Inanegeriku – UMKM merupakan suatu komponen yang penting dalam pemulihan perekonomian nasional pascapandemi. Dengan jumlah yang besar mencapai 63 juta unit usaha dan menguasai hampir 60% PDB Indonesia, pemulihan perekonomian menjadi bergantung pada upaya UMKM.
Hal tersebut dalam mempertahankan pertumbuhannya. Salah satu upaya yang dapat mempercepat pertumbuhan UMKM saat ini adalah melalui digitalisasi.
Di dalam ekosistem UMKM Indonesia saat ini, ternyata dominasi dari sektor informal begitu besar dan terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu penting untuk tidak meninggalkan sektor informal dalam proses pemulihan ekonomi, yang dapat ditempuh dengan cara melakukan digitalisasi pada sektor ini.
“Digitalisasi ekonomi informal sangat penting karena 96% UMKM itu justru banyak di usaha mikro dan sektor informal,” tutur Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UMKM, dalam webinar G20: Digitizing Indonesia’s Informal Economy pada Selasa (6/9/2022).
Tidak hanya mendorong UMKM untuk go digital dengan masuk ke dalam marketplace, Teten menekankan digitalisasi perlu diwujudkan dalam keseluruhan proses bisnis. Pasalnya adaptasi dalam proses transformasi digital telah menjadi kunci bagaimana UMKM memiliki resliensi dan mampu bertahan selama masa-masa sulit.
Dengan melihat pada pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang tumbuh signifikan, yaitu memiliki nilai sekitar Rp632 triliun pada tahun ini dan diperkirakan akan tumbuh delapan kali lipat pada tahun 2030 sehingga mampu mencapai nilai Rp4531 triliun, pemerintah terus memberikan dukungan dan upaya dalam mendorong UMKM melalui percepatan digital.
“Selain mendorong untuk masuk ke platform e-commerce, pemerintah sekarang sudah terus mengaktifkan dan mengoptimalkan pengadaan barang dan jasa secara elektronik.
Ini sudah kita lampaui, sekarang sudah ada 1 juta produk UMKM sudah on boarding di LKPP. Jika semakin banyak pemerintah daerah yang membeli produknya lewat e-catalog ini tentu akan makin banyak UMKM untuk go digital,” jelas Teten.
Lebih rinci, Teten menjelaskan pemerintah berencana untuk menaikkan belanja pemerintah yang saat ini sudah mencapai 40% atau senilai Rp400 triliun dan dengan kenaikan ke depannya, kebijakan substitusi impor untuk konsumsi dan belanja pemerintah diharapkan mampu mendorong tumbuhnya industri dalam negeri.
Pemerintah juga terus meningkatkan fasilitas pembiayaan dengan menargetkan 30% kredit perbankan untuk UMKM di tahun 2024 dapat tercapai.
Meskipun jumlah ini masih jauh dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia dan Thailand yang sudah mencapai 40% dan Korea Selatan yang telah sampai 80%.
Untuk mencapai target ini, Teten mengaku ada tantangan besar yang masih dihadapi, terutama pada praktik penyaluran KUR yang masih sulit meskipun secara regulasi telah didukung secara penuh.
Tantangan ini menjadi faktor yang penting, dan dapat diatasi dengan mendorong bank penyalur KUR untuk menggunakan teknologi credit skoring, tentunya disertai dengan UMKM yang harus melakukan pencatatan secara digital sehingga cara kerjanya lebih efektif.