Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan, kondisi penelitian di Indonesia bermasalah, sehingga tenaganya tidak bertambah.
“Bahkan ketika almarhum Pak Habibie masih hidup, sebenarnya ada yang salah dengan manajemen penelitian kami, sehingga kami tidak mendapatkan tempat, kekuatan penelitian kami tidak meningkat” kata Laksana Tri Handoko. dalam Dialog Pemimpin Redaksi BRIN dengan tema “Solusi fundamental untuk memperkuat riset dan inovasi” yang diikuti secara online di Jakarta, Selasa malam, 4 Januari 2022.
Juga dibandingkan tahun 1970-an, Malaysia dan Thailand belajar banyak tentang penelitian di Indonesia.
“Bandingkan dengan Malaysia dan Thailand. Tahun 70-an dia (Malaysia, Thailand) belajar banyak dari kami. Jadi sekarang kami pergi ke sana, bahkan guru-guru kami, tidak hanya di kampus-kampus kecil, banyak guru di ‘UI, Guru besar ITB yang menempuh S2, S3 ke Malaysia, dimana banyak menteri juga menimba ilmu.Jadi sesuatu yang kita sadari ada yang salah,” kata Laksana.
Pihaknya juga memaparkan permasalahan penelitian di Indonesia, termasuk penelitian di Indonesia yang didominasi oleh pemerintah. “Riset kami sekitar 80 persen pemerintah, 20 persen non-pemerintah. Padahal, penelitian tidak boleh didominasi oleh pemerintah,” katanya.
Handoko menambahkan, penelitian yang dilakukan pemerintah hanya penelitian skala kecil yang tersebar luas di berbagai kementerian/lembaga. “Sudah dominan, retail, kata Pak Jokowi 74 K/L (kementerian/lembaga) kita kecil-kecilan,” ujarnya.
Masalah kedua adalah masih sedikitnya lembaga penelitian swasta dan sumber daya manusia peneliti.
“Harus ada banyak lembaga penelitian, harus ada banyak peneliti. Seharusnya hanya ada beberapa lembaga penelitian pemerintah, satu, dua. Paling harus non-pemerintah, kalau standar UNESCO 80% non-pemerintah, penelitian pemerintah adalah satu hal yang tidak menjual, ”katanya.
Dalam kerangka itu, pihaknya juga meminta pemerintah mengurangi lembaga penelitian dan mendorong lebih banyak peneliti dan lembaga penelitian swasta.