Tampaknya penjabaran tujuan program road safety untuk lalu lintas aman, selamat tertib dan lancar di Indonesia masih perlu diimplementasikan, yakni lewat peyusunan strategi yang lebih ‘evidence-based’ dan berdasarkan riset-riset.
Dengan demikian, fokus kajian jenis-jenis kecelakaan yang paling umum terjadi dan fatal di Indonesia diharapkan bisa diidentifikasi dan disosialisasikan kepada masyarakat pula. Kemampuan penegakan berbasis teknolog akan tidsk saja memilikii visibiltas namun juga efektif dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
Peningkatan kualitas keselamatan, turunnya tingkat fatalitas korban, terbangunnya budaya tertib berlalu lintas, dan pelayanan prima lalin angkutan jalan adalah indikator untuk melihat keberhasilannya di masa depan.
Jakarta, 28 Maret 2021. Kasus kecelakaan lalu lintas (lakalantas) di Indonesia masih tergolong sangat tinggi di dunia. Indeks nya menunjukkan gejala yang naik dari tahun ke tahun, sementara kecenderungannya di negara lain seperti Amerika Serikat dan Eropa menurut laporan KNKT (Komite Nasiona Keselamatan Transportasi) justru menurun. Hingga kini, tingginya angka kecelakaan di jalan menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Jumlah kematian yang tercatat sudah sangat serius bahkan angkanya telah melebihi korban meninggal karena covid-19 tahun lalu. Sampai Maret 2021, kecelakaan lalu lintas masih terus menghantui para pengguna jalan di Indonesia. Tercatat ada sebanyak 100 ribu kecelakaan. Data Korlantas Polri menyebutkan, dari 100 ribu lebih kecelakaan tersebut, 113.518 korban ringan, 10751 korban berat dan 23.529 meninggal dunia. Ini adalah kenaikan 33 persen dari tahun sebelumnya dan bisa lebih besar lagi bila semua kejadian kecelakaan memang benar-benar dilaporkan.
Kemenhub menyatakan 61 persen kecelakaan di Indonesia disebabkan ‘human error’ atau faktor kelalaian manusianya dan sering terkait kemampuan serta karakter pengemudinya. Mendahului kendaraan lain atau menyalip merupakan penyebab kecelakaan terbesar di Indonesia. Jusri Pulubuhu, Founder Jakarta Defense Consulting (JDCC) membeberkan data Korlantas yang melaporkan angka sebesar 76 persen. Berdasarkan tingginya angka yang tercatat di NTMC, Polri tidak kurang kerap mengirimkan pesan penyadaran perilaku di masyarakat yang masih kurang baik dalam berkendara. Bukan hanya soal perilaku berkendara yang buruk, 30 persen penyebab kecelakaan ternyata karena buruknya prasarana dan lingkungan. Sedangkan kecelakaan karena faktor kendaraan hanya tercatat 9 persen.
Harapan masyarakat
Harapan perbaikan prasarana jalan sudah banyak disorot karena besar kontribusinya terhadap kecelakaan maupun kerawanan kriminalitas. Fungsi jalan di Indonesia masih sering dilaporkan masih campur aduk, kondisi juga banyak yang buruk sehingga menyulitkan akses kendaraan. Belum lagi penerangan jalan yang banyak tak berfungsi, juga rambu-rambu lalu lintas yang kurang. Pers Australia misalnya, selalu tertarik dengan berita kecelakaan lalu lintas di Indonesia yang dianggap sebagai suatu drama kemanusiaan yang selalu terjadi karena kecerobohan manusia. Baru-baru ini, kejadian pasca kecelakaan maut bis di Sumedang 11 Maret 2021 dilaporkan oleh kantor Berita ABC Australia.
Berita itu diawali dengan pernyataan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah sesuatu yang lumrah terjadi d Indonesia akibat standar keamanan jalan raya yang buruk, ditambah kejelekan infrastrukturnya. Dilaporkan bahwa belum lama juga terjadi kecelakaan maut serupa di Indonesia. Disayangkan korban kebanyakan anak-anak. Juga disoroti penekanan pada human error, profesionalitas yang kurang dari sang pengemudi bus, dan kelaikan kendaraan bus itu sendiri. Kontrasnya, kehilangan ‘hanya’ satu nyawa akibat kecelakaan lalu lintas di Australia selalu menjadi skandal besar yang akan menghiasi berita-berita nasional selama berhari-hari. Pihak kepolisian dan otoritas jalan Australia dituntut publik atas akuntabilitas dan transparansinya. Dengan pemberlakuan sistem monitoring masyarakat, sistem tersebut ternyata telah ampuh menekan aspek trauma dan penderitaan akibat suatu kecelakaan di jalan rayakeseluruhannya.
Di Indonesia mendengar kecelakaan lalu lintas dengan korban yang tidak sedikit, tampaknya masih disikapi biasa-biasa saja dan ditempatkan dalam konteks suatu takdir. Bagi reporter atau pihak otoritas yang lebih penting dilaporkan adalah justru kerugian material yang diakibatkannya ketimbangan kerugian nyawa dan luka trauma sang korban maupun keluarganya. Adanya kecelakaan berakibat fatal bagi korban dan keluarganya, kata Edo Rusyanto, koordinasi Jaringan Aksi keselamatan Jalan (jarak Aman). Menurutnya, 67 persen korban kecelakaan kategori berat, tingkat kesejahteraannya turun, sedangkan 13 persen dari mereka terbukti mengalami kemiskinan sesudahnya. Kerugian material akibat kecelakaan lalu lintas di Indoneia dihitung telah menyentuh Rp 2 miliar per minggunya. Urgensi penanganannya sering dikaitkan dengan adanya kepentingan negara dalam konteks ekonomi.
Upaya Korlantas
Upaya dan langkah-langkah pasca kecelakaan lalu lintas adalah paling rinci dipaparkan media ketimbang upaya preventif pihak Korlantas selama ini. Misalnya berita-berita mengenai personel Korlantas menerjunkan tim Traffic Accident Analysis (TAA) dalam olah TKP atau menginformasikan kronologinya kepada publik. Korlantas juga sering melakukan audit aspek kecepatan. Dan dengan kehadiran ETLE yang baru, Polri telah mempromosikan terobosan dan harapan optimis kepada masyarakat mengenai penerapan manajemen pelanggaran lalu lintas yang akan menjadi lebih baik.
Penerapan ETLE jelas masih harus dievalusi sesudah dioperasionalkan beberapa waktu. Sementara ini, berdasar pengamatan seksama isi berita-berita di media massa dan media sosial. catatan dan opini masyarakat mengenai buruknya penanganan lalu lintas di Indonesia masih banyak sekali. Janji mereduksi jumlah lalu lintas masih terusdipertanyakan oleh kalangan netizen di media sosia.. Program-program pengurangan korban sering hanya dilihat janji dan upayanya masih belum terstruktur dan berkelanjutan.
Banyak pula yang mengeluhkan tidakkuatnya aturan dan sanksi untuk mendorong masyarakat agar mau tertib berlalu lintas. Sebagian akademik mengeluhkan kultur disiplin yang masih rendah itu, sehingga perlu dicarikan teori-teori keselamatan alternatif yang lebih tepat bagi masyarakat Indonesia. Sebagian lagi merasa gregetan dengan kiprah polisi yang lebih memfokuskan penanganan pasca-kejadian dan kurang dari segi mengidentifikasi masalah dan melakukan upaya preventif yang nyata dan terukur. Untuk pasca kejadian saja, mereka juga sering dikritik karena sering terlambat ke lokasi kejadian sehingga banyak nyawa tidak dapat diselamatkan dari suatu kecelakaan.
Gregorius Ragil, sosiolog UGM setuju dengan pendapat itu, apalagi kasus kecelakaan menimpa kakaknya yang meninggal karena terlambat ditolong. Selain itu ia juga menyoroti persoalan sales motor yang begitu tinggi di Indonesia dewasa ini. Ia mencurigai penyebab utama tingginya angka kecelakaan di Indonesia salah satunya faktor kendaraan bermotor. Promosi secara agresif penjualan kendaraan bermotor di Indonesia memang masih belum dibarengi penyediaan prasarana jalan yang mencukupi. Investigator LLAJ KNKT Budi Susandi mengharapkan intervensi pemerintah atas fatalitas kecelakaan lalu lintas ini. Itulah sebab mengapa masih selalu dipertanyakan mengapa Indonesia hingga kini negara yang rentasn kecelakaan lalu lintas. Apakah kebijakan baru di bawah kepemimpinan Kapolri yang baru akan mampu memberi angin segar untuk mengubah drastis situasi dan kondisi ini, terutama upaya mereduksi korban sebagai nyata?
Kebijakan Baru, Harapan Baru
Kapolri Jenderal (P) Listyo Sigit Wibowo telah menyampaikan bahwa tindakan Polri harus bagus, pelayanan harus bagus, seluruh jajaran Korlantas harus melakukan semua upaya yang muaranya adalah kepuasan publik. Polri di Era 4.0 harus siap menyesuaikan diri dengan teknologi.” Terangnya. Dirkamsel Brigjen Pol Prof Dr Chryshnanda Dwilaksana MSI menyatakan untuk mewujudkan presisi, prediktif, responsibilitas dan transparansi berkeadilan dalam konteks berlalu lintas itu, Korlantas telah menyiapkan IT for Road Safety sebagai lalu lintas aman, selamat, tertib dan lancar. “Road Safety Policing dilakukan dengan Implementasi E-Policing Pada Fungsi Lalu Lintas di Era Revolusi Industri 4.0 Menuju Indonesia Maju.” Jelasnya.
Kepala Korlantas Polri Irjen Istiono menambahkan bahwa penerapan sejumlah teknologi bertujuan meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap kinerja Polri. “Program-program yang sudah kita kemas, seperti ETLE, Big Data, E Samsat, E Tilang, Cybercops, Road Safety, dan lainnya, harus terus kita perbaiki dan jaga,” kata Istiono. Penerapan teknologi juga dinilai Istiono bisa meminimalisir “polisi nakal” dalam pelayanan ke masyarakat. Ia mengingatkan jajaranya untuk selalu mencontohkan pelayanan yang baik ke masyarakat.
Upaya sosialisasi dan edukasi
Tingginya angka kecelakaan yang banyal merenggut korban jiwa membuat Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri makin gencar melakukan sosialisasi keselamatan dalam berlalu lintas. “Saya antara miris, kecewa, malu, galau, campur-campur. Ini adalah jumlah kecelakaan yang tercatat, belum lagi seberapa banyak yang mengalami cacat karena kejadian serupa, atau kerugian materilnya,” demikian pernyataan Direktur Keamanan dan Keselamatan Korlantas Polri Brigjen Pol Chrysnanda DL. “Korlantas hingga kini masih terus melakukan upaya-upaya preventif untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang setiap tahun terus naik. Kesadaran tiap pengendara tentang pentingnya tertib berlalu lintas dengan menciptakan sistem, memberikan edukasi, perbaikan sistem uji SIM, serta penegakkan hukum harus diupayakan” Katanya.
“Salah satu usaha kami untuk menekan angka kecelakaan di jalan adalah dengan rutin mengadakan sosialisasi keselamatan dalam berlalu lintas dengan bersinggungan langsung dengan masyarakat. Melakukan pelanggaran sekecil apapun dampaknya luas, dan ini harus kita sadari. Pahami aturan dan tertib. Petugas lapangan itu menindak pengendara yang melanggar bukan karena alasan apa-apa, tapi menjaga agar setiap pengendara tidak mengalami kecelakaan,” Tambahnya lagi.
Respon Masyarakat Atas Pendekatan Baru
Masih banyak suara-suara yang menyatakan bahwa sebaiknya Polri tidak hanya gembar-gembor dengan kebijakan baru tanpa bisa menunjukkan upaya mereduksi secara signifikan terbukti dalam waktu dekat. Sebagian lagi sudah menyambut baik upaya Korlantas dalam program barunya, misalnya mengenai studi mereka di Australia oada 2019 untuk konsep safety driving, yang bertujuan membangun budaya tertib lalu lintas hingga dapat mnurunkan tingkat fatalitas kecelakaan. Indonesian Safety Driving Centre (ISDC) dikelola oleh Pudiklantas Mabes Polri di Tangerang Selatan guna peningkatan pelatihan, ketrampilan dan keselamatan berkendara serta olahraga otomotif di tanah air.
Banyak pihak yang ingin pula agar Korlantas lebih fokus menangani menangani masalah mendesak seperti kecepatan dalam pencegahan kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Tidak seperti di banyak negara lain, angka kecepatan antara pejalan kaki, mobil, dan bis kecil, dengan pesepeda motor yang ngebut dan ugal-ugalan di Indonesia masih belum sinkron sehingga perlu diatur. Penegak hukum kurang diterapkan pda masalah kecepatan dan soal kapasitas kendaraan di jalan. Fokus lain adalah perhatian pada infrastruktur jalan dan perlengkapannya.
Banyak jalan yang tidak terkontrol dan tertata baik. Berbagai kegiatan tumplek di jalan tertentu. Masih tidak ada proteksi terhadap obyek jalan, rambu peringatan dan kecepatan. Juga suara masalah pencarian solusi khususnya di daerah, yang kadang berbeda persoalannya dengan di Jawa misalnya. Direktur Lalu lintas Polda Kaltim Kombes Pol. Singgamata (25/11/20) menyebutkan bahwa pelanggaran rambu lalu lintas, tindakan melawan arah, berkendara tanpa helm, pengaruh miras, tanpa sabuk pengaman dan pengendara bawah umur adalah biang-biang kecelakaan lalu lintas di daerahnya yang masih kerap terjadi. Himbauan dan peringatan untuk pengendara bermotor selama ini tidak cukup.
Penjabaran Rencana ‘Road Safety’ di Indonesia
Tampaknya penjabaran tujuan program road safety untuk lalu lintas aman, selamat tertib dan lancar di Indonesia masih perlu diimplementasikan, yakni lewat peyusunan strategi yang lebih ‘evidence-based’ dan berdasarkan riset-riset. Dengan demikian, fokus kajian jenis-jenis kecelakaan yang paling umum terjadi dan fatal di Indonesia diharapkan bisa diidentifikasi dan disosialisasikan kepada masyarakat pula. Kemampuan penegakan berbasis teknolog akan tidsk saja memilikii visibiltas namun juga efektif dan meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
Komitmen dan kesungguhan Korlantas juga diperlihatkan pada adanya akun twitter ‘Road Safety to zero accident’ yang secara aktif memberi input-input kepada masyarakat agar mewujudkan himbauan Korlantas dalam semangat polisi modern menggunakan penegakan hukum secara teknologi. Kehadiran polisi siber juga diprediksi akan menjadi sentral, terutama upaya-upaya memotivasi dan menginspirasi komunitas lewat kemitraan. Peningkatan kualitas keselamatan, turunnya tingkat fatalitas korban, terbangunnya budaya tertib berlalu lintas, dan pelayanan prima lalin angkutan jalan adalah indikator untuk melihat keberhasilannya di masa depan.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Agus Taufik Mulyono telah lama mengharapkan aturan yang lebih keras dan infrastruktur jalan yang lebih baik untuk menguhah perilaku masyarakat pengguna jalan membaik dan memberi jaminan keamanan di jalan. Dengan menghadirkan inovasi- inovasi unggulan sebagai bagian dari perubahan teknologi kepolisian modern di era society 5.0 dan peningkatan kualitas pelayanan publik yang terintegrasi, Korlantas telah berkomitmen maju ke depan. Sementara jumlah personelnya masih terbatas seperti juga prasarana jalan, kerja sama antara pihak-pihak yang terkait dengan lalu lintas harus dimaksimalkan di bawah kepemimpinan Polri. Pihsk-pihak kunci seperti Dishub, Polisi, pengemudi, pengguna jalan harus diupayakan berintegrasi secara holistik dalam program-program ke depan.
Strategi ‘Road Safety’ Polisi di Australia
Pendekatan serupa yang sudah digunakan di Australia mungkin bisa menjadi bagian dari pendekatan ‘lesson learned’. Pihak kepolisian South Australia diketahui mengambil keputusan mencari solusi atas persoalan-persoalan ‘road safety’ dengan tidak lagi mengabaikan penerapan riset dan kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak, misalnya universitas dan pusat-pusat kajian. Kebijakan ini merupakan bentuk kolaborasi holistik untuk semua yang merasa bertanggungjawab dalam upaya mewujudkan keselamatan d ijalan menuju ‘zero accident’.
Komitmen mereka mereduksi jumlah kecelakaan adalah sentral, karena setiap nyawa dianggap penting. Kecelakaan lalu lintas harus dilihat bentuk kecerobohan, bukan saja oleh pengendara pengguna jalan, tapi juga oleh mereka para pengambil keputusan yang ikut bertanggungjawab. Di Australia taraf memikirkan pentingnya mengangkat persoalan trauma keluarga dan masyarakat yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kecelakaan sudah menjadi area yang diperhatikan. Meski kesadaran berlalu lintas mereka sudah amat tinggi, pihak kepolisian Australia juga masih terus melakukan kampanye penyadaran secara inovatif, di semua lini dan menjadi gerakan nasional.
Kampanye nya pun dibuat secara menarik, kreatif dan tidak menggurui. Setiap kali libur panjang hari-hari besar misalnya, semua media membantu menampilkan iklan layanan mssyarakat dari kepolisian secara masif: soal mengantuk ketika berkendara, pengaruh miras yang bisa mengakibatkan hilangnya SIM, dan faktor penting mereka yang duduk di samping sopir yang ugal-ugalan untuk mengingatkan.
Mereka juga sudah menjalin kerjasama dengan pusat riset keamanan otomotif dan memanfaatkan teknologi canggih dengan komitmen untuk terus disempurnakan sesuai dengan daerah dan masyarakatnya. Seperti di Indonesia yang memfokuskan kelompok milenial, di Australia juga juga mengoptimalkan sasaran menyasar promosi pada kelompok-kelompok tertentu atas saran riset mutakhir yang sudah diuji. Bagasimanapun, pemolisian dan lalu lintas adalah menyangkut persoalan manusia-manusia pengguna jalannya juga.
Akhirnya, setiap personel polisi Australia, tidak harus yang bekerja pada bagian manajemen lalu lintas saja, diingatkan untuk selalu mau menjadi duta penting promosi edukasi pencegahan kecelakaan lalin kepada masyarakat. Apakah mereka ditemui di jalan, di kantor polisi atau di lingkungan lain, agar turut mempromosikan dan mensosialisasikan konsep-konsep road safety di era pemolisian modern di Australia sebagai bagian tak terpisahkan dari kultur masyarakat di era modern. (Isk-dari berbagai sumber)