Inanegeriku – Indonesia menjadi negara penghasil kobalt atau bahan baku baterai listrik terbesar kedua di dunia mengungguli Rusia.
Kobalt menjadi salah satu komoditas yang penting dalam ekosistem kendaraan listrik. Kobalt diperlukan sebagai bahan baku mentah dalam produksi baterai listrik.
Berdasarkan data dari Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Republik Demokratik Kongo menjadi produsen kobalt terbesar di dunia pada 2022. Negara terbesar kedua di Afrika itu memiliki produksi kobalt sebanyak 130.000 ton sepanjang tahun lalu.
Posisinya diikuti Indonesia dengan produksi kobalt sebesar 10.000 ton sepanjang tahun lalu. Kemudian, produksi kobalt di Rusia sebanyak 8.900 ton.
Australia memproduksi kobalt sebanyak 5.900 ton. Lalu, produksi kobalt di Kanada tercatat sebesar 3.900 ton. Kuba dan Filipina sama-sama memproduksi kobalt sebesar 3.800 ton.
Sementara, produksi kobalt di Papua Nugini dan Madagaskar masing-masing sebanyak 3.000 ton. Selain produksi, Kongo juga memiliki cadangan kobalt terbesar di dunia pada 2022, yakni 4 juta ton. Kemudian, Australia dan Indonesia memiliki cadangan kobalt masing-masing sebanyak 1,5 juta ton dan 600.000 ton.
Target Indonesia Ingin Mengalahkan Kango
Baru – baru ini pun, Indonesia mengungkapan keinginannya untuk mengalahkan Kango menjadi penghasil kobalt terbanyak di dunia. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memproyeksikan produksi kobalt domestik dapat menyentuh di kisaran 15.000 ton hingga 20.000 ton hingga akhir 2023.
Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto, mengatakan melonjaknya produksi bahan baku mentahan untuk baterai kendaraan listrik itu didorong oleh masifnya kapasitas olahan pabrik High Pressure Acid Leaching (HPAL) selama dua tahun terakhir.
“Bisa mendekati 15.000 ton sampai 20.000 ton ya estimasi kita untuk [produksi] kobalt tahun ini,” kata Seto, Jumat (10/2/2023).
Seto menambahkan, pertumbuhan produksi kobalt Indonesia bakal lebih tinggi jika dibandingkan dengan potensi yang dimiliki Kongo saat ini. Dia memastikan produksi kobalt domestik akan melampaui torehan Kongo dalam jangka waktu 2-3 tahun ke depan.
Baca Juga: Bantuan Indonesia untuk Korban Gempa Turki Telah Tiba