Liputan6.com, Amsterdam – Seorang wanita di Belanda terinfeksi COVID-19 dan mengalami gejala ringan, tapi setelah dironsen (rontgen) ternyata kedua paru-paru dia rusak usai dinyatakan sembuh dalam kurun waktu lima minggu.
Seperti dikutip Livescience pada Sabtu, 30 Januari 2021, awalnya wanita itu mengembangkan gejala COVID-19, termasuk demam dan nyeri otot. Namun, dari gejalanya tersebut, dia merasa mampu untuk mengobati gejalanya di rumah dengan asetaminofen dan inhaler. Kondisinya pun mulai membaik.
Akan tetapi lima minggu kemudian, gejala barunya muncul. Menurut laporan yang diterbitkan pada 22 Januari di The Journal of Emergency Medicine, wanita 38 tahun itu dilarikan ke ruang gawat darurat setelah dia mengalami sesak napas dan nyeri yang menusuk di dadanya. Dia mengatakan bahwa gejalanya muncul tiba-tiba hari itu dan tampaknya semakin parah.
“Hasil ronsen di UGD menunjukkan bahwa dia menderita ‘pneumotoraks bilateral’, yang berarti kedua paru-parunya kolaps,” tulis laporan tersebut.
Menurut National Institute of Health, paru-paru kolaps (Pneumotoraks) terjadi ketika udara bocor dari paru ke ruang antara paru-paru dan dinding dada, yang memberi tekanan pada paru-paru dan mencegahnya berkembang dengan baik.
Kondisi ini dapat disebabkan trauma pada dada atau oleh kondisi paru-paru tertentu, termasuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Menurut University of Wisconsin-Madison, pasien yang menggunakan ventilator juga berisiko mengalami paru-paru kolaps karena alat tersebut (ventilator) dapat membengkakkan paru secara berlebihan.
Namun, hal yang dialami wanita tersebut tidaklah biasa karena dia tidak memiliki faktor risiko untuk kondisi tersebut, dan dia belum pernah dirawat di rumah sakit atau menggunakan ventilator sebelum paru-parunya runtuh, dikutip dari laporan tersebut.