Liputan6.com, Jakarta – Pada 2 Maret 2021 besok, tepat satu tahun sudah para tenaga kesehatan berjuang untuk menyembuhkan dan merawat pasien Covid-19 di Indonesia. Para garda terdepan itu tidak pernah lelah ataupun putus asa, meskipun mereka menyadari bahwa risiko dirinya untuk tertular Covid-19 sangat tinggi.
Hingga 28 Februari 2021, lebih dari 718 tenaga kesehatan telah gugur dalam perjuangan melawan Covid-19. Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) memaparkan, 718 tenaga kesehatan yang gugur itu terdiri dari 325 dokter, 234 perawat, 106 bidan, 33 dokter gigi, 11 apoteker, dan 17 Ahli Teknologi Laboratorium Medik (ATLM).
Adib mengatakan, angka kematian tenaga kesehatan tersebut sebenarnya lebih dari 718, karena kata dia, ada beberapa data yang terakhir kali di-update pada awal bulan Februari 2021.
“Data kematian bidan itu per 10 Februari 2021, dan perawat 5 Februari 2021,” kata Adib dalam diskusi virtual Tim Mitigasi PB IDI, Senin (1/3/2021).
Harus diakui, kata dia, angka kematian tenaga kesehatan terus meningkat setiap bulannya. Adib mengatakan bahwa peran dokter, dokter gigi, dan perawat memang krusial dalam penanganan Covid-19 ini. Di satu sisi mereka harus merawat pasien yang sakit, namun mereka juga tetap harus menjaga dirinya sendiri agar tidak jatuh sakit.
“Beberapa kasus tenaga kesehatan yang terkena Covid-19 dikarenakan sulitnya mendapatkan tempat perawatan,” ujar Adib.
Dia menjelaskan, tingginya angka kematian tenaga kesehatan tersebut sejalan dengan tingginya angka kasus positif setiap harinya, sehingga beban kerja tenaga kesehatan juga meningkat. Dia kemudian menjabarkan pokok-pokok permasalahan yang menyebabkan kasus harian semakin tinggi.
“Regulasi tentang sistem kesehatan nasional belum kuat dan belum sinergis. Lalu ketidaksiapan sistem kesehatan nasional kita dalam menghadapi pandemi ini juga menjadi pokok permasalahan,” kata dia.
Selain itu, dia juga melihat bahwa industri dan teknologi kesehatan di Indonesia masih tergantung dengan luar negeri. Alasan terakhir, kata dia, yakni karena ketidakpatuhan dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19.