Inanegeriku.com – Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto menyebut hujan yang mengguyur sebagian wilayah Jakarta dan sekitarnya pada Minggu (27/8) kemarin merupakan hasil teknologi modifikasi cuaca (TMC).
“BMKG sudah melakukan TMC dan tanggal 26, 27 [Agustus] kemarin tuh juga dilakukan TMC tetapi memang lebih ke hujannya itu ada di sekitar Jakarta,” kata Asep di Hotel Shangrila, Jakarta Pusat, Senin (28/8).
Asep mengatakan hujan yang terjadi sejak sore hingga malam hari itu mampu menekan polusi udara di Jakarta.
“Karena memang sumber polusinya juga ada di beberapa lokasi di luar Jakarta itu bisa sedikit berpengaruh terhadap penurunan polusi di Jakarta. Memang ada penurunan tetapi memang tidak kemudian serta-merta seharian polusi langsung turun itu enggak,” ucapnya.
Asep menyampaikan modifikasi cuaca merupakan langkah paling cepat untuk menurunkan polusi udara di Jakarta. Namun, upaya itu bergantung pada tersedianya awan.
Berdasarkan data dari BMKG, kata dia, awan hanya akan terbentuk hingga 28 Agustus mendatang.
“Setelah tanggal 28 ya kering lagi. Jadi memang tergantung dari kondisi awan, sehingga memang kalau TMC tidak bisa dilakukan maka upaya lainnya harus dilakukan oleh Pemda, salah satunya adalah water mist,” ujar Asep.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana melakukan water mist dari atas gedung-gedung tinggi guna menurunkan polusi udara di Jakarta. Adapun teknis pelaksanaan water mist saat ini tengah dibahas bersama kementerian terkait.
Hujan mengguyur sebagian Jakarta dan sekitarnya pada Minggu (27/8) malam. Namun, hal itu belum memberikan dampak signifikan pada perbaikan kualitas udara di wilayah Jabodetabek.
Berdasarkan data Indeks Kualitas Udara (AQI) Air, Jakarta menempati posisi ketujuh daftar kota dengan tingkat polusi terburuk pada Senin (28/8) pagi. Indeks kualitas polusi udara Jakarta mencapai angka 156 AQI US alias masuk kategori tidak sehat.
Menteri LHK klaim udara di Bogor membaik
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar pun mengklaim kualitas udara di Bogor membaik usai diguyur hujan karena dengan modifikasi cuaca.
Siti menyebut hujan itu terjadi pada Minggu (27/8). Berdasarkan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) milik KLHK, skor Particulate Matter (PM2.5) di kawasan Tegar Beriman, Kabupaten Bogor mencapai 97 pada pukul 15.30 WIB.
Kemudian, kata Siti, skor PM2.5 itu menurun menjadi 29 pada pukul 18.30 WIB atau setelah diguyur hujan.
“Artinya kualitas udaranya jadi baik. Itu di Bogor Tegar Beriman,” kata Siti seperti ditayangkan Youtube Sekretariat Presiden, Senin (28/8).
Siti mengklaim perbaikan kualitas udara itu juga tak hanya terjadi di kawasan Tegar Beriman. Siti menyebut kualitas udara juga membaik di kawasan Tanah Sereal, Bogor.
Di kawasan itu, ISPU mencatat skor PM2.5 mencapai 87 pada pukul 16.00 WIB. Kemudian, kata Situ, skornya menjadi 13 PM2.5. Dia pun berkesimpulan hujan cepat membuat perubahan pada kualitas udara di kedua wilayah tersebut.
“Ini artinya memang seperti saya pernah bilang, kalau pencemaran udara itu naik ke udara lalu berputar putar di udara di situ aja itu jadi susah, ketika dia tercuci itu jadi baik,” jelasnya.
Namun demikian, Siti mengungkapkan permasalahan teknik modifikasi cuaca itu harus bergantung pada awan. Meski begitu, Siti menyatakan pihaknya sudah mencari alternatif lain, salah satunya dengan membuat uap air dari atas gedung.
“Kemarin dilakukan uji coba di gedung Pertamina di depan istiqlal, dan di gedung gedung GBK pekerjaannya Pemda DKI, BMKG, BRIN, KLHK juga mengikuti,” ujarnya.
“Itu ada yang namanya teknik modifikasi cuaca mikro. jadi gedung gedung tinggi dihembuskan uap air, sehingga dia juga bisa memengaruhi partikel itu,” imbuhnya.
Terlepas dari klaim tersebut, tercatat pagi ini kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya masih cukup buruk. Merujuk situs pemantau kualitas udara IQAir, Senin (28/8) pukul 09.09 WIB, 10 besar kota-kota dengan kualitas udara buruk seluruhnya dari kota-kota satelit Jakarta.
Peringkat pertama diduduki oleh Kota Depok yang mendapat skor indeks kualitas udara 189 US AQI yang berstatus tidak sehat. Polutan utama di Kota Depok adalah PM 2,5 yang mencapai 129 µg/m³, atau 25,8 kali lebih tinggi dari nilai pedoman kualitas udara dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca Juga: 5 Keuntungan Ekonomi Maritim Indonesia