalah kehumanisan dan keadilan.
“Sebagai pimpinan DPR RI tentu saya mengapresiasi semangat perubahan dan terobosan yang ditawarkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mewujudkan institusi Polri di era 4.0 yang yang lebih humanis dan berkeadilan sesuai dengan program dalam konsep Presisi,” kata Dasco dalam keterangan tertulisnya.
Dasco juga mengapresiasi dibentuknya Virtual Police. Menurut Dasco, Virtual police menjadi solusi penegakkan hukum yang proporsional. “Dalam 100 hari kerja Kapolri ini, saya mengapresiasi, pertama, program Virtual Police (VP), di mana Kapolri berhasil mewujudkan janjinya yang akan membuat penegakan hukum UU ITE lebih proporsional, melalui Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Virtual Police sudah memberikan peringatan atau teguran kepada 419 akun medsos yang dinilai melakukan pelanggaran UU ITE,” tutur Dasco.
Dia juga mengungkit hasil survei, di mana kepuasan masyarakat terhadap pelayanan polisi meningkat. Menurut Dasco, hal itu jadi salah satu indikator keberhasilan Sigit di 100 hari kerjanya.
“Dalam rilis lembaga survei yang menunjukan adanya peningkatan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan polri, yaitu 84,2% adalah salah satu indikasi suksesnya Kapolri dalam melakukan reformasi birokrasi di internal kepolisian dengan melakukan penegakan hukum yang lebih humanis,” ungkap Dasco.
Politikus Partai Gerindra ini menyebut Polri juga berperan aktif dalam penanggulangan pandemi COVID-19. Peran aktif Polri, menurutnya, nampak pada penerapan PPKM mikro, pemulihan ekonomi nasional (PEN), dan pengendalian COVID-19 saat masa liburan.
“Terakhir, pada masa pandemi COVID-19 ini saya fikir, institusi Polri adalah salah satu institusi yang menjadi garda terdepan dalam mensukseskan program pemerintah dalam menekan laju penularan virus di Indonesia, baik itu program PPKM Berskala Mikro, Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan juga secara khusus, program pengendalian COVID-19 di masyarakat pada masa libur hari raya dan libur nasional lainnya,” ujar Dasco.
Dia berharap Sigit dapat membawa Polri menuju polisi yang demokratis. “Kami di DPR RI berkomitmen akan menjadi mitra strategis bagi Polri dan dengan kapasitas serta kemampuan yang dimiliki oleh Kapolri beserta jajarannya. Saya optimis visi Presisi yang ditawarkan oleh Kapolri itu dapat terwujud dan menjadikan institusi kepolisian yang demokratis (democratic policing),” ujar Dasco.
Penilaian Negatif
Kecuali apresiasi, riset dan dukungan semangat agar Kapolri bersama jajarannya meningkatkan terus kinerjanya, ada juga pendapat dan penilaian miring terhadapnya. Sebut misalnya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyusun catatan kritis guna mengukur sejauhmana perwujudan dari program atau rencana kegiatan yang dilakukan demi perbaikan Polri. ”Beberapa poin dalam catatan kritis ini kami susun menggunakan kerangka hak asasi manusia guna mengukur sejauh mana institusi kepolisian mampu menghargai, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia dalam kurun 100 hari kepemimpinan Jenderal Listyo,” kata Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti.
Lebih lanjut Fatia menjelaskan adanya 5 hal kritik untuk Kapolri. Pertama, Jenderal Listyo dalam program prioritasnya menghendaki adanya modernisasi kepolisian di era 4.0. Sayangnya, hal tersebut malah dimanfaatkan untuk merepresi warga sipil khususnya mereka yang kritis terhadap pemerintah. Pada 19 Februari 2021, Kapolri menandatangani Surat Edaran Nomor: SE/2/11/2021 yang salah satu muatannya berisi tentang pembentukan Virtual Police. Kami melihat patroli siber yang dilakukan Virtual Police ini telah berimplikasi pada menyusutnya kebebasan sipil, karena operasi yang dilakukan bersifat menindak dan mengatur ekspresi warga negara terutama di dunia digital.
Mengenai kritik ini, sebetulnya telah dijawab oleh Polri dengan menegur 419 akun medsos yang diduga menyebarkan berita tidak valid dan berpotensi menimbulkan kebencian. Ini dapat kita lihat sebagai bukti Polri bukan membatasi ekspresi masyarakat di dunia digital, melainkan mengingatkan agar berhati-hati dalam berprilaku di media sosial. Karena bila mulai memposting hal yang negatif dan mengandung ujaran kebencian, maka selanjutnya akan berakibat pada permusuhan. Dan kalau sudah bermusuhan, ini rawan untuk terjadinya konflik secara terbuka yang jelas akan menganggu kamtibmas. Dengan adanya polisi virtual, maka potensi gangguan Kamtibmas bisa lebih ditekan.
Kritik yang kedua, dalam program prioritas Kapolri, pemantapan kinerja Kamtibmas juga menjadi agenda utama. Namun, kata Fatia, pelaksanaannya menjadi disimplifikasi dengan penjagaan pada program investasi negara yang tidak memerhatikan dampak pada masyarakat. Dalihnya adalah polisi melakukan pendampingan pada setiap program pemerintah terkait pemulihan ekonomi nasional. Selain itu, kami menilai pendampingan yang dilakukan Polri ini justru akan memunculkan ruang kriminalisasi terhadap aktivis, masyarakat adat, dan masyarakat terdampak lainnya.
Memang seharusnya kinerja Kamtibmas yang harus diprioritaskan. Adapun dalam penegakan Kamtibmas terjadi hal-hal dirasa merugikan pihak-pihak lain, tentunya hanyalah sebuah ekses. Bagaimana pun kita harus bangkit dari kesulitan dan keterbatasan ekonomi negara. Caranya tentu saja dengan menjaga program pertumbuhan ekonomi dan investasi yang dicanangkan pemerintah. Karena syarat utama pertumbuhan ekonomi adalah stabilitas Kamtibmas.
Catatan kritik yang ketiga KontraS adalah, penilaian bahwa kepolisian sangat diskriminatif dalam penanganan kerumunan. Padahal dalam program 100 harinya, Kapolri berkomitmen untuk memantapkan dukungan dalam penanganan Covid-19. Namun, KontraS melihat bahwa Polri justru salah kaprah dan menyalahgunakan situasi darurat kesehatan ini sebagai celah bagi pelanggaran hak asasi manusia dan pembatasan demokrasi, misalnya dengan melakukan pembubaran paksa aksi massa.
Di sinilah terkadang tidak semua aksi dan tindakan polisi itu bisa dipahami oleh banyak pihak. Sejatinya polisi pun tidak mungkin mampu memuaskan semua pihak yang terkait. Yang paling memungkinkan adalah kembali pada aturan kedaruratan kesehatan yang dicanangkan pemerintah. Kebebasan ekspresi dilindungi undang-undang, namun keselamatan orang-orang yang melakukan kerumunan, saat ini sangat berpotensi menularkan penyakit dan itu yang harus dicegah dan dilindungi agar keselamatan semua pihak termasuk yang melakukan aksi juga tidak terkena dampak Pandemi Covid19. Dalam hal ini Polisi bertugas menegakkan aturan karena kerumunan tersebut sudah direncanakan terbukti dengan edaran atau undangan, inilah yang menjadi landasan tindakan polisi.
Catatan KontraS yang Keempat adalah soal fungsi pengawasan Kapolri juga tidak menguat, tercermin dari carut marutnya penegakan etik kepolisian. KontraS melihat dalam 100 hari kepemimpinan Jenderal Listyo, tidak ada perbaikan signifikan dalam hal penegakan kode etik kepolisian. Jenis pelanggaran baik itu disiplin, etik dan pidana terus mengalami kenaikkan. Belum sampai 4 bulan, sudah terjadi sebanyak 536 pelanggaran disiplin, 279 pelanggaran KEPP, dan 147 pelanggaran pidana.
Adapun catatan dan kritik KontraS yang kelima, prioritas Kapolri untuk meminimalisir public complaint juga tak membaik dalam 100 hari ini. Selama bertahun-tahun, Polri memang selalu menjadi institusi paling problematis dan paling banyak diadukan kepada mitra pengawasnya seperti Komnas HAM dan Ombudsman. “Alih-alih mengalami penurunan komplain, kami justru melihat tidak adanya komitmen perbaikan pelayanan. Kepolisian saat ini, stigmanya masih erat sebagai institusi yang kerap melakukan tindakan sewenang-wenang dan pelanggaran HAM,” tegas Fatia. Namun selanjutnya KontraS memberikan rekomendasi kepada kepolisian.
Antara lain adalah, pertama, segera melakukan perbaikan institusi Polri secara konkret, signifikan, dan revolusioner menuju kepada konsep kepolisian demokratis (democratic policing). Konsep ini akan membantu kepolisian untuk menjadi institusi yang lebih menghargai demokrasi dan hak asasi manusia.
Kedua, masih menurut Fatia, mengedepankan langkah-langkah yang humanis dalam mencapai tujuan hukum dan ketertiban. Tindakan humanis Kepolisian harus terefleksi saat bertugas di lapangan bukan dengan cara membatasi media untuk tidak meliput tindakan kekerasan aparat.
Adapun rekomendasi ketiga adalah Meningkatkan profesionalisme institusi Kepolisian dengan cara mengedepankan akuntabilitas serta transparansi dalam penegakan hukum. Selain itu, kepolisian juga harus memperketat pengawasan di setiap satuan tingkatan guna mempersempit ruang pelanggaran dan kesewenang-wenangan.
Transparansi dan Berbagai Aplikasi
Mempersempit ruang pelanggaran adalah semangat Polri saat ini. Untuk hal ini, Polri menjawab dengan layanan kepolisian berbasis digital lainnya dalam hal pengaduan seperti Dumas (Pengaduan Masyarakat) Presisi dan Propam Presisi diluncurkan demi mempermudah masyarakat luas dalam mewujudkan transparansi dan “handling complaint”.
Melalui aplikasi ini diharapkan akan membentuk sistem pengawasan oleh masyarakat dengan lebih cepat, mudah dan juga terukur. Semangat yang sama pun juga terinjeksi dalam aplikasi Propam Presisi yang ditujukan agar masyarakat lebih mudah melakukan pengaduan bila mendapatkan layanan yang kurang baik dari Polisi.
Menurut Kadiv Humas Polri, Argo Yuwono, melalui aplikasi ini kinerja Polisi dapat diawasi baik secara internal maupun eksternal. Sebab menurutnya aplikasi ini relevan dengan situasi zaman yang menuntut transparansi (keterbukaan), sehingga apa yang menjadi kekurangan Polri bisa diperbaiki.
Aplikasi lainnya adalah aplikasi Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dan Penyidik Pengawal Negeri Sipil (e-PPNS) berbasis online. Melalui aplikasi ini masyarakat menjadi lebih mudah untuk mendapatkan informasi terkait sejauh mana hasil perkembangan perkara yang ditangani oleh Polri. Dalam aplikasi ini pelapor bisa mendapatkan nomor telepon penyidik hingga atasan penyidik dan bisa melakukan komunikasi terkait hasil perkembangan perkara yang dilaporkan oleh pelapor. Tujuan dari aplikasi ini selain untuk memudahkan masyarakat juga sebagai bentuk transparansi penyidikan. Harapannya tentu adalah untuk mengeliminir sumbatan komunikasi dan informasi terkait penyidikan suatu kasus.
Perbaikan lainnya di bidang pelayanan, Kapolri meluncurkan program Sinar (SIM Nasional Presisi). Hadirnya Aplikasi yang dengan mudah diunduh melalui Playstore ini ditujukan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat mengenai pembuatan hingga perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM).
Selain Program Sinar, ada program Rekpro (Rekruitment Proaktif) yang mempermudah masyarakat untuk mengikuti rekruitment anggota Polri, khususnya jalur Bintara.
Dan yang terakhir adalah program BOS (Binmas Online System) versi 2 yang ditujukan untuk membuatkan laporan terkait dengan kegiatan Bhabinkamtibmas yang ada di sektor polisi terdepan di tingkat desa.Terobosan-terobosan yang telah diupayakan Kapolri selama 100 hari menjabat ini adalah wujud nyata dari keseriusan Kapolri dalam mewujudkan Polri Presisi.
Pemanfaatan teknologi digital dalam hal meningkatkan layanan pun secara nyata telah mempermudah masyarakat mendapatkan haknya. Dan tentunya terobosan-terobosan ini akan membuat Institusi Polri semakin modern dan profesional
Saling melengkapi
Begitulah keberadaan Polisi dalam era demokrasi sangat urgen, sehingga dukungan kepadanya perlu terus dilakukan. Pengacara Publik LBH Jakarta, Restaria F. Hutabarat memaparkan beberapa best practices pihaknya dalam mendukung kinerja Polri. Beberapa hal yang pernah dicapai untuk mendorong Polri adalah membentuk tim khusus/divisi khusus, misalnya unit khusus perempuan dan anak, unit khusus sumber daya alam dan lingkungan, unit khusus cyber crime dan unit khusus lainnya.
Unit khusus yang paling cepat di bentuk di Kepolisian menurut Resta yaitu unit khusus cyber crime dimana kurang dari 2 tahun sejak UU ITE dibuat sudah ada unit khusus cyber crime di Kepolisian. ”Dari pengalaman itu LBH Jakarta mendorong adanya unit khusus perburuhan di kepolisian di karenakan dari banyak data penanganan kasus LBH Jakarta dan sangat banyak kasus yang tidak diproses lebih lanjut di Kepolisian,”ungkap Resta. Untuk permintaan LBH dan aktivis perburuhan ini, Polri telah menjawabnya dengan membentuk unit khusus perburuhan yang diuji coba di Polda Metro Jaya.
Respon yang sangat positif dan semangat yang dilakukan Polri atas masukan LBH Jakarta ini patut diapresiasi karena semua demi kebaikan masyarakat. Dilain sisi, Semangat modernisasi dan moderasi adalah ruh atau DNA dari setiap kebijakan yang diluncurkan oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo. Selama 100 hari menjabat sebagai Kapolri, Listyo Sigit Prabowo telah berupaya membuktikan dan melaksanakan amanah sebagai Tribrata Satu. Segala catatan kritis yang mewarnai setiap langkahnya selama 100 hari ini adalah bagian dari proses yang harus dilewati.
Tidak ada satupun perubahan di dunia ini yang tidak melahirkan kritik. Kritikpada hakekatnya adalah vitamin dan energi bagi setiap pemangku kebijakan agar lebih kuat dan peka dalam menghadapi perubahan zaman. Tidak ada perubahan yang instan. Semua butuh proses simultan. (Saf)