Inanegeriku – Pada awal 2023, dunia dihadapkan dengan kondisi yang penuh dengan ketidakpastian. Berbagai ancaman ekonomi mulai dari gangguan rantai pasok global, inflasi yang tinggi, kenaikan suku bunga secara agresif, hingga ancaman resesi telah membuat ekonomi dunia menjadi “gelap”.
Kondisi ini dibenarkan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia mengatakan saat ini kondisi perekonomian global memang tengah diselubungi awan hitam.
“Ya kalau kita bicara global, memang global masih ada awan hitam,” terangnya, Selasa (10/1/2023).
Hal ini menurutnya dapat dilihat dari banyaknya jumlah pasien yang sudah ditangani Dana Moneter Internasional (IMF) sebanyak 16 negara, bahkan saat ini antrian tersebut disusul oleh 30 negara lainnya.
“Nah di dalam IMF sendiri ada bebrapa pasien yg masuk secara global, ada 16 sudah ditangani imf dan lebih dari 30 mengantre,” ujarnya.
Namun, ia optimistis Indonesia mampu bertahan bahkan menjadi cahaya di tengah gelapnya kondisi perekonomian global saat ini, seperti halnya yang disampaikan IMF dalam proyeksi ekonominya. Sikap optimis ini sejalan dengan keberhasilan Indonesia melewati masa sulit pandemi Covid-19 kemarin, maka kamampuan untuk bertahan bahkan menjadi cahaya di tengah kegelapan menurutnya sangat mungkin terjadi.
“Bahkan managing director IMF mengatakan Indonesia itu adalah the bright side in the dark,” katanya dengan optimis.
“Nah tentu Indonesia berharap karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi Covid-19, nah kita juga berharap punya resiliensi di tahun 2023 ini. Indonesia the bright side di tengah awan gelap,” lanjutnya.
Tahun 2023 ini juga menjadi tahun politik, sehingga dia berharap sikap optimistis bisa dikedepankan dan ini juga harus dibarengi dengan upaya untuk terus menjaga stabilitas politik. Karena menurutnya, keberhasilan ekonomi akan selalu berjalan beriringan dengan kestabilan politik.
“Secara politik, di tengah tahun politik ini konsolidasi juga berlangsung artinya kita berkompetisi sesuai dengan regulasi dan stabilitas politik kita bisa jaga, karena kuncinya adalah stabilitas politik. Kemaren kita 3 tahun menangani dengan politik yang stabil maka pemerintah fleksibel dalam menyesuaikan anggaran untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Booming Komoditas & Manufaktur
Mengenai booming komoditas, dia yakin hal ini telah berlalu. Pada 2023, harga komoditas cenderung mengalami penurunan. Airlangga menegaskan bahwa pemerintah telah mengantisipasi hal ini, terutama untuk risiko tergerusnya penerimaan.
Pemerintah, sambungnya, melihat ada beberapa komoditas yang akan tetap tinggi hingga akhir tahun, yakni tembaga dan emas.
“Contohnya copper and gold itu sekarang merangkak naik. Biasanya kalau copper and goldnya merangkak naik, komoditas yang lain juga akan tertahan, termasuk nikel dan logam mulia lain,” katanya.
Jika hal ini terjadi, dia yakin Indonesia bisa menikmati DHE. Saat ini, Airlangga menuturkan 3 komoditas primadona dari RI masih dipegang oleh nikel, kelapa sawit dan batu bara.
“Jadi di situasi sekarang kelihatan bahwa ke depan harga komoditas yang tinggi ini bisa membantu daya tahan ekonomi kita,” paparnya.
Selanjutnya yang menopang ekspor Indonesia adalah manufaktur. Airlangga mengungkapkan pemerintah akan berupaya mengenjot sektor ini.
Dia yakin ada tiga kunci mendorong manufaktur Indonesia. Pertama, optimisme dan kedua adalah permintaan yang baik.
Terakhir, tindak lanjut hilirisasi dan pengembangan ekosistem di sektor manufaktur.
“Ada beberapa industri andalan di dalam kebijakan industri 4.0, termasuk di antaranya adalah hilirisasi logam, dan ini terjadi karena ekspor logam kita sudah hampir lebih dari US$ 22 bilion, bahkan diperkirakan bisa mencapai US$ 30 billion di tahun 2024,” pungkasnya.
Baca Juga: Jokowi dan Anwar Ibrahim Sepakati soal Perbatasan RI-Malaysia