Risalahnegeriku
  • Berita Terkini
  • Keamanan
  • Ekonomi
  • Pariwisata
No Result
View All Result
  • Berita Terkini
  • Keamanan
  • Ekonomi
  • Pariwisata
No Result
View All Result
Risalahnegeriku
No Result
View All Result

Prabowo, Amnesti, dan Abolisi: Antara Sinisme Publik dan Harapan Bangsa

Salma Hasna by Salma Hasna
5 Agustus 2025
3 min read
0
Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si - Ketua Bidang Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional DPP Partai Golkar - Guru Besar Hubungan Internasional Busan University of Foreign Studies (BUFS) Korea Selatan

Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si - Ketua Bidang Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional DPP Partai Golkar - Guru Besar Hubungan Internasional Busan University of Foreign Studies (BUFS) Korea Selatan

Banyak yang berbisik “Ah. Amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong hanyalah ambisi menuju dua periode Prabowo” . Spekulasi ini menggoda, bahkan wajar, di tengah iklim politik yang sarat manuver.

Demokrasi selalu membuka ruang tafsir. Bahwa setiap kebijakan dibaca sebagai strategi, setiap keputusan dianggap kalkulasi kekuasaan. Namun jika kita berhenti di level itu saja, kita kehilangan sesuatu yang lebih penting, yakni kedalaman politik sebagai jalan merawat republik.

Langkah ini politis, iya. Tapi politis tidak selalu identik dengan kotor. Dalam sejarah, keputusan politik kerap menjadi jembatan untuk menyembuhkan luka bangsa. Dalam situasi polarisasi pasca pemilu yang memanas, Prabowo memilih jalan tengah.

Presiden Prabowo, bisa ditafsir ingin menghentikan perdebatan yang membelah, menghapus luka yang membuat keadilan terasa jauh. Keputusan ini bukan akhir dari persoalan, tapi awal dari pertanyaan lebih besar…

Apa arti keadilan ketika hukum telah kehilangan makna karena politik?

Dinamika Politik dan Hukum: Jalan Tengah yang Berat

Kasus Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong mewakili dua kutub politik yang lama berseteru. Hasto, Sekjen PDIP, terjerat kasus Harun Masiku. Sedang Tom Lembong, teknokrat yang identik dengan kubu oposisi, dihantam perkara impor gula.

Dua-duanya divonis bersalah, dua-duanya dikelilingi kontroversi. Publik melihat proses hukum mereka penuh kejanggalan, dari cara penyidikan, dakwaan, hingga vonis yang terasa dipaksakan. Puncak komedinya adalah Tom Lembong didakwa bersalah karena melakukan tindakan ekonomi kapitalis.

Terlepas dari semuanya itu, Presiden Prabowo memilih dua jalur berbeda. Amnesti untuk Hasto, abolisi untuk Tom. Secara hukum, langkah ini sah. Pasal 14 UUD 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 memberi presiden wewenang memberi pengampunan dengan pertimbangan DPR.

Dalam sejarah Indonesia, mekanisme ini dipakai sejak era Sukarno hingga SBY, dari pemberontakan PRRI/Permesta hingga rekonsiliasi Aceh.

Namun legalitas bukan segalanya. Publik tetap bertanya: mengapa hanya tokoh besar yang diampuni? Bagaimana dengan rakyat kecil yang juga jadi korban kriminalisasi, tapi tak punya nama untuk diperjuangkan? Pertanyaan itu sah dan harus dijawab bukan dengan defensif, melainkan dengan keberanian melakukan reformasi hukum.

Keputusan Prabowo harus dibaca sebagai koreksi moral terhadap praktik hukum yang cacat rasa keadilan. Ini bukan penghapusan kesalahan, tapi pengakuan bahwa proses hukum perlu dibenahi.

Dalam politik modern, pengampunan semacam ini lazim dipakai untuk menutup bab lama dan membuka bab baru. Amerika melakukannya setelah skandal Watergate, Afrika Selatan setelah apartheid, Indonesia saat mendamaikan Aceh. Semua langkah itu dipuji, bukan karena hukum dilemahkan, tapi karena hukum ditransformasikan jadi alat pemulihan.

Falsafah Rekonsiliasi: Keberanian Memeluk Rasa Adil

Tentu, selalu ada risiko. Publik sinis akan menganggap ini barter politik, apalagi karena momentum pengampunan berbarengan dengan instruksi Megawati agar PDIP mendukung pemerintahan Prabowo. Gabungan dua peristiwa ini memberi kesan kalkulasi kekuasaan yang tak terelakkan.

Namun, sinisme tak boleh jadi kacamata tunggal. Rekonsiliasi selalu lahir di tengah tuduhan. Mandela dituduh berkompromi dengan apartheid, SBY dituding terlalu lunak pada eks-GAM. Tapi sejarah membuktikan bahwa keberanian memeluk rasa adil, adalah pintu untuk terwujudnya perdamaian. Pertanyaannya bukan apakah ini barter, tapi apakah barter ini membuka ruang lebih luas bagi bangsa untuk sembuh.

Dalam kebijaksanaan lama, keadilan dipandang sebagai keseimbangan, bukan hanya menghukum yang bersalah, tapi juga memulihkan yang terluka.

Falsafah Jawa menyebut, “Sing becik ketitik, sing ala ketara” . Hal yang baik akan tampak, yang buruk akan terkuak. Keadilan sejati bukan tentang siapa yang kalah dan menang, tapi tentang keberanian bangsa untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya bersama.

Langkah Prabowo memberi amnesti dan abolisi berada di jalur itu. Berat, penuh risiko, mudah disalahpahami. Tapi jika dijalankan dengan niat lurus dan diikuti pembenahan hukum, ia bisa jadi titik balik. Republik ini terlalu lama hidup dalam siklus dendam. Sudah waktunya mencoba siklus pemulihan.

Hati kita mungkin belum sepenuhnya lega. Luka hukum terlalu dalam untuk sembuh dalam semalam. Tapi setiap bangsa besar pernah diuji. Berani balas dendam atau berani memaafkan.

Pilihan pertama mudah, namun pilihan kedua butuh keberanian moral. Sejarah akan mencatat langkah ini bukan hanya sebagai keputusan hukum, tapi sebagai cermin kematangan politik kita. Apakah kita siap menjadi bangsa yang bukan hanya pandai menghukum, tapi juga pandai menyembuhkan?

Tags: abolisiHukumPolitikPresiden PrabowoProf. Dr. Ali Mochtar Ngabalin
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Login
Notify of
guest

guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Berita Terpopular

Prof. Dr. Ali Mochtar Ngabalin, M.Si - Ketua Bidang Politik Luar Negeri dan Hubungan Internasional DPP Partai Golkar - Guru Besar Hubungan Internasional Busan University of Foreign Studies (BUFS) Korea Selatan
Berita Terkini

Prabowo, Amnesti, dan Abolisi: Antara Sinisme Publik dan Harapan Bangsa

5 Agustus 2025
Pemerintah Salurkan Insentif untuk 341 Ribu Guru Honorer Mulai Agustus 2025
Berita Terkini

Pemerintah Salurkan Insentif untuk 341 Ribu Guru Honorer Mulai Agustus 2025

4 Agustus 2025
PPG Guru Tertentu 2025 Resmi Dibuka
Berita Terkini

PPG Guru Tertentu 2025 Resmi Dibuka

4 Agustus 2025
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Kebijakan Privasi
  • Tentang Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Citizen Journalism
Copyright Inanegeriku Team All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Berita Terkini
  • Keamanan
  • Ekonomi
  • Pariwisata
wpDiscuz