Saat ini sedikitnya ada 7 startup baru masuk ke jajaran unicorn Indonesia. Dan boleh jadi ada tambahan baru yakni aplikasi Pedulilindungi (PL) yang belum lama diluncurkan untuk mencegah penyebaran Covid-19, kini sudah diunduh lebih dari 49 juta kali dan 55 juta pemakai setiap bulannya. Bagaimana prospeknya ? Bagaimana pula aplikasi ini mendukung manajemen kenegaraan dan kamtibmas ?
Jakarta – 27/09/2021. Cepat atau lambat industri ekonomi digital di tanah air tak bisa dipungkiri akan melesat lebih cepat. Sepanjang 2021 ini saja, sudah ada dua pendatang baru perusahaan rintisan (startup) di Indonesia dengan nilai valuasi jumbo di atas US$1 miliar. Istilah populernya, unicorn. Di kawasan Asia Tenggara sendiri menjadi magnet baru bagi perusahaan venture capital untuk menggelontorkan modalnya bagi startup potensial. Per Juni 2021 tercatat ada 16 unicorn+decacorn di Asean. Angka ini terbilang besar untuk ukuran global.
Dari seluruhnya, Indonesia menyumbang 7 startup. Ada satu startup pendatang baru yang baru pertengahan 2021 ini masuk ke jajaran unicorn Indonesia. Siapa dia? Apa saja sih unicorn yang ada di Indonesia saat ini?
Gojek nomor 1
Siapa yang nggak kenal Gojek? Sejak pertama kali dikenalkan ke publik pada 2010 lalu, startup transportasi ini berkembang dengan sangat cepat. Dalam kurun waktu singkat, Gojek berhasil merebut pasar industri ride hailing di Indonesia. Berdasarkan laporan CB Insight pada Juli 2021, Gojek memiliki valuasi US$10 mliar. Artinya, Gojek sudah sah dikategorikan sebagai decacorn dengan nilai valuasi yang ada.
Universitas Indonesia pernah merilis risetnya pada 2018 yang menyebutkan bahwa Gojek memberikan dampak ekonomi sebesar Rp 44,2 triliun bagi ekonomi nasional. Selain itu, Gojek dianggap punya peran penting dalam mendukung iklim UMKM. Dikutip dari situs resminya, Gojek telah menggandeng lebih dari 2 juta pengemudi online, 500 ribu merchant makanan, dan lebih dari 170 juta unduhan aplikasi oleh pengguna. Posisi kedua ditempati Tokopedia. Unicorn terbesar kedua di Indonesia yang diperkirakan memiliki valuasi US$8 miliar- US$10 miliar pada awal 2021 atau setara dengan Rp112 triliun (kurs Rp14.100). Tokopedia merupakan perusahaan marketplace atau pihak yang menghubungkan antara penjual dan pembeli, atau yang akrab kita sebut e-commerce.
Menariknya, dua unicorn yang menduduki peringkat teratas yakni Gojek dan Tokopedia sudah resmi melakukan merger pada Mei 2021. Entitas baru, bernama GoTo, dinakhodai oleh Andre Soelistyo sebagai CEO. Sementara Tokopedia masih ditangani oleh William Tanuwijaya dan Gojek masih oleh Kevin Aluwi. Masing-masing sebagai CEO. Berikutnya di posisis ketiga ada Traveloka. Aplikasi ini dikenal sebagai perusahaan yang memiliki layanan pemesanan tiket transportasi, pemesanan hotel, hingga penyewaan kendaraan. Perusahaan teknologi dengan layanan pemesanan jasa transportasi ini diperkirakan memiliki valuasi lebih dari US$3 miliar pada akhir 2020.
Seiring berjalannya waktu, lini bisnis Traveloka juga merambah ke layanan gaya hidup, direktori kuliner, hingga jasa keuangan. Khusus jasa keuangan, Traveloka menawarkan solusi pembayaran dan asuransi. Aplikasi traveloka sendiri telah diunduh lebih dari 60 juta kali oleh pengguna. Ovo, sementara itu, menduduki posisi 4. OVO dikenal sebagai perusahaan yang memiliki layanan dompet digital. Pada saat ini, aplikasi OVO dapat digunakan untuk keperluan pembayaran sampai investasi.
Valuasi OVO diperkirakan mencapai US$2,9 miliar pada 2020. Dibentuk oleh salah satu grup bisnis besar di Indonesia yaitu Lippo Group, OVO diluncurkan pada 2017.
Seiring berkembangnya bisnis perusahaan, OVO yang dikenal dengan warna khas ungu itu kemudian digandeng oleh Tokopedia sebagai platform pembayaran digital di marketplace tersebut. Kerjasama itu meningkatkan jumlah pengguna di kedua belah pihak. Berikutnya di posisi ke lima adalah Bukalapak. Bukalapak merupakan perusahaan teknologi yang memiliki bisnis utama yang hampir sama dengan Tokopedia yaitu marketplace. Pada Juli 2021, valuasi Bukalapak diperkirakan mencapai US$3,5 miliar.
Per 6 Agustus 2021, Bukalapak resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten BUKA. Di periode awal IPO, harga saham BUKA sempat melonjak di atas Rp1.100 per lembar. Angka ini jauh di atas penawaran, Rp850 per lembar. Didirikan pada 2010, Bukalapak telah melayani lebih dari 6 juta pelapak, 5 juta mitra Bukalapak, dan 90 juta pengguna aktif. Status Unicorn sendiri mulai disandang Bukalapak per 2017 lalu. Dengan mitra yang cukup banyak, Bukalapak juga dianggap punya peran penting dalam mendukung iklim UMKM nasional.
Unicorn berikutnya yang tak kalah spektakuler adalah J&T Express di posisi enam. J&T Express baru masuk ke deretan unicorn Indonesia awal 2021 ini. Perusahaan yang didirikan oleh mantan eksekutif Oppo yaitu Jet Lee dan Tony Chen itu bergerak di bidang ekspedisi dan logistik. Masuknya J&T Express dalam jajaran unicorn di Tanah Air dirilis oleh firma riset CB Insight yang menyebutkan valuasi perusahaan ini sebesar US$7,8 miliar setara dengan Rp 113,5 triliun per April 2021.
Didirikan pada 2015, J&T Express yang bermarkas di Indonesia kini telah memiliki perluasan wilayah kerja ke sejumlah negara lain di Asia, dari Vietnam sampai China. Di Indonesia, perusahaan ini menjadi mitra pengiriman logistik sejumlah e-commerce seperti Bukalapak, Shopee hingga Tokopedia. Masa pandemi yang mengerek penggunaan e-commerce turut meningkatkan permintaan terhadap jasa pengiriman barang yang dikelola oleh J&T Express. Pertama kali datang ke Indonesia pada 2015, layanan J&T Express kini merambah seluruh Indonesia.
OnlinePajak
Belum banyak masyarakat mengetahui bahwa ada satu lagi startup yang berstatus unicorn. Dialah OnlinePajak di posisi ke-7, sebuah platform manajemen pajak. OnlinePajak melayani penghitungan besaran pajak tertanggung yang harus dibayarkan wajib pajak (WP), memfasilitasi setoran, sampai surat pemberitahuan (SPT) tahunan. Per Juli 2021, OnlinePajak tercatat memiliki valuasi US$1,7 miliar. Beberapa investor dengan kontribusi tertinggi kepada OnlinePajak adalah Sequoia Capital India, Warburg Pincus, dan Altos Ventures.
Adapun Xendit yang didirikan oleh Moses Lo pada tahun 2015 masuk ke posisi 8. Startup fintech ini menyediakan layanan berupa sistem pembayaran (payment gateway) untuk memudahkan proses transaksi pelaku bisnis, mulai dari UMKM, startup, e-commerce, hingga perusahaan besar. Xendit baru saja mengumumkan perolehan pendanaan Seri C senilai USD 150 juta atau Rp 2,1 triliun. Hal itu yang mendongkrak Xendit sejajar dengan Gojek maupun Tokopedia.
Aplikasi Pedulilindungi
Aplikasi PeduliLindungi yang dikembangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah digunakan oleh 32,8 juta pengguna, dengan rata-rata penambahan pengguna per hari mencapai 500.000 pengguna. Aplikasi ini akan berperan penting dalam pengendalian pandemi COVID-19 dan akan menjadi syarat untuk akses ke tempat publik. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menjelaskan bahwa PeduliLindungi dapat membantu pemerintah dalam melakukan tracing penularan virus corona. Penguatan tracing ini akan membantu proses pengambilan keputusan dan tindakan agar penularan tidak menyebar luas.
“Dengan mengunduh aplikasi PeduliLindungi dan mengaktifkan data lokasi, secara berkala sistem dapat melakukan identifikasi lokasi serta memberikan informasi terkait dengan tingkat risiko lokasi dan zonasi penyebaran COVID-19,“ tambah Menkominfo Johnny G. Plate. Menteri Johnny juga menjelaskan per 29 Agustus 2021, total masyarakat yang melakukan skrining dengan menggunakan PeduliLindungi di beberapa sektor publik, seperti pusat perbelanjaan, industri, tempat olahraga, dan lainnya, telah mencapai 13,6 juta orang. Dari total 13,6 juta orang tersebut, terdapat 462 ribu orang yang masuk kategori merah sehingga tidak diperkenankan masuk/melakukan aktivitas oleh sistem.
Pemerintah akan terus mendorong penggunaan platform PeduliLindungi hingga diwajibkan di hampir sebagai syarat untuk mengakses seluruh area publik yang dilakukan penyesuaian, tanpa terkecuali. Dengan demikian, pandemi COVID-19 akan mengubah gaya hidup kita dan membiasakan diri dengan penggunaan platform digital seperti PeduliLindungi. Menkominfo menegaskan bahwa pemerintah juga menjamin keamanan data para pengguna yang ditercatat di aplikasi PeduliLindungi. Masyarakat diminta untuk tidak khawatir karena sistem keamanan dari Pedulilindungi akan terus dimutakhirkan dan diperkuat untuk terus menekan kemungkinan terjadi kebocoran data. Oleh karenanya, Menkominfo mengajak masyarakat untuk segera mengunduh aplikasi Pedulilindungi dari Google Play Store atau Apple App Store. “Dengan menggunakan Pedulilindungi, anda sudah berkontribusi dalam melawan pandemi COVID-19,” katanya.
Tembus 49 juta
Laporan terbaru, aplikasi Pedulilindungi kini telah diunduh oleh lebih dari 49 juta kali dengan total pemakainya lebih dari 55 juta per bulan. Kalau di Indonesia rata-rata diunduh sekitar 60 juta kali, maka sebenarnya Pedulilindungi juga memiliki prospek yang sama menjadi unicorn di Indonesia. Ke mana saja kita beraktivitas, mau tidak mau harus memakai atau membuka aplikasi Pedulilindungi. Bisa jadi lebih besar pemakainya daripada pemakai aplikasi raksasa lain di Indonesia, meskipun bukan berarti tanpa kendala. Kesulitan mengunduh aplikasi PeduliLindungi karena memori di ponsel pintarnya penuh, acap kali dialami oleh sebagian masyarakat. Namun pada Oktober mendatang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan manjadikan fitur pada aplikasi PeduliLindungi bisa diakses di aplikasi lain.
Chief Digital Transformation Officer Kemenkes, Setiaji mengatakan saat ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan platform-platform digital seperti Gojek, Grab, Tokopedia, Traveloka, Tiket, Dana, Cinema XXI, Link Aja, bahkan ada juga aplikasi dari Pemerintah Jakarta yaitu Jaki. Jadi masyarakat tidak harus menggunakan PeduliLindungi tetapi bisa mendapatkan fitur-fitur yang ada di PeduliLindungi pada aplikasi tersebut. “Ini akan launching di bulan Oktober ini. Ada proses di mana kami memerlukan beberapa model untuk bisa diakses oleh setiap orang. Jadi aplikasi yang paling banyak digunakan itu kan seperti ada Gojek, Grab, Tokopedia dan lain sebagainya Itu bisa digunakan untuk bisa masuk ke berbagai macam fitur yang ada di PeduliLindungi,” katanya dalam diskusi secara virtual.
Selanjutnya, kata Setiaji, bagi orang yang tidak punya ponsel pintar dan akan melakukan perjalanan udara maupun dengan kereta tetap bisa teridentifikasi status hasil tes swab PCR maupun antigen dan sertifikat vaksinnya. Status tersebut bisa diketahui melalui nomor NIK saat membeli tiket. “Sudah kami berlakukan di bandara, misalnya di bandara itu bahkan di tiket sudah kita integrasikan. Kalau naik kereta api itu sudah tervalidasi pada saat pesan tiket, sehingga tanpa menggunakan handphone pun itu bisa diidentifikasi bahwa yang bersangkutan sudah memiliki vaksin dan ada hasil tesnya (PCR atau antigen),” ucapnya.
Sementara itu, bagi tempat yang tidak terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi, masyarakat bisa memeriksanya secara mandiri di aplikasi PeduliLindungi. Caranya dengan memasukkan NIK dan langsung muncul bahwa yang bersangkutan statusnya layak atau tidak untuk masuk ke tempat tersebut. “Di PeduliLindungi itu sudah ada fitur untuk self check. Jadi sebelum berangkat orang-orang bisa menggunakan self-check terhadap dirinya sendiri,” ujar Setiaji. Di sisi lain, aplikasi PeduliLindungi banyak sekali keterkaitannya, seperti dengan hasil tes, hasil tracing kontak erat, dengan telemedicine sehingga bisa mendapatkan layanan obat gratis. Kemudian aplikasi PeduliLindungi juga akan diintegrasikan dengan sistem karantina.
Tidak hanya itu, kalau dilihat dari sisi jumlah akses aplikasi PeduliLindungi, pada awal Juli masih di bawah 1 juta, sekarang sudah hampir mendekati 9 juta yang mengakses PeduliLindungi, kemudian 48 juta kali diunduh, dan kurang lebih 55 juta pengguna bulanan.
Pembayaran digital
Begitu besar dan masifnya penggunaan apilikasi Pedulilindungi ini belakangan melahirkan ide baru untuk menambah fitur aplikasi PeduliLindungi. Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengemukakan ide untuk memasukkan layanan pembayaran digital ke dalam aplikasi PeduliLindungi. Wacana ini pun menjadi sorotan banyak pihak, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan wacana ini cenderung tidak nyambung. Dia mengatakan wacana ini cenderung dipaksakan dan malah tidak efektif.
“Jadi kurang nyambung ya karena tujuan awalnya kan untuk pendataan dan tracing COVID-19. Kalau dipaksakan untuk tujuan lain seperti pembayaran digital sebenarnya tidak efektif,” ungkap Bhima. Sebagai contoh masalah dari aplikasi ini saja, Bhima menjelaskan PeduliLindungi memakan baterai dan data yang besar. Takutnya, bila fiturnya terus ditambah, bahkan menambahkan layanan pembayaran digital, aplikasi ini bakal makin berat, memakan banyak data, dan juga konsumsi baterai.
“Hanya karena pemerintah punya data jutaan orang yang mengunduh aplikasi PeduliLindungi, belum tentu orang akan menjadikan aplikasi peduli lindungi sebagai aplikasi pembayaran yang dia gunakan,” ungkap Bhima. Sementara itu, menurut pengamat teknologi yang juga merupakan Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan meskipun ide ini brilian namun menurutnya kurang tepat. Lebih baik, aplikasi PeduliLindungi fokus untuk urusan publik, khususnya dalam bidang kesehatan, khususnya dalam rangka melaksanakan sistem tracing virus.
Kalau pun pemerintah mau membuat sistem pembayaran digital lebih baik dipisah menurutnya, atau justru menggunakan sistem pembayaran yang sudah ada saja. “Secara ide memang brilian, tapi baiknya tidak digabung antara urusan kesehatan publik dan akses memasuki tempat umum dengan sistem pembayaran. Kalau mau, lebih baik bikin saja aplikasi terpisah atau gunakan sistem pembayaran yang sudah ada,” ungkap Heru.
Tidak Pas
Di sisi lain, Guru Besar bidang sosiologi bencana dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Prof Sulfikar Amir mengatakan bahwa menjadikan PeduliLindungi sebagai alat pembayaran digital ini tidaklah pas. Sebagai aplikasi yang dibesut pemerintah untuk menangani masalah kesehatan, dia melihat ada banyak aspek yang sebetulnya tidak tepat disatukan dengan sisi komersial.
“Jadi banyak aspek yang tidak bisa disatukan dengan sisi komersial di situ. PeduliLindungi itu kan sebuah aplikasi yang data sistemnya khusus dipakai untuk menangani masalah kesehatan,” kata Sulfikar kepada wartawan. Sebelumnya, ide Luhut soal PeduliLindungi ini tercetus karena mulai maraknya sistem pembayaran digital lewat teknologi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang dibuat Bank Indonesia.
Nah karena bentuknya aplikasi digital, dia menyebut bisa saja pembayaran digital berbasis QRIS diterapkan juga di aplikasi PeduliLindungi.
“KKI (Karya Kreatif Indonesia) terbukti mampu mendorong penciptaan produk premium disertai sistem pembayaran digital melalui QRIS. Jadi sekarang sudah melebar nanti mungkin kita coba masukkan ke digital app PeduliLindungi. Jadi platform berbagai macam saja bisa masuk,” tuturnya dalam Pembukaan Puncak Karya Kreatif Indonesia 2021 oleh Bank Indonesia secara virtual.
Semakin digdaya
Terlepas layak tidaknya digunakan sebagai alat pembayaran digital atau tidak, yang perlu kita catat adalah bahwa aplikasi Pedulilindungi mempunyai basis data analog yang sangat besar. Kalau separuhnya penduduk Indonesia mengunduh aplikasi Pedulilindungi, itu berarti sudah lebih dari 150 juta pengguna. Sangat layak dinyatakan sebagai super apps, karena setiap orang punya alasan yang kuat untuk membuka aplikasi Pedulilindungi setiap saat sebagai syarat mutlak beraktivitas di sebuah kawasan atau bepergian domestik maupun internasional. Sudah begitu, aplikasi Pedulilindungi, karena besutan pemerintah, sebenarnya akan sangat mudah diintegrasikan dengan bigdata milik kepolisian yang memberikan manfaat serta kemudahan setiap penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya.
Melalui aplikasi Pedulilindungi misalnya, petugas kepolisian akan dengan mudah melacak status seseorang apakah sudah divaksin atau belum, kemana saja bepergian dan status paspor vaksin sehingga dengan mudah mengantisipasi potensi gangguan Kamtibmas. Toh pada faktanya, Polri sudah banyak terlibat menjadi tracer, tracker dan treatment selama pandemi. Sehingga untuk mengintegrasikan Pedulilindungi dengan big data di kepolisian pun bukanlah sesuatu yang terlalu sulit dilakukan. Kedigdayaan aplikasi modern semacam Pedulilindungi ini, memang akan menyederhanakan berbagai hal. Dalam konteks pengaturan kerja kenegaraan, administrasi kependudukan, kesehatan dan keamanan lingkungan akan sangat bermanfaat dan dimudahkan. Potensi pelanggaran aturan yang bisa berkembang menjadi kerawanan munculnya gangguan kamtibmas, dengan sendirinya dapat terantisipasi lebih baik lagi. (Saf).