Mamuju –
Sejumlah korban gempa Sulawesi Barat (Sulbar) mengais besi bangunan yang runtuh akibat gempa magnitudo (M) 6,2. Besi tersebut akan dijual dan uangnya dijadikan modal untuk bertahan hidup.
Pantauan detikcom di Jalan Ratulangi, Kelurahan Binanga, Mamuju, Jumat (22/1/2021), tampak sejumlah korban gempa tengah mencabut besi dari reruntuhan bangunan. Besi-besi itu diambil dengan alat seadanya seperti palu dan gergaji.
“Sebelumnya kerja sebagai pengayuh becak, sekarang tidak ada pekerjaan jadi cari besi, ” kata seorang korban gempa, Sattuang (40) saat ditemui wartawan.
Korban gempa Sulbar terpaksa mengambil besi bangunan yang runtuh untuk dijual demi bertahan hidup. Foto: Abdy/detikcom
|
Sattuang bersama sejumlah pria paruh baya lainnya tampak berupaya mengumpulkan besi sisa reruntuhan. Walau berbahaya lantaran reruntuhan bangunan yang masih labil, para korban gempa ini mengaku tidak punya pilihan lain, demi mendapatkan sedikit rupiah, untuk menyambung hidup.
“Sudah empat hari kerja begini, kalau kita bawa ke pengumpul biasa dapat 50 ribu per 20 kilogram,” tuturnya.
Sattuang mengaku terpaksa harus mengumpulkan besi bangunan yang runtuh karena sulitnya mendapat bantuan logistik. Dia pun harus memberi makan keluarganya.
“Walau bahaya, kita berusaha hindari. Mau bagaimana, karena tidak ada bantuan, kita harus berani, kita harus cari uang supaya makan. Ada uang buat beli beras, uangnya kita kumpul. Susah dapat bantuan, bisa ke posko tetapi susah dapat bantuan,” tuturnya.
Korban gempa Sulbar terpaksa mengambil besi bangunan yang runtuh untuk dijual demi bertahan hidup. Foto: Abdy/detikcom
|
Kondisi serupa dirasakan korban gempa lainnya, Daeng Silla (38 tahun). Dia mengaku terpaksa ikut mengais besi di antara reruntuhan banguan, karena telah kehilangan pekerjaan.
“Awalnya kerja sebagai tukang ojek dengan penghasilan 50 sampai 60 per hari, setelah gempa sama sekali tidak ada,” ujarnya.
Daeng Silla juga mengungkapkan susahnya mendapat bantuan pemerintah selama berada di pengungsian.
“Bantuan ada, tetapi begitu susah kita dapatkan, untuk satu dus Indomie mesti kita bagi untuk banyak orang, padahal keluarga ada banyak. Jadi mau bagaimana, kita harus bekerja seperti ini, karena tidak ada mata pencaharian,” pungkasnya.
(nvl/nvl)