Untuk mencegah para pemudik nekat di masa larangan mudik, Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri menyiapkan ratusan titik penyekatan mudik. Hal itu dilakukan untuk mengendalikan pergerakan masyarakat dan mencegah rantai penularan COVID-19. Sebelumnya, Korlantas Polri menyiapkan 333 titik penyekatan mudik 2021. Namun kemudian ditambahkan menjadi 381 titik di sembilan provinsi. Selain itu, Korlantas Polri segera menggelar Operasi Ketupat 2021. Mengingat pademi COVID-19 belum berakhir pelaksanaan Operasi Ketupat kali ini diperketat untuk menghalau para pemudik yang nekat pulang kampung. Bagaimana pelaksanaannya di lapangan? Apakah berbagai upaya itu membawa hasil? Kenapa para pemudik tetap nekat pulang? Apa masukan dari pelaksanaan larangan mudik hingga dapat dievaluasi dan diperbaiki hingga 24 Mei nanti?
Jakarta, 11 Mei 2021 – Korlantas Polri Irjen Pol Istiono mengatakan, dalam pelaksanaan Operasi Ketupat 2021 jumlah personel yang akan diterjunkan sebanyak 155.000 orang. Mereka terdiri atas 90.502 personel Polri dan 11.533 personel TNI serta 52.880 personel instansi terkait. “Instansi terkait ini seperti Satpol PP, Dishub, Dinkes, Pramuka, Jasa Raharja dan lain-lain,” katanya, saat gelar pasukan Operasi Ketupat 2021 di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (5/5/2021). Pelaksanaan Operasi Ketupat 2021 berlangsung 12 hari, mulai tanggal 6 sampai dengan 17 Mei 2021. Lalu lanjut paska larangan mudik tahap akhir 18-24 Mei 2021. Dalam operasi ini, semangat yang ingin ditanamkan adalah upaya Polri dalam mencegah COVID-19 melalui penyekatan dan penegakan protokol kesehatan (prokes).
Prioritas Korlantas Polri adalah langkah preventif secara humanis sehingga masyarakat mematuhi prokes, laksanakan penegakan hukum upaya yang terakhir kepada oknum yang menciptakan kluster baru COVID-19. Upaya penyekatan untuk mengahalau pemudik dilaksanakan di 381 pos mulai dari Sumatera Selatan hingga Bali. Penyekatan dimulai dari pukul 00.00 WIB. Menurut Istiono, keputusan ini diambil karena beberapa hal, misalnya kenaikan kasus setelah libur panjang, termasuk 90,3 persen salah satunya pada tahun 2020 setelah Idul Fitri. Dia juga mengingatkan agar ‘tsunami COVID-19’ di India jangan sampai terjadi di Indonesia. Pembatasan perjalanan mudik Lebaran 2021 terbagi dalam tiga periode, yang berlangsung sejak pekan keempat April hingga pekan ketiga Mei 2021. Di tahap pertama, atau periode pra-larangan mudik lebaran pada 22 April-5 Mei, kegiatan perjalanan masih diperbolehkan, tapi dengan pengetatan mobilitas penduduk. Pengetatan dengan pemberlakuan syarat perjalanan berupa surat hasil tes negatif COVID-19 yang berlaku 1×24 jam.
Kemudian, tahap kedua adalah periode larangan mudik lebaran 2021 yang berlaku selama 6-17 Mei. Selama periode ini, perjalanan hanya diizinkan bagi mereka yang memiliki kepentingan pekerjaan, urusan mendesak, dan keperluan nonmudik tertentu. Pelaku perjalanan itu harus membawa surat negatif COVID-19 dan surat izin bepergian atau surat izin keluar masuk (SIKM) dari pihak berwenang. Tahap ketiga atau periode pascalarangan mudik berlangsung di 18-24 Mei. Di tahap ini, kembali diberlakukan pengetatan mobilitas yang persyaratannya sesuai dengan periode pra-larangan mudik.
Tambah Titik Penyekatan
Alasan ditambahkannya titik penyekatan mudik 2021 adalah membuat jalur alternatif pemudik semakin sedikit sehingga mencegah mobilitas warga. Hal ini dilakukan sesuai aturan Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran COVID-19 Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah. Mana saja titik penyekatan yang disiapkan Polri? Setelah ditambah, terdapat 381 titik penyekatan mudik 2021 yang tersebar dari Polda Sumatera Selatan (Sumsel) hingga Polda Bali. Dari sembilan provinsi, Polda Jawa Barat memiliki pos penyekatan paling banyak, yakni 158 titik, sementara pos paling sedikit dimiliki Polda Bali dengan hanya 5 titik. Berikut sebaran titik penyekatan di sembilan provinsi di masa larangan mudik, yaitu: Polda Jabar: 158 titik, Polda Jateng: 85 titik, Polda Jatim: 74 titik, Polda Banten: 16 titik, Polda Metro Jaya: 14 titik, Polda DIY: 10 titik, Polda Sumsel: 10 titik, Polda Lampung: 9 titik, dan Polda Bali: 5 titik.
Razia Mudik 2021
Selanjutnya pada 381 titik penyekatan mudik 2021, petugas kepolisian disiapkan untuk melakukan razia. Kendaraan yang tidak sesuai syarat-syarat bepergian di masa larangan mudik akan diminta putar balik jika tidak bisa menunjukkan surat izin keluar masuk (SIKM) maupun surat bebas COVID-19. Satuan Tugas Penanganan COVID-19 meminta agar mudik lokal juga dilarang demi mencegah penularan virus COVID-19. “Mudik lokal pun kita harapkan tetap dilarang, jangan dibiarkan terjadi mudik lokal. Kalau terjadi mudik lokal, artinya ada silaturahmi, ada salam-salaman, ada cipika-cipiki. Artinya apa? Bisa terjadi proses penularan antara satu dan lainnya,” ungkap Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Doni Monardo dalam rapat koordinasi Satgas Penanganan COVID-19 Nasional 2 Mei 2021.
Dalam rapat itu, Doni menyebut potensi penularan COVID-19 juga masih bisa muncul dari arus mudik lokal masyarakat, apalagi saat hari raya mencapai puncaknya. “Kalau terjadi mudik lokal artinya ada silaturahmi, ada salam-salaman, ada cipika-cipiki. Artinya apa? Bisa terjadi proses penularan antara satu dengan lainnya,” ungkap Doni. Meski demikian, ada sejumlah pengecualian yang tetap diperbolehkan melintas di masa larangan mudik tahun ini, yakni: Orang yang bekerja atau perjalanan dinas untuk ASN, pegawai BUMN, pegawai BUMD, POLRI, TNI, pegawai swasta yang dilengkapi surat tugas dengan tanda tangan basah dan cap basah dari pimpinannya, Kunjungan keluarga yang sakit, Kunjungan duka anggota keluarga yang meninggal dunia, Ibu hamil dengan satu orang pendamping, Kepentingan melahirkan maksimal dua orang pendamping, dan Pelayanan kesehatan yang darurat. Mereka yang harus bepergian dengan alasan tertentu harus menunjukkan SIKM hingga surat keterangan bebas COVID-19 yang berlaku.
Hasil Titik Penyekatan
Langkah selanjutnya, Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono, kembali mengecek titik penyekatan di KM 31 Gerbang Tol Cikarang Barat, Sabtu (8/5/2021). “Saya sampaikan bahwa sampai saat ini volume arus kendaraan yang menuju Jawa ini mengalami penurunan sebanyak 73 persen. Kemudian yang menuju Bandung, Jawa Barat turun sampai 78,3 persen. Kemudian yang menuju Sumatera turun sampai 43,3 persen,” kata Kakorlantas, seperti disitat dari laman resmi NTMC Polri. Kakorlantas menjelaskan bahwa untuk volume kendaraan pada hari ketiga operasi ketupat ini masih didominasi oleh kendaraan angkutan logistik atau angkutan barang. Sedangkan untuk kendaraan yang terpaksa diputarbalikkan dikarenakan tidak memenuhi persyaratan melakukan perjalanan mudik sesuai yang telah diatur ada totalnya sebanyak 10.869 kendaraan.
“Putar balik kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan mudik hari ini sebanyak 10.869 kendaraan. Sementara untuk total selama tiga hari ini sebanyak kurang lebih 70.000 yang sudah kita putar balikkan.” lanjutnya. Kakorlantas menegaskan, dihari ketiga pelaksanaan operasi ketupat 2021 secara nasional untuk situasi Kamseltibcarlantas semuanya ini berjalan dengan aman lancar.
Jalur Tikus Dijaga Ketat
Berikutnya pihak kepolisian memastikan akan menjaga ketat jalur tikus saat larangan mudik Lebaran 2021. Hal tersebut agar para pemudik khususnya yang menggunakan kendaraan pribadi untuk tidak nekat ke kampung halaman, demi mencegah penyebaran lebih luas wabah COVID-19 di Indonesia. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, menjelaskan bahwa perencanaan penyekatan sudah selesai. Lalu pada 5 Mei 2021 telah dilakukan apel dan melakukan pergeseran pasukan. Tahun ini, proses penyekatan akan lebih baik, karena polisi telah mempelajari celah kekurangan tahun lalu. “Salah satunya jalur alternatif dan jalur tikus yang kemarin memang banyak kebocoran. Kami pastikan tahun ini tidak akan ada lagi yang lolos” ucapnya, seperti dilansir laman resmi NTMC Polri. Sebab polisi mencatat ada 16 jalur tikus yang biasa digunakan pemudik dari Jakarta untuk keluar kota. Polisi telah mendirikan posko pemantauan di seluruh jalur alternatif itu.
Namun beredar informasi dalam grup Facebook perihal rute dan cara masyarakat jika ingin mudik tanpa perlu bertemu dengan aparat penjaga posko-posko pemantauan lalu lintas. Polisi merespons dengan mengklaim telah melakukan penyekatan kendaraan secara berlapis. ”Polisi melaksanakan pola buka-tutup untuk mencegah kerumunan dan penyekatan berlapis untuk mencegah mereka yang tetap ingin mudik,” kata Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Pol Rudi Antariksawan ketika dihubungi wartawan, Selasa (11/5/2021). Pada pos-pos sekat, polisi menyiapkan masker dan swab antigen gratis bagi pengendara. Namun tetap saja banyak pengendara yang mengakali agar bisa tiba di kampung halaman. Tidak semua orang bisa diperkenankan melintas, karena dikhawatirkan mudik menjadi salah satu penyebab menularnya virus COVID-19. Maka pemerintah menerapkan aturan-aturan tertentu bagi publik yang nekat ingin kembali ke kampung.
Sanksi Bagi Pemudik Nekat Yang Tertangkap
Bila ada warga yang masih nekat melakukan mudik, pengendara bakal diminta untuk putar balik oleh petugas di lapangan. Tapi untuk orang dalam keadaan darurat, bisa menyertai surat tugas maupun keterangan terkait sesuai ketentuan. “Pada kasus tertentu, petugas bisa melakukan tindakan hukum ataupun penilangan,” ujar Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo belum lama ini. Kasus tertentu dimaksud ialah pemudik menggunakan jasa travel gelap atau pengendara menawarkan jasa tersebut. Mereka akan dikenakan sanksi sesuai Pasal 308 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009. Pada aturan itu, disebutkan bahwa pengemudi kendaraan yang tidak memiliki izin angkutan orang dalam trayek atau izin angkutan orang tidak dalam trayek terancam pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Sementara bila ada warga yang lolos dari penyekatan atau pengawasan, pemudik wajib dikarantina selama 5 hari di kampung halaman, seperti dikatakan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi. “Kalau ada yang lolos atau di luar pengamatan karena lewat jalan tikus dan sebagainya, lalu sampai ke daerah, itu ada kewajiban untuk karantina 5 hari di daerah masing-masing,” ucapnya. Ia bilang, wajib karantina merupakan ketentuan yang ditetapkan Satgas Penanganan COVID-19. Hal itu tertuang dalam SE Nomor 13 Tahun 2021. Budi mengatakan, karantina wajib bagi pemudik yang nekat ini akan dilakukan oleh gugus tugas COVID-19 di daerah. Oleh sebab itu pihaknya terus melakukan sosialisasi pada pemerintah daerah “Kami lakukan rakor untuk menyamakan persepsi mengenai SE 13, bahwa ada kewajiban melakukan isolasi 5 hari (bagi pemudik yang lolos), ini sudah dipahami gubernur, walikota, bupati yang akan laksanakan di lapangan,” kata Budi.
Masukan Untuk Perbaikan Larangan Mudik 2021
Masa pelarangan mudik itu diawali periode yang disebut masa pengetatan, berlaku selama 22 April – 5 Mei. Tapi tidak ada aturan mengikat pada periode itu yang bisa menghalangi niat mereka untuk mudik. Akhirnya, para pemudik nekat tetap bergegas pulang kampung sebelum 6 Mei. Di bawah ini beberapa masukan untuk perbaikan terhadap pencegahan mudik tahun yang berlangsung hingga 24 Mei 2021.
Pemudik yang mencuri start bisa lolos dengan sah. Meski sudah dilarang dan dihadang ketat, sama saja dengan tahun lalu di mana banyak pemudik “lolos”, tapi tahun ini lolosnya sah. Seperti hasil pemantauan satu media online ke sejumlah agen bus yang ada di Bekasi. Dari hasil pengamatan, masih cukup banyak masyarakat yang sudah mencuri start lebih awal sebelum masa peniadaan mudik.
Salah satu operator agen bus yang enggan disebutkan namanya, mengatakan pada periode pengetatan 1-5 Mei 2021, operasional masih berjalan normal. Dia membeberkan bahwa harga tiket bus pada periode itu mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat. “Harga tiket Rp620 ribu. Sama (harganya) kayak tahun kemarin. Mulai dari tanggal 1-5 Mei 2021 harga berlaku. Kalau normal Rp210 ribu,” ungkapnya. Meski harga tiket melonjak tinggi, permintaan tiket tetap bak kacang goreng. Bahkan dia membeberkan banyak permintaan keberangkatan dari masyarakat pada 6 Mei 2021. Namun, dia mengatakan bahwa bus tidak bisa berangkat di masa peniadaan mudik, sesuai dengan aturan pemerintah. “tak bisa kalau bus. Tetap tak bisa berangkat. Bus berhenti semua beroperasi,” katanya.
Para operator bus hanya pasrah dengan penerapan larangan mudik itu. Menurut mereka kerugian itu bisa tertutupi dengan pemasukan dari penumpang yang berangkat sebelum 6 Mei. Dengan banyaknya pemudik yang melakukan perjalanan hingga 5 Mei 2021, operator menyebut kondisinya tak jauh berbeda dengan kejadian banyak pemudik yang lolos pada 2020. Tahun lalu itu, mudik juga dilarang, namun pemerintah kecolongan banyak.
Kebijakan larangan tahun ini hanya menggeser puncak mudik. Pasalnya, persoalan larangan yang memang sempat membingungkan masyarakat. Beberapa orang kebingungan dengan penetapan masa pengetatan dan masa peniadaan mudik. Sebagian lainnya memanfaatkan itu untuk memajukan jadwal keberangkatan mereka ke kampung halaman. Pemudik menilai kebijakan pemerintah soal larangan mudik hanya akan menggeser puncak mudik ke tanggal-tanggal sebelum 6 Mei saja. Padahal awalnya, pemerintah menyebut-nyebut kebijakan larangan mudik sudah berlaku sejak 22 April 2021. Hanya saja, pada periode 22 April – 5 Mei 2021, pemerintah menyebutnya sebagai prapengetatan mudik. Tidak ada aturan yang mengikat masyarakat untuk bisa mudik ke kampung halamannya.
Berdasarkan data PT Jasa Marga (Persero) Tbk, sebanyak 387.383 kendaraan meninggalkan wilayah Jabotabek pada periode akhir pekan terakhir (30 April-2 Mei 2021) sebelum memasuki masa peniadaan mudik. Angka tersebut merupakan kumulatif arus lalu lintas (lalin) dari beberapa Gerbang Tol (GT) Barrier/Utama, yaitu GT Cikupa (arah Barat), GT Ciawi (arah Selatan), dan GT Cikampek Utama dan GT Kalihurip Utama (arah Timur). Jasa Marga menyebut, total volume lalin yang meninggalkan wilayah Jabotabek ini turun 10 persen jika dibandingkan lalin normal.
Adapun larangan mudik diatur dalam SE Nomor 13 Tahun 2021 Tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah. Ketentuan dalam SE ditandatangani oleh Ketua Satgas Penanganan COVID-19, Doni Monardo pada 7 April 2021. Ada empat ruang lingkup yang diatur dalam SE, yakni protokol kesehatan umum, pengendalian kegiatan ibadah selama bulan Ramadan dan salat Idul Fitri.
Dikutip dari bahan paparan Kementerian Perhubungan, pada periode 22 April – 5 Mei 2021, tidak ada ketentuan izin perjalanan yang diberlakukan. Namun, pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN) wajib untuk menunjukkan hasil tes negatif rapid test antigen atau PCR maksimal 1×24 jam atau GeNose C19 sebelum keberangkatan. Sementara pada masa peniadaan mudik, 6-17 Mei 2021 pun masih ada celah untuk bepergian ke luar kota. Aturan menyebutkan masyarakat masih bisa melakukan perjalanan tapi hanya untuk kepentingan bekerja/dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka/meninggal, ibu hamil/kepentingan persalinan.
Untuk ketentuan kesehatannya, PPDN wajib menunjukkan hasil negatif rapid test PCR maksimal 3×24 jam, rapid test antigen maksimal 2×24 jam atau hasil negatif GeNose C19 sebelum keberangkatan. Sedangkan pada pascamasa peniadaan mudik, yakni periode 18 Mei – 24 Mei 2021, ketentuan izin dan ketentuan kesehatan yang berlaku sama dengan masa awal pengetatan mudik. Selain itu, yang terbaru, pemerintah juga melarang mudik lokal di kawasan aglomerasi. Juru bicara Satgas COVID-19, Wiku Adisasmito, menegaskan pada intinya pemerintah tidak hanya melarang mudik antarprovinsi tapi juga lokal. Kendati kebijakan pelarangan mudik itu telah dilakukan, namun eksodus masyarakat untuk balik ke kampung halaman tak terbendung. Banyak dari masyarakat yang sudah terlanjur pulang ke kampung halamannya, tanpa melanggar aturan pula.
Kepolisian sempat blunder karena sepekan sebelum pemerintah mempercepat larangan mudik. Atau lebih tepatnya pada 15 April 2021, pihak kepolisian sempat melakukan blunder. Saat itu, Kakorlantas Polri Irjen Istiono, mempersilahkan masyarakat yang ingin mudik lebaran 2021 sebelum 6 Mei 2021. “Bagaimana adanya mudik awal, sebelum tanggal 6, ya silakan saja. Kita perlancar,” ujarnya dalam keterangan tetulis.
Pernyataan itu pun menjadi polemik. Pernyataan Istiono seolah bertolak belakang dengan upaya pemerintah yang terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak melakukan mudik demi mencegah penularan COVID-19. Sehari berselang, Istiono mengoreksi ucapannya. Dia tak merekomendasikan masyarakat mudik sebelum 6 Mei 2021. “Pada hakikatnya, sebelum tanggal 6 (Mei 2021) tidak direkomendasikan untuk mudik mendahului. Karena wilayah tujuan mudik menyiapkan karantina selama lima hari sesuai SE Nomor 13 Satgas COVID-19. Karena kebijakan pemerintah adalah dilarang mudik atau mudik ditiadakan,” paparnya.
Kebijakan panik dari pemerintah. Sebab menerapkan larangan mudik dengan tahapan pengetatan dan peniadaan dinilai sebagai kebijakan panik. Pakar transportasi nasional, Djoko Setijowarno, menilai pemerintah panik pada saat itu karena hasil survei menunjukkan banyak masyarakat yang sudah berencana akan mudik. Sejumlah pelaku usaha pun merilis hasil temuan mereka tentang hal itu. Survei yang dilakukan Pegipegi misalnya, menunjukkan sebanyak 72 persen responden berencana pulang kampung di 2021, sebelum larangan mudik diumumkan pemerintah. Survei tersebut diikuti oleh lebih dari 700 responden yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Tak hanya itu, hasil Survei Pasca Penetapan Peniadaan Mudik Selama Masa Lebaran 2021 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, ditemukan bahwa masih ada sekelompok masyarakat yang hendak pergi mudik pada rentang waktu H-7 dan H+7 pemberlakuan peraturan peniadaan mudik Idul Fitri. Latar belakang kondisi tersebut pun tertera di Addendum Surat Edaran perihal pengetatan persyaratan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri (PPDN). Pemerintah segera menelurkan kebijakan untuk menyikapi berbagai hasil survei tersebut. “Pemerintah tuh waktu itu di luar prediksinya. Jadi panik gitu,” katanya.
Djoko menilai pemerintah lupa, bahwa di wilayah Jabodetabek, terdapat banyak para pekerja informal yang merantau. Ia menyebut para pekerja informal melakukan mudik lebih awal lantaran mereka tidak memiliki pekerjaan tetap. Untuk itu, dia menilai wajar banyak warga pendatang di Ibu Kota maupun kota-kota besar yang akan rela memundurkan jadwal mudik mereka demi kembali kampung halaman. Bahkan, kendati peniadaan mudik sudah berlaku, Djoko menilai masih akan banyak masyarakat yang ‘kucing-kucingan’ dengan petugas Kepolisian dan Dishub di lapangan. Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada pemerintah agar ke depannya mampu melakukan pendekatan yang lebih baik dalam memberlakukan kebijakan. “Harus diubah pola pendekatannya. Memang angka COVID-19 meningkat, tapi jangan diakut-takuti. Orang kan kalau udah nekat ya gimana,” ucap dia.
Ironi mudik dilarang, tapi tempat wisata dibuka. Ketegasan pemerintah dalam penanganan pandemik COVID-19 di masa libur panjang pun dipertanyakan. Meski begitu gencar melakukan sosialisasi dan menerapkan kebijakan larangan mudik, namun objek wisata diizinkan untuk dibuka. Padahal, tempat tersebut juga punya potensi besar untuk menciptakan klaster COVID-19 yang baru saat libur panjang.
Anggota Komisi IX Fraksi PKS DPR RI, Netty Prasetiyani Aher mengkritik keras kebijakan pemerintah yang membuka destinasi wisata, namun melarang masyarakat untuk mudik. Netty mempertanyakan tujuan dari kebijakan tersebut. Netty meminta agar pemerintah konsisten dalam membuat kebijakan karena kasus COVID-19 di Indonesia masih tinggi. Menurutnya, jika memang pemerintah ingin mengendalikan pandemik, maka seharusnya tempat wisata jangan dibuka. Pemerintah pun membela diri melalui Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno turut menjawab pertanyaan kenapa mudik dilarang tapi wisata tetap diperbolehkan. Menurut Sandiaga, aturan larangan mudik itu ada dalam aturan PPKM skala mikro di mana beberapa kegiatan tetap diperbolehkan.
Dia menekankan pihaknya memberikan panduan bagi destinasi wisata yang akan dibuka, yakni dengan penerapan protokol kesehatan, termasuk konsep CHSE atau cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan), dan environment sustainability (kelestarian lingkungan). Nah, itulah sejumlah kritikan terhadap pelaksanaan larangan mudik tahun 2021 berdasarkan pelaksanaan di lapangan. Semoga ke depannya ada evaluasi dan perbaikan sehingga dapat berlangsung sesuai harapan pemerintah. Apalagi pelaksanaannya masih berlangsung hingga 24 Mei 2021 nanti. (EKS/berbagai sumber)